6 November 2013

My Pregnant Story (Part.1) Melawan Mual, Melawan Mitos

Usai bersuka ria melihat hasil testpack yang menunjukkan 2 strip, aku dan si mas mulai mendiskusikan ke dokter siapa dan dimana kami akan memeriksakan janin kami hingga 9 bulan ke depan. Ada beberapa pilihan dokter kandungan yang direkomendasikan, baik yang praktek pribadi atau di Rumah Sakit. Namun, dengan segala pertimbangan, akhirnya si mas memutuskan untuk tetap ke dokter Maksum, dengan pertimbangan karena beliau yang menanganiku sedari awal, meskipun jauh tapi perjalanan menuju ke sana tidak melewati titik kemacetan sama sekali, lalu juga pertimbangan dekat dengan rumah Barir (sahabatku) sehingga meskipun dokter maksum prakteknya malam hari, kami bisa menginap di rumah sahabatku tersebut jika suatu waktu kemalaman.

Jadilah aku rutin periksa ke dokter maksum setiap bulan. Secara keseluruhan, Alhamdulillah kehamilanku relatif lancar, tidak ada ngidam, nggak pernah nge-flek, kenaikan berat badan normal, tensi darah stabil. Mulai merasa mual di bulan kedua, pada fase-fase ini aku benar-benar bersyukur mempunyai suami yang sangat siaga, karena kondisi mabukku cukup menghalangiku untuk beraktifitas, jadilah pak suami yang meng-handle pekerjaan rumah tangga, mulai dari belanja sayuran, masak, sampai bersih-bersih. Bagaimana tidak, mencium bau nasi saja aku sudah mual, belum lagi bau masakan-masakan yang lain. Dan kebetulan, rumah kami yang mungil ini tidak memungkinkan untuk bersembunyi dari bebauan yang dihasilkan dari dapur, alhasil akupun mendekam di kamar (hahaha).

Tiap hari kerjaanku cuman melungker di atas kasur, menikmati rasa mual setiap saat (noted! Setiap saat, bukan hanya pagi hari seperti istilah yang umum dibilang morning sickness). Awalnya cukup  melelahkan, tapi lama kelamaan aku mulai bisa berdamai dengan kondisiku. Bagaimana agar tidak muntah, aku harus mengurangi gerak, sehingga setiap habis makan aku akan segera naik kembali ke atas kasur, entah bisa tidur atau enggak yang penting tuh makanan yang baru saja masuk perut kuberi waktu untuk masuk lebih dalam, yang jelas aku harus meminimalisir gerakan, agar apa yang baru saja kumakan tidak mendesak keluar lagi. Hihihi… Beruntung aku tidak ada pantangan makanan apa-apa, semua makanan doyan-doyan aja, jadi meskipun sering muntah, tapi aku tetap semangat untuk makan dan makan lagi (ini mah rakus kaliii :D).

Seperti diketahui, di kepercayaan yang dianut oleh manusia Indonesia ini, ketika dinyatakan hamil, seseorang mendadak menjadi sasaran ‘pamali’, yups! Dikit-dikit pamali, kalo dalam bahasa jawa ‘gak ilok’, dikit-dikit dilarang, yang tentunya hampir semuanya menyebalkan karena tanpa ada alasan yang jelas dan ilmiah yang mendasari. Apalagi mertuaku adalah orang desa yang masih menganut larangan-larangan tidak masuk akal itu, jadilah selama hamil aku berkawan dengan pak guru google untuk mencari kebenaran dan fakta-fakta, juga berkawan dengan twitter untuk meng-counter hal-hal itu dengan jawaban dokter yang kudapat dari akun-akun twitter para dokter yang kuikuti. Hahaha…

Mulai dari dilarang makan rawon (rawon setan maknyuss lhoo…), nangka (hmm… enak panget lho padahal), duren (yang ini emang nggak doyan), dilarang tidur pagi/siang (gileee, ngantuk boo’), dilarang duduk di tengah pintu (kalo makan daun pintu boleh kali yeee…), dan bla..bla..bla..

Sejujurnya aku sudah tau jawaban dari hampir semua larangan itu, dan tentu saja semuanya mitos alias tidak perlu dipercaya, namun suatu ketika aku pernah diresahkan oleh salah satu pamali yg lumayan menggangguku. Yaitu, katanya, orang yang hamil pamali membunuh makhluk hidup, tidak hanya ibu hamilnya, termasuk juga suaminya. Makhluk hidup di sini lebih merujuk kepada hewan, termasuk yang biasa dikonsumsi, misalnya udang, lele, mujaer, gurami, dsb. Nah loh, nyebelin nggak tuh? Apalagi pas ditanya alasannya, dibilang bahwa nanti bisa karma pada si jabang bayi, entah cacat, atau malah mukanya mirip hewan tersebut. Na’udzubillah min dzaalik.

Suatu hari, nggak tau kenapa tiba-tiba rumah kami dihuni banyak tokek. Serem doong??! Sebetulnya tidak mengganggu, tapi aku yang kebetulan memang agak-agak gampang kagetan, sering terlonjak kaget ketika tiba-tiba si tokek menampakkan diri. Puncaknya, pernah saat aku membuka lemari dapur, tiba-tiba “Huaaaa…..!!!” tokek loncat keluar dari balik daun pintu lemari itu. Aku teriak sekuat tenaga, si tokek tak juga beranjak menjauh, masih di sekitar dapur, aku yang ketakutan reflek loncat naik ke atas wastafel tempat cuci piring. Mendengar keributan di dapur, si mas segera berhambur keluar dari kamar dan langsung memburu si pembuat onar (bukan aku yaaa.. hehe). Sejak saat itu, si mas rajin memburu hewan-hewan pembuat onar yang berpotensi bikin aku kaget. Kan nggak lucu banget, demi mempercayai mitos geje, malah membahayakan kondisi bumil (gimana nggak bahaya, lha wong perut udah gede dibikin sampe naik ke atas wastafel itu lho)

Perburuan demi perburuan kerap dilakukan oleh si mas, hingga akhirnya pernah suatu kali si mas berhasil menjebak tikus. Karena sangking jengkelnya dengan tuh tikus, aku mem-fotonya dan kujadikan Display Picture di BBM. Tak kurang dari satu menit, banyak BBM masuk, semua mengingatkan untuk tidak menyiksa hewan karena aku sedang hamil, pamali katanya. Karena sangking banyaknya yang mengomentari, akhirnya aku galau juga. Malam itu aku gelisah tiada tara *tsaahhh… tak berani menyampaikan kegalauanku pada si mas, akhirnya aku mencari jawaban sendiri, atau lebih tepatnya pembenaran diri. Dan Alhamdulillah dapat :)

Dari pak guru Google aku menemukan hasil tanya jawab mengenai mitos tersebut. Jawabannya adalah bahwa hal tersebut sama sekali tidak patut dipercayai, sebab itu sama saja dengan mendahului kehendak Allah SWT. Pada zaman Rasulullah, beliau tidak pernah melarang shahabatnya (yang istrinya sedang hamil) untuk menyembelih binatang kurban. Yes, I got it!!! So, ngapain galau soal mitos dan omongan geje begituan, sala-salah bisa menggiring kita pada kekufuran lho, kan mendahului takdir Allah. Na’udzubillah min dzaalik.

Bersambung ke Part.2

0 comments: