29 Desember 2008

As’aluka al-‘Ishmata ‘ala hadzihi an-Nafs


Kupeluk bibir meja di hadapanku, kepalaku tertunduk dalam, lama, mataku terpejam erat hingga kepalaku merasakan sensasi yang tak biasa, sakit.

Otakku berusaha keras memutar memori selama setahun ini, mengais, menyibak, mengorek, dan ada, semua ada di sana. Namun kepalaku semakin mengerjang hingga kerutan dahi mulai kurasakan menyiksa karena terlalu kuatnya. Ada yang kucari tapi tak dapat dengan jelas kutemukan, aku masih ingin menemukannya, tapi, Ufh…. Aku tak menemukannya.

Love, Let me go ahead without you! B’coz, I’m really realize, actually, everything gonna be better without you.


Tahun 2008 tersisa beberapa hari lagi, ling-lung aku mulai mempertanyakan apakah aku melewatinya dengan sadar ataukah 365 hari itu lewat begitu saja tanpa kuisi dengan apapun dan bahkan kusesali karena terlewat begitu saja?

Di pembuka tahun 2008 lalu aku ingat betul saat aku terkejar deadline untuk menyelesaikan persiapan KKL di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender. Yups, I did it! Di bulan Januari itu pula aku ketahui bahwa hasil pemerksaan darah di laboratorium menyatakan aku positif typhus. But, I have to against it.

Tepat dihari ulang tahunku, aku berangkat ke lokasi KKL sebab esoknya aku memulai hari pertamaku di RSJI Klender. Benar-benar pengalaman yang luar biasa, tak terlupakan dan tak tergantikan, sebab dari sinilah semua ilmu yang kudapat di bangku kuliah dapat kulihat secara nyata aplikasinya. Hmm… It’s a wonderful experience! Saking bersemangatnya, hari-hari padat bertugas di sana membuatku kembali terbaring tak berdaya. Tepat di minggu kedua, aku ambruk lagi, dan lagi-lagi Typhus. Kali ini adalah yang ketiga dalam tiga bulan terakhir. What??? Tiga kali dalam tiga bulan??? Oh my Lord! Yups, sebab yang pertama terjadi di bulan Desember 2007, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dr.Erwin dan seseorang disana yang saat itu menemaniku. I don’t know what I have to say to you; I miss you!

Bulan berikutnya, sepulang dari Klender, usai menyelesaikan laporan KKL kami, aku terserang homesick, parah. Hiks…hiks… entah sudah berapa lama aku tak pulang dan merasakan pelukan hangat Ibuku. Aku bener-bener ingin pulang…! Oke, setelah laporan KKL dan pengajuan proposal skripsi beres semua, aku pulang.

Bulan-bulan berikutnya, aku hanya berkonsentrasi penuh pada skripsiku. Meski sesekali masih menerima permintaan training dan beberapa selingan kegiatan baru lainnya, seperti menjadi Tim Pemantau Independen Ujian Nasional SMP 2008, menjadi surveyor dari LSI (Lembaga Survey Indonesia), dan tentunya ‘mondok’ di LP Cipinang buat penelitian Skrispsiku yang berjudul “Gambaran Guilt and Anxiety pada Narapidana Pembunuhan”.

Puji Syukur, skripsiku selesai di bulan Agustus, dan akhirnya disidangkan pada tanggal 15 September 2008 yang juga bertepatan dengan tanggal 15 Ramadlan 2008. Ufh… lega rasanya, dengan mengantongi nilai cumlaud, akupun diwisuda. Dan yang lebih membahagiakan lagi, apa yang kuidam-idamkan pun terjadi, aku diwisuda bersama dengan Paman dan Bulekku. Sangat membanggakan tentunya, wisuda bersama keluarga dengan masing-masing gelar S1 (untukku), S2 (untuk Bulek), dan S3 (untuk Paman).

Namun yang tak kalah menyedihkan adalah karena impianku untuk merayakan wisuda bersama seluruh anggota keluarga tak dapat terpenuhi. Iya, aku hanya bisa merayakannya bersama Ibu dan Adikku, sebab Mas Robith harus menemani Mas Afa yang juga diwisuda di hari yang sama, 18 Oktober 2008. What??? Hari yang sama? Yups, sangat-sangat tak terduga. Aku dan kakak keduaku diwisuda pada hari yang sama, dan akhirnya dengan besar hati kakakku merelakan Ibu terbang menemani aku di Jakarta, sementara dia ditemani oleh kakak pertamaku di Surabaya.

Kebahagiaan demi kebahagiaan menyertai perjalanan hidupku selama tahun 2008 ini, dan saat ini sembari menunggu pendaftaran perkuliahan Pascasarjana aku mengisinya dengan mulai belajar mengamalkan ilmu dengan bekerja. Semoga tahun depan menjadi tahun yang lebih berkah dari tahun ini.

اللهم ما عملت فى هذه السنة مما نهيتنى عنه فلم اتب منه ولم ترضه ونسيته ولم تنسه وحلمت علي بعد قدرتك على عقوبتى الى التوبة بعد جراءتى على معصيتك فاءنى استغفرك فاغفرلى بفضلك وما عملت فيها مما ترضاه ووعدتنى عليه الثواب فأ سئلك اللهم يا كريم يا ذا الجلال ولاءكرام ان تتقبله منى ولا تقطع رجائى منك يا كريم

21 Oktober 2008

Salah Untuk Benar ala Trial and Error



Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (QS. Ar-Rum: 7).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan pada berbagai macam permasalahan yang datang silih berganti dengan rupa problema yang terus berbeda. Dalam pada itupun manusia terus berupaya menemukan jalan yang tepat untuk meresponnya, bagaimana cara menghadapi, menjawab, dan bahkan menguasainya. Dalam situasi-situasi baru tersebut manusia terus belajar dan berusaha keras menjawabnya dengan respon yang berbeda-beda yang tidak jarang sebagiannya salah tetapi sering pula justru benar dan tepat.

Demikianlah manusia selalu belajar, melalui cara yang oleh psikolog kontemporer disebut dengan Trial and Error, sebagai respon yang dipilih dalam menjawab setiap problema dalam situasi-situasi baru demi menemukan kunci yang pas atas masalah dalam kehidupan praktis.

Allah Swt. dalam banyak Firman-Nya telah menganjurkan kepada manusia untuk berjalan di muka bumi, mengobservasi, dan berfikir atas tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah dihamparkan-Nya. Katakanlah, “Berjalanlah di muka bumi, dan perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya.” (QS. Al-Ankabut: 20), “Hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Ia diciptakan dari air yang terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.” (QS. Ath-Thariq: 5-7).

Dari sini jelas terpahami bahwa Allah Swt. menganjurkan manusia untuk belajar dan terus belajar dari apa yang ada di sekeliling mereka melalui eksperimen praktis demi menjawab setiap permasalahan yang ada. Di samping itu, belajar menemukan solusi tepat juga dapat dilakukan melalui interaksi manusia dengan alam sekitarnya juga makhluk-makhluk lain yang dapat diambil ibrah atas kebijaksanaannya.

Nabi Muhammad Saw. dalam sabdanya, “Jika hal itu bermanfaat bagi mereka, maka kerjakanlah oleh mereka.”(HR. Muslim) dan dalam sabda yang lain, “Kalian lebih mengetahui dengan perkara-perkara dunia kalian” (HR. Muslim), menunjukkan pentingnya belajar melalui eksperimen praktis dalam hidup, dimana melaui eksperimen itulah manusia menjadi tahu solusi apa yang tepat untuk menjawab satu masalah, juga solusi yang berbeda untuk permasalahan lain yang berbeda pula.

Dalam eksperimen praktis, manusia akan dituntut untuk menentukan jawaban akan sebuah permasalahan yang barangkali baru bagi mereka, dari situlah kemudian manusia akan mengetahui seberapa tepat cara yang dipilihnya, kemudian apabila ternyata solusi yang semula ia anggap tepat ternyata salah maka saat itulah manusia akan mengevaluasi dan untuk kemudian menentukan kembali jalan yang sekiranya lebih tepat dari sebelumnya hingga akhirnya ditemukan solusi yang dianggap paling bisa menjawab.

7 September 2008

Mari Selamatkan Bumi Kita

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.(Q.S.Al-Hajj: 46)

Kondisi bumi yang semakin hari semakin tua, belum juga menyadarkan kita bahwa bumi adalah karunia yang juga merupakan tanggung jawab bersama. Seiring dengan semakin rentanya, kerusakan justru harus ditanggungnya, padahal meski usia bumi dapat kita hitung semenjak keberadaannya namun hingga saat ini tak seorang pun dapat memperkirakan hingga kapan bumi mampu bertahan dari sakit kerasnya.

Betapa tidak, kerusakan akibat gas emisi melanda bumi di hampir seluruh penjurunya, keluhan-keluhan pun sudah sering disampaikan oleh bumi melalui bencana-bencana yang tersebar dimana-mana. Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa sekecil apapun kerusakan yang kita perbuat hari ini, bisa dipastikan dampak bencana yang akan muncul hanya dalam hitungan hari.

Manusia yang semakin hari semakin pandai, bukannya mereka tidak sadar akan hal ini, berbagai upaya dilakukan untuk berusaha melindungi satu-satunya harta yang akan mereka wariskan kepada anak cucu mereka kelak, bukan hanya itu seruan-seruan untuk ikut berpatisipasi dalam mengantisipasi bencana pun dilancarkan semata-mata demi melindungi tempat berpijak kita ini.

Ada banyak pihak yang prihatin dan dengan besar hati serta antusias menyingsingkan lengan bajunya, bertindak, sekecil apapun untuk bumi yang mereka cintai. Namun usaha orang-orang mulia ini tidak di’amini’ oleh sebagian besar penduduk planet ini, sebab kenyataannya justru mereka yang tidak pedulilah yang lebih besar jumlahnya daripada yang prihatin akan apa yang tengah terjadi.

Belum cukupkah peristiwa nyata berupa bencana melanda berbagai belahan bumi ini untuk menyadarkan manusia dari ketidakpeduliannya? Belum cukupkah opsi yang ditawarkan oleh mereka yang peduli untuk kita pilih sebagai langkah kita berpartisipasi dalam gerakan penyelamatan bumi?. Tidak sulit, sungguh tidaklah sulit, dengan tidak membuang sampah sembarangan, dengan mematikan kran air selagi kita membubuhi sabun saat mencuci piring, dengan mengurangi penggunaan tissue, listrik, serta air yang berlebihan, membiasakan mengurangi penggunaan barang-barang yang sulit didaur ulang, dan masih banyak lagi hal kecil yang sebenarnya bisa dengan mudah kita biasakan sebagai wujud keprihatinan kita atas bumi yang semakin renta.

Tidaklah sepantasnya kita yang telah diberi kemudahan mendapatkan informasi ini serta-merta menutup mata dan telinga apalagi sampai membutakan hati dari segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Semantara dengan sepenuh kesadaran kita tahu bahwa bumi ini adalah tanggung jawab kita bersama sebagai khalifahnya.

Mari kita mulai dengan menyebut nama Allah, kita mulai bertindak selamatkan bumi, kita mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil, dan kita mulai saat ini. Bismillahi Ar-rahmaan Ar-rahiim.

12 Agustus 2008

Aku dan DIA

Tanpa lisan meminta pun
Tak jarang Dia memberi apa yang dibutuhkan

Tanpa Lisan berdoa pun
Seringkali Dia penuhi seluruh hajat

Dan tanpa lisan berterima kasih pun
Dia masih tetap memberi

Mestinya,
Karunia setetes air pun sudah cukup tuk sadarkan diri ini

Lalu mengapa,
Tetesan-tetesan yang telah menggenang itu malah menyuburkan kesombongan diri

20 Juni 2008

Do I Still Believe In Miracle?

Kususuri rak demi rak toko buku Gramedia, yang kucari belum juga kudapatkan. Aku terus mencari sembari melirik beberapa buku yang terlihat tak kalah menariknya. Usai menonton Talk Show favoritku “Kick Andy” di Metro TV aku dilanda rasa penasaran yang hebat untuk segera membaca Novel yang based on the true story mengenai perjalanan hidup seorang dengan kelamin ganda itu. Sebab berawal dari talk show itu pula seketika terbersit dan kemudian dengan cepat mengakar sebuah planning besar yang ingin kugarap nanti di my postgraduate university (hmm… boleh dong optimis dan bercita-cita??)

Ahhaa…!! Middlesex, itu dia yang kucari”, kulihat cover depan dan belakangnya, ada yang menarik, sebuah stiker yang menunjukkan bahwa buku itu merupakan buku yang telah mendapatkan rekomendasi dari Oprah Show (wow… lagi-lagi talk show favoritku), nggak salah kalau aku berkeras untuk memburunya, sebab kalau berharap mendapatkan undian buku yang digelar oleh Kick Andy di setiap episodenya, hmm… susah deh, yang ada malah nggak jadi baca buku dan meraup sebanyak-banyaknya ilmu.

Ditengah-tengah ekspresi kepuasan pada raut mukaku karena telah menemukan buku yang kucari, tiba-tiba mukaku berubah masam begitu melirik harga yang tertera, “Hhh… mahal sekali! Beli nggak ya?”, maka kuputuskan untuk kembali berkeliling rak untuk melihat-lihat buku-buku yang lain, dan tanpa sengaja aku menemukan satu buku yang mengajakku untuk berkerut dahi “apaan tuh maksudnya?

HORELUYA, sebuah novel karya Arswendo Atmowiloto, menarik sekali judulnya, kata yang harusnya “Haleluya”, tapi disitu ditulis dengan “Horeluya”, saking penasarannya apalagi usai membaca synopsis yang tertera di cover belakangnya, aku memutuskan untuk membayar di kasir dan menunda untuk memiliki Middlesex (sabar ya, bulan depan semoga udah bisa kebeli).

Seperti yang sudah menjadi ciri khas karya Arswendo dimana kisah-kisah yang digarapnya hampir selalu bertema realis, ihwal kehidupan “orang-orang kecil” yang berjuang keras menyiasati hidup. Dituturkan dengan bahasa sehari-hari yang sederhana; humor-humor yang miris, serta akhir yang kerap menyentuh. Tokoh-tokoh ceritanya dipungut dari orang-orang biasa dengan persoalan-persoalan yang biasa yang dapat dengan mudah kita jumpai sehari-hari di sekitar kita. Tokoh-tokohnya tak pernah berpretensi sebagai pahlawan tangguh atau manusia sempurna yang tak pernah berbuat salah. Mereka adalah manusia biasa yang sering putus asa dan tak luput dari dosa. Itulah yang membuat karya-karya Arswendo terasa begitu akrab dan membumi.

Demikian pula dengan novel Horeluya ini, sebuah kisah mengharukan mengenai perjuangan seorang anak yang belum genap berusia 5 tahun bernama Lilin dalam menghadapi penyakit langka berupa kelainan darah yang hanya bisa disembuhkan melalui transfusi dari donor dengan golongan darah yang sejenis. Dari hasil tes laboratorium diduga ada kelainan pada sel darah merahnya. Lilin memiliki golongan darah rhesus negative dan tak mampu memproduksi sel-sel darah putih. Gangguan kesehatan yang paling remehpun akan sangat memperburuk kondisi Lilin, sebab ia tak memiliki kekebalan tubuh. Satu-satunya upaya penyembuhan medis adalah dengan cara transfusi dari golongan darah yang sama. Malangnya, jenis darah Lilin tergolong jenis yang langka. Dokter telah memvonis hidup Lilin hanya akan berkisar antara 3 bulan hingga 6 bulan lagi jika tidak segera mendapatkan donor.

Dalam cerita ini tersebut beberapa keajaiban yang terjadi pada diri Lilin dan keluarganya, namun bagiku keajaiban sesungguhnya justru adalah seorang Lilin sendiri, sebab karena Lilin-lah semua mampu bertahan dalam keterpurukan, sebab Lilin-lah Ayahnya tetap mampu tersenyum saat diminta menandatangani surat penguduran diri dari perusahaannya, karena Lilin-lah Ibunya tetap bertahan menjahitkan pakaian Natal untuk Lilin yang bahkan mungkin tidak ernah sempat dikenakan, dan masih banyak lagi.

Bahkan, pamannya (Nayarana) bisa berbuat apapun untuk Lilin, Nayarana yang berperawakan preman dan ditakuti oleh siapa saja menjadi mudah menangis ketika dengan setia menjagai Lilin yang terbaring lemah berbulan-bulan di kamarnya, Nayarana bisa betah tidak menghisap rokok untuk Lilin, Nayarana rela berbuat apapun untuk Lilin bahkan untuk mencukur habis rambutnya yang selama ini menjadi salah satu modal untuk membuat orang lain bertekuk lutut padanya, bahkan karena keinginan Lilin untuk merayakan Natal sebelum waktunya –karena usia Lilin yang diperkitakan tidak sampai bertemu dengan hari Natal—dengan salju dan Bunda Maria serta gua. Nayarana lagi-lagi tidak mau berkata ‘tidak’ untuk keponakan kecilnya bahkan untuk membuat salju buatan di malam Natal.

Tekanan yang melanda keluarga Lilin, berdampak sangat luar biasa, masing-masing sering mengalami peristiwa-peristiwa konyol yang sama sekai tidak disadari, sebab tekanan yang terlalu lama dan mendalamnya demi melihat Lilin sembuh dan menunggu adanya kabar pendonor darah Rhesus Negative yang entah kapan datangnya.

Dan dari serentetan keajaiban yang turun bersama dengan Lilin, keajaiban terindah berkenaan dengan kesembuhan Lilin pun datang bersertaan dengan ketulusan Lilin yang dengan suara parau dan ekspresi polosnya berkata “Mauuu” yang kemudian menjadi katalisator keajaiban terindah itu, kalimat itu seketika membuat dunia bergetar hingga akhirnya suara dahsyat bernada ketulusan itu menggerakkan semua pihak untuk membantunya.

Keikhlasan dan ketulusan hati Lilin dengan kalimat “Mauuu”-nya untuk mendonorkan darahnya kepada sang calon pendonor darah yang mendadak membutuhkan darah karena kecelakaan yang menimpanya, membuat semua yang mendengarnya menangis.

Sering manusia memang tidak mengerti rencana Tuhan. "Karena rencana-Nya, bukan rencana kita," aku Kokro (hlm. 97). Tetapi, semestinya apa yang terjadi, seperih apapun dampaknya, menjadi sarana "untuk lebih mendekat pada-Nya. Untuk lebih memahami dan mensyukuri Kasih-Nya." (hlm. 97).) Ketulusan kasih Lilin untuk menyumbangkan darah yang sangat ia perlukan adalah bentuk syukur akan kasih Tuhan.

Tampaklah bahwa cinta dan ketulusan Lilin-lah keajaiban yang sebenarnya. Lilin alias Sekartaji ingin menjadi bidadari kendati dalam hidupnya, bagi keluarganya, ia memang telah memperlihatkan 'keajaiban bidadari'. Tetapi, ketika ia menyebutkan kata "Mauuu", ia lebih jauh memperlihatkan kualitas 'keajaiban bidadari' yang dikenal keluarganya. Ia memperlihatkan kualitas keajaiban bidadari dalam bentuk yang paling tinggi, belas kasih yang menyentuh hati, yang sanggup membaurkan teriakan hore dan haleluya (bahasa Ibrani, berarti Pujilah Tuhan) menjadi HORELUYA.

Dari sini kita dapat belajar, bahwa ketulusan dan keikhlasan dapat menjelma menjadi keajaiban yang tak terbandingkan.

6 Juni 2008

Aku Juga "Sayang Pada-MU"


……

Andaikan dunia mengusirku dari buminya
Tak akan aku merintih ataupun menangis
Ketidakadilan yang ditimpakan oleh manusia
Bukan alasan bagiku untuk membalasnya
Asalkan, karena ituTuhan menjadi sayang padaku
Segala kehendak-Nya menjadi surga bagi cintaku

……

Merinding sekali saat aku pertama kali mendengarnya dibacakan oleh Bapak Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, Muhammad Nuh. Puisi yang indah dan sarat makna dan satu lagi yang mungkin menjadi alasan utama mengapa syair itu dapat dengan mudah membuat hati semua yang mendengarkannya luluh lantah. Iya sebab puisi itu ditulis dengan hati, dengan penghayatan tinggi dan oleh orang yang memiliki cinta yang amat tinggi kepada Khaliqnya.

Usai dibacakan oleh Pak Menteri, si penulis syair berceletuk “Baru kali ini saya dengar puisi saya dibaca kayak baca surat keputusan menteri…!!??”, “Ggrrrr…..!!!” seisi auditorium bersorak atas celotehan garing tapi ‘mengena’ itu, dan tanpa jeda waktu yang lama kembali syair itu dilantunkan, namun kali ini berbeda, lebih indah, lebih mempesona, lebih semuanya! Syair itu dilantunkan oleh istri si penulis syair dengan diiringi alunan nada indah yang kental dengan nuansa etnis jawa oleh kawan-kawan dari Kyai Kanjeng. Semua terkesima, Syair itu dibawakannya dengan sepenuh penghayatan, dan semakin menyayat kalbu.

Iya, Emha Ainun Najib beserta Kyai Kanjeng dan Novia Kolopaking, serta grup band Letto, berkumpul memeriahkan acara di Auditorium Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam acara Kongres BEM PTAI se-Indonesia Raya ini selain menghadirkan para pengisi acara di atas hadir pula Menkominfo RI Bapak Muhammad Nuh, Menpora Bapak Adhyaksa Dault, Rektor UIN Jakarta Prof.Komarudin Hidayat.

Acara yang bertajuk “Merajut Gerakan Mahasiswa Menuju Kemandirian Bangsa” ini sangat menarik animo mahasiswa untuk berpartisipasi bahkan bukan hanya para civitas akademika UIN Jakarta saja yang memenuhi Auditorium Utama UIN Jakarta, sebab acara yang sebelumnya sempat diumumkan keberlangsungannya melalui pengeras suara di Masjid Fathullah ini mengundang masyarakat sekitar untuk ikut memeriahkan acara akbar yang dihadiri utusan BEM Perguruan Tinggi Agama Islam dari seluruh Indonesia.

Acara langsung dipandu oleh Cak Nun (panggilan akrab Emha Ainun Najib) dengan nuansa damai, Cak Nun beberapa kali tampak berusaha menentralisir suasana ketika forum tiba-tiba menunjukkan tindakan kurang kooperatif, selain itu kedekatan emosional antara Cak Nun dengan Pak Nuh dan Pak komaruddin membuat suasana diskusi semakin mencair.

Saat giliran berbicara, Pak Nuh dengan terang-terangan tidak ingin langsung mengklarifikasi atas kebijakan pemerintak berkitan dengan dinaikkannya harga BBM yang akhir-akhir ini terus menimbulkan serangan dari mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia, beliau justru membuka sesi interaktif seluas-luasnya bagi mahasiswa untuk mempertanyakan segala hal yang ingin mereka pertanyakan termasuk soal BBM.

Dan benarlah, pertanyaan itu pun meluncur. Audience seketika diam, hampir tak terdengar suara apapun yang sebelumnya memenuhi seisi ruangan selain suara Pak Nuh saat memberikan penjelasan. Satu demi satu diterangkan dengan detil, soal APBN, subsidi, harga minyak dunia, dan alasan serta perhitungan dampak yang telah diprediksikan oleh pemerintah akan muncul sebagai buntut dari dinaikkan atau tidak dinaikkannya harga BBM di tahun 2008 ini. Tak ketinggalan program BLT yang ternyata hanya satu part kecil dari usaha pemerintah memberikan kompensasi yang selama ini dituding oleh mahasiswa sebagai langkah pemalasan rakyat, dan lain sebaiknya, saya yakin semua orang yang hadir dan mendengarkan penjelasan Pak Nuh malam itu dapat dipastikan baru ‘terbuka mata’ atas semua kenyataan sebenarnya yang terjadi, dapat dipastikan penjelasan Pak Nuh malam itu telah mematahkan konsep-konsep mereka soal bejatnya pemerintah karena telah menyengsarakan rakyat dengan kenaikan harga BBM.

Malam itu,bukannya kami (mahasiswa) menjadi berhenti untuk membela rakyat, bukan berarti kami (mahasiswa) serta merta membela segala apa yang diputuskan oleh pemerintah, namun bermula dari malam itu setidaknya kami tau bahwa dibalik semua yang terjadi pastilah akan ada penjelasan di baliknya. Sebagaimana cara berpikir yang saya usung dalam tulisan terbaru saya tentang UN yang sedang dalam proses editing di sebuah penerbit untuk segera diterbitkan, dalam buku itu salah satu misi yang saya kemukakan adalah kebiasaan untuk berpikir lebih bijak, sehingga apapun yang kita suarakan nantinya telah berlandaskan atas dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Begitu juga dalam menyikapi kenaikan harga BBM ini, tentunya kami (mahasiswa) akan terus memperjuangkan nasib rakyat dan tentu saja dengan hujatan atau kritikan yang berdasar dan bertanggung jawab.

1 Juni 2008

UN 2008: Setitik Tanya di Tengah Damai

Hari masih gelap saat kami menginjakkan kaki di pelataran SMPN 1 Balaraja Kabupaten Tangerang, tepat pukul 05.00 WIB kami telah bersiap di sana, menunggu datangnya pihak-pihak utusan sekolah dari seluruh sekolah yang merupakan bagian dari rayon 07 yang berpusat di SMPN 1 Balaraja. Setengah jam berselang, Koordinator Tim Pemantau Independen (TPI) beserta kepala Sub Rayon yang sekaligus Kepala Sekolah SMPN 1 Balaraja mengajak kami berkumpul di sebuah ruangan yang dihadiri oleh seluruh TPI-E (TPI tingkat sekolah/madrasah) dan juga dihadiri oleh para kepala sekolah atau ketua pelaksana UN di tingkat sekolah. Usai briefing, para TPI menemui kepala sekolah tempat bertugas masing-masing untuk menyaksikan penyerahan lembar soal dan lembar jawaban UN dari sub rayon ke sekolah, dan di situ TPI bertugas untuk memantau, memeriksa segel dan kelengkapan lainnya serta menandatangani berita acara penyerahan.

Saya yang kebetulan ditugaskan memantau jalannya Ujian Nasional SMP di SMP Islam Al-Falah Kec.kresek bergegas melaksanakan tugas pertama saya, bersama dengan bapak M.Abu Nu’man, S.Pd.I selaku kepala Sekolah sekaligus Ketua Panitia Pelaksana UN di SMP Islam Al-Falah menyiapkan lembar soal beserta LJUN yang diperuntukkan untuk sekolah kami, tak lama berselang panitia pembawa soal yang ditugaskan dari SMP Islam Al-Falah datang untuk menjemput saya beserta Soal dan lembar jawaban UN, sementara Pak Maman (panggilan akrab Bapak Abu Nu’man) mengendarai mobil bersama Kepsek-kepsek lain yang juga dari Kecamatan Kresek.

Sesampainya di lokasi ujian, saya disambut dengan hangat oleh seluruh civitas akademika SMP Islam Al-Falah Kec.Kresek, begitu juga saat para pengawas silang dari SMPN 1 Kec.Kresek datang, mereka menyambut dengan ramah perkenalan saya sehingga tak ada yang tampak canggung maupun kaku atas keberadaan saya di tengah-tengah mereka.

Saat UN dimulai, saya bergegas menuju lokasi ujian setelah menyaksikan penyerahan berkas-berkas ujian dari pihak sekolah (panitia) kepada pengawas silang, pemantauan dimulai dari pengecekan segel soal, pendistribusian soal dan lembar jawaban kepada peserta, kapasitas ruang, peserta ujian, ada dan tidaknya alat bantu untuk peserta ujian, sampai pada hal-hal yang mungkin ditemukan di tempat-tempat tertentu yang dicurigai sebagai bantuan bagi peserta ujian.

Sejauh kemampuan saya dalam memantau UN di SMP Islam Al-Falah yang terdiri dari 109 peserta ujian dan tersebar menjadi 6 ruang, UN di sekolah ini bisa saya kategorikan sangat lancar, mengingat hampir tidak saya temukan hal-hal ganjil yang bisa dianggap sebagai pelanggaran UN, meski begitu bukan berarti sekolah ini mulus dari penyimpangan, sebab di hari pertama saya menemukan adanya alat bantu berupa poster peraga yang masih terpasang di dinding ruangan ujian, memang hal ini adalah sebuah pelanggaran tapi saya masih bisa memakluminya karena saya menganggap hal ini sebuah ketidaksengajaan dari pihak sekolah yang kelupaan untuk menurunkan poster tersebut, oleh karenanya meski di hari pertama saya masukkan dalam kolom pelanggaran namun saya berinisiatif untuk menyampaikan perihal ini kepada pihak kepala sekolah, dan benarlah kepala sekolah tampak sangat menyesal atas kealpaannya sehingga ia berjanji akan menurunkan semua alat peraga yang masih terpasang di ruang ujian esok hari.

Hari-hari selanjutnya tetap tidak ada yang istimewa, semua berjalan dengan baik bahkan bisa dikatakan hampir tidak ada peserta ataupun pengawas yang keluar ruangan saat ujian berlangsung, kegiatan di luar ruang ujian ketika ada yang meninggalkan ruangan pun tetap dalam pantauan saya dan tidak ditemukan penyimpangan apapun.

Kedamaian yang saya dapati di dalam pelaksanaan UN di SMP Islam Al-Falah Kec.Kresek sangatlah di luar dugaan, sebab berdasarkan pengalaman rekan-rekan yang pernah bertugas memantau jalannya UN SMA 2 minggu sebelumnya tampak oleh mereka geliat para tim sukses UN di sekolah yang menarik perhatian, juga pandangan-pandangan tidak bersahabat yang diterima oleh rekan-rekan saya baik dari pihak guru, pengawas, bahkan dari peserta UN sendiri. Bersyukur semua keadaan mengerikan itu tidak saya terima selama melaksanakan tugas pemantauan di SMP Islam Al-Falah Kec.Kresek, bahkan pernah satu kali saat sebelum bel dimulainya ujian berbunyi saya menyempatkan waktu beberapa menit untuk mengunjungi lokasi ujian, tempat dimana siswa sedang membuka-buka kembali materi ujian, di sana saya juga mendapatkan sambutan yang antusias dari mereka, meraka segera mengerubungi saya dan mengajak berkenalan, namun karena khawatir keberadaan saya mengganggu aktivitas belajar mereka maka saya putuskan untuk segera kembali ke ruangan panitia dan pengawas.

Namun semua kedamaian itu justru mengusik saya, hingga pada suatu ketika di hari terakhir UN yakni tanggal 8 Mei 2008 saya berkesempatan untuk berbicara panjang lebar bersama Pak Maman (kepala sekolah SMP Islam Al-Falah Kec.Kresek), dalam sebuah diskusi bernada santai saya mencoba menanyakan kegelisahan yang selama beberapa hari ini coba saya temukan dan nihil yakni soal tidak tampaknya geliat tim sukses di sekolah ini. Dengan diawali dengan senyum, Pak Maman menguraikan bahwa ia yakin sekolahnya telah melakukan yang terbaik untuk siswa, proses belajar mengajar telah diusahakan bisa berjalan seoptimal mungkin, Try Out juga dilaksanakan beberapa kali untuk menunjang serta memprediksi keberhasilan siswa dalam menjawab soal-soal UN.

Dalam kesempatan itu Pak Maman juga menegaskan bahwa dari pihak Sub Rayon yang berkedudukan di SMPN 1 Balaraja juga menginstruksikan kepada pihak-pihak sekolah yang menjadi anggota rayon agar membiarkan UN berjalan sebagaimana mestinya, Pak Aceng Syakur selaku kepala Sub Rayon sekaligus Kepala Sekolah SMPN 1 Balaraja menginstruksikan bahwa selama kegiatan belajar mengajar yang difasilitasi oleh sekolah telah baik dan optimal serta latihan-latiahan juga telah diberikan maka sudah tidak ada yang perlu dilakukan lagi selain pasrah , berdoa, dan menunggu hasil yang terbaik.

Sangat kontras dengan praktek-praktek UN yang terjadi di sekolah-sekolah di daerah lain yang penuh dengan pelanggaran dan kecurangan, terus terang saya sangat terkesima dan menaruh hormat kepada seluruh sekolah yang menjadi anggota rayon 07 yang berpusat di SMPN 1 Balaraja khususnya SMP Islam Al-Falah Kec.Kresek selaku sekolah yang dengan mata kepala saya sendiri saya pantau pelaksanaan UNnya. Dan di akhir perbincangan kami, Pak Maman menguraikan optimisme mereka akan keberhasilan siswa juga berdasarkan atas janji yang diberikan pemerintah daerah Banten yang telah menjanjikan bahwa rakyat di bawah pimpinannya dijanjikan akan meraih kelulusan sebesar 99%, oleh karenanya menurut Pak Maman dikeluarkannya janji yang bernilai prestise bagi daerah Banten tersebut mustahil tanpa perhitungan, oleh karenanya apa pentingnya pihak sekolah melakukan banyak manipulasi UN di tingkat sekolah, sementara pemerintah daerah yang telah menyuarakan janji tentu saja akan menanggung malu jika tidak terbukti, maka Pak Maman menutup diskusi kami dengan kalimat, “Biarlah mereka ‘yang di atas’ (pemerintah, pen) yang telah mengeluarkan janji atas rakyatnya itu yang melakukan ‘permainan’ di tingkat atas”, mendengar hal itu saya tersenyum tipis sambil mengerutkan dahi dan bergumam dalam hati, “Ada apa ini?”.

(note: photo from: www.liputan6.com)

4 April 2008

Telah Fenomenal di Usia Prenatal

Oleh: Dep. Litbang FP2I UIN Jakarta
Diterbitkan dalam FP2I Newspaper Special Edition
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Pendahuluan:
Saat Amanah Menjadikan Kami Lebih Dewasa

Puji syukur senantiasa kami haturkan kepada Dzat Yang telah ada sebelum semua ada, Yang membuat ada semua yang awalnya tidak ada, dan Yang tetap ada saat semua telah tiada.

Shalawat serta salam kami junjungkan kepada pelopor reformasi di zaman keemasan Islam, Nabi Akhiruzzaman, Nabi Muhammad Saw. Andai tiada pernah engkau diutus kepada kami, sungguh cita-cita pengembangan Psikologi Islam yang kami emban tiada pernah bertemu dengan tauladan sesempurna ini.

Divisi Litbang, sebagai satu dari lima divisi yang ada di Forum Pengkajian Psikologi Islam, memfokuskan diri pada ranah penelitian dimana hasil yang dilahirkan dari penelitian-penelitian kami diharapkan dapat membantu terrealisasinya misi besar yakni pengembangan Psikologi Islam sebagai madzhab kelima dalam ilmu Psikologi. Selain itu, divisi ini juga bertanggung jawab untuk mengembangankan eksistensi Forum ini secara lebih signifikan dan lagi-lagi demi membantu semakin berkibarnya Psikologi Islam.

Divisi ini lahir sebagai anak bungsu di FP2I, dikatakan sebagai anak bungsu sebab sejak berdirinya FP2I divisi ini baru dibentuk di pertengahan periode 2005-2006 kemarin. Sebagai anak bungsu, tentu kami pun memulai menjalankan amanah ini berawal dari sebuah perjalanan yang tertatih. Tak hanya itu, bantuan berupa acuan yang kami harapkan dapat kami peroleh dari kinerja yang sudah terrealisasi pada periode sebelum ini pun tak jua kami temukan sebab ternyata bisa dibilang hanya 5% yang mampu terwujud dari keseluruhan rencana yang dicanangkan di periode itu.

Meski tertatih, namun sepenuh hati kami dapatkan support yang luar biasa dari Ketua FP2I hingga langkah kami pun makin tertata, dan lambat laun menjadi lebih mantap tuk songsong masa depan cerah dalam misi pengembanan amanah. (Faiq)

Sekapur sirih di atas menjadi pembuka dalam draft Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) Forum Pengkajian Psikologi Islam (FP2I) dari Departeman Penelitian dan Pengembangan yang dimotori oleh Faiqoh, Rizki Amali, Pitrie Indrayati, dan Vinayanti Marlian. FP2I sebagai salah satu LSO (Lembaga Semi Otonom) yang berdiri di bawah naungan Fakultas Psikologi UIN Jakarta mrupakan LSO yang menjadi pusat perhatian seluruh civitas akademika Fakultas Psikologi UIN Jakarta, disamping selalu mengetengahkan ide-ide cemerlang di setiap kegiatan yang digelar juga para anggota yang menggawangi organisasi ini terhitung sebagai generasi-generasi cemerlang di angkatannya. Sebagai wadah yang diharapkan dapat mengakomodir buah pikir cemerlang mahasiswa khususnya mengenai Psikologi Islam ─yang terbilang madzhab baru dalam ilmu Psikologi─ maka FP2I menjadi satu-satunya forum resminya.

Begitu berartinya keberadaan forum ini, maka keberlangsungannya pun semakin menjadi mutlak diharapkan yang tidak lain berupa hasil-hasil penelitian dan juga pengembangan atas Psikologi Islam itu sendiri.

Tidak berlebihan memang bila dibilang bahwa periode kepengurusan FP2I angkatan 2006-2007 menjadi angkatan paling cemerlang dan berhasil mengangkat nama FP2I setinggi-tingginya, terlihat dari kegiatan-kegiatan yang hampir tak pernah berhenti diselenggarakan dengan beraneka ragam jenisnya, dan hampir semua selalu dapat mengguncang Psikologi bahkan fakultas-fakultas lain di UIN, tidak hanya itu gaung forum yang usianya belum genap 10 tahun ini sampai terdengar di telinga mahasiswa-mahasiswa Psikologi dari Universitas-Universitas terkemuka di Jabodetabek, hingga kunjungan-kunjungan persahabatan pun mulai mengalir.

Segala pencapaian FP2I angkatan 2006-2007 ini tidak lepas dari keberhasilan yang disumbangkan oleh Deperteman Litbang, di usianya yang masih prenatal (baca: sangat muda, red) Departeman ini justru menjadi departeman yang fenomenal, kegiatan-kegiatan yang dilangsungkan oleh departemen ini tidak pernah sepi dari peserta, baik yang diselenggarakan di dalam kampus maupun yang sengaja dikonsep di luar kampus seperti Study Tour and Obsevation yang sempat menggemparkan Fakultas Psikologi. Betapa tidak, besarnya uang kontribusi yang disyaratkan oleh panitia tidak menghalangi besarnya animo peserta untuk mendaftar, bahkan pada hari ditutupnya pendaftaran karena kapasitas yang disediakan memang telah penuh, mahasiswa-mahasiwa masih terus beradatangan untuk mencoba mendapatkan kesempatan menjadi bagian dari acara yang sangat menarik ini.

Tidak salah memang, acara yang langsung diketuai oleh Koordinator Departeman Litbang ini merupakan acara yang sangat menarik, sebab di tengah kejenuhan mahasiswa akan acara-acara seminar yang begitu-begitu saja, acara ini seolah mengobatinya dengan mengajak mahasiswa Psikologi langsung turun ke lapangan untuk mengenal dari dekat pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan atau yang biasa dikenal dengan RSJ Grogol. “Sebagai mahasiswa Psikologi, Skizofrenia bukanlah barang langka sebab hampir di setiap semester akan ditemukan pembahasan mengenainya, namun jika tidak pernah bertemu dengan pasiennya dan hanya berkutat dengan teori dan teori saja di bangku kuliah lantas apa bisa dibilang cukup memahami skizofrenia dengan segudang ke-kompleks-annya?”, ujar Faiqoh selaku ketua pelaksana sekaligus ketua Departeman Litbang

Acara yang juga mendapatkan sambutan hangat dari Dekan Fakultas Psikologi serta didukung langsung oleh Ketua Ikatan Dokter Jiwa Indonesia DR. Fidiansjah, Sp.Kj ini benar-benar menjadi acara fenomenal dan unforgettable yang tentu saja karena pengemasan acara dan materi yang disuguhkan, termasuk juga akomodasi dan fasilitas yang diberikannya termasuk kaos seragam yang wajib dikenakan oleh seluruh peserta yang ternyata didesain sendiri oleh ketua pelaksana.

Meski menetapkan batas maksimal peserta yang ikut di acara ini sebanyak 100 orang (karena pertimbangan keefektifan acara dan kapasitas tempat) , namun panitia dapat mengumpulkannya dalam waktu yang sangat singkat. Keberhasilan acara ini membawa angin segar bagi nama FP2I yang disebut-sebut sebagai pesaing Student Government Fakultas Psikologi (BEM) yang notabene sebagai organisasi paling bergengsi di tingkat fakultas, sebab pada kenyataannya FP2I sebagai lembaga yang seharusnya berhak mendapat bantuan pendanaan dari pihak fakultas karena statusnya sebagai Lembaga Semi Otonom ternyata lebih pantas disebut sebagai Lembaga Seratus Persen Otonom. Kenyataan tersebut justru tidak pernah menghalangi FP2I terus melangkah dengan inovasi-inovasi cerdik, kreatif dan terus melambung jauh meninggalkan BEM Fakultas Psikologi di angkatan yang sama (2006-2007) yang harus rela dibilang ‘mandul’ dari kretivitas


29 Maret 2008

WE WILL GRIEVE NOT, RATHER FIND STRENGTH WHAT REMINDS BEHIND

Saking terlalu hafalnya dengan kata mutiara ini, aku sampai lupa siapa yang merangkainya. Dalam buku Autobiografi berjudul ”Menerobos Kegelapan" yang merupakan terjemahan dari "The Spiral Staircase: My climb Out of Darkness" milik Karen Armstrong, aku serta merta terhenyak saat membacanya, bukan hanya terhenyak, antara tertohok, malu, merasa bodoh, dan menangis khilaf beradu merasuki perasaan di alam sadarku. Ungkapan ini bukan hanya ‘dalam’ alias sarat makna, namun sudah sampai pada taraf mutlak untuk teraplikasi dalam ranah nyata sehari-hari manusia, manusia yang seperti apakah? tentu saja meraka yang tidak pernah punya keinginan untuk terus-terusan berada dalam keterpurukan. .

Aku sadar atas segala keterbatasanku sebagai manusia, aku sadar atas segala kelemahanku yang tiada daya, aku sadar atas segala ketidakberdayaanku atas nihilnya kuasa. Namun akankah semua itu membuat kita layak untuk diam dalam keterpurukan?

Dalam hidup, siapakah yang akan luput dari permasalahan? Siapakah yang akan berjalan mulus tanpa aral? Siapakah yang bisa menjadi lebih dewasa tanpa upaya mencari pelita atas kegelapan?

Aku pernah marah kepada dunia atas apa yang menimpaku, aku pernah berteriak pada matahari kala aku merasa terdzalimi, aku pernah enggan menyapa-Nya karena merasa telah diperlakukan tidak adil, aku pernah menutup mulut rapat sebab berat bagiku untuk memberi maaf.

We Will Grieve Not, Rather Find Strength What Reminds Behind (tak akan kami meratap, tapi mencari dalam apa yang tersisa). Iya, sebab memang kita tidaklah selayaknya berlama-lama membiarkan diri kita terpuruk dalam satu keadaan tanpa berusaha untuk mencari jalan menuju ke arah perbaikan, sementara dengan meratapi, menyalahkan bahkan melampiaskan atas kehancuran yang pernah terjadi hanya akan mengantarkan kita ke dalam kubangan derita yang tanpa penghujung.

Kini, aku menangis. Betapa tidak bijaknya aku, bukankah manusia hidup untuk menghamba? Lantas kenapa aku harus marah, merasa terdzalimi, enggan bersimpuh, serta enggan menebar maaf, sementara permasalahan tidak akan pernah berhenti untuk bergulir, sementara tidak pernah ada jalan tanpa aral, dan sementara tiada pernah akan ditemukan cercah cahaya tanpa pelita. Aku malu, harusnya aku sadar penuh bahwa Allah-lah yang menulis scenario ini semua, dan Allah pulalah jawaban atas segalanya.

Sekarang, masihkah kita tak hendak bangkit, picingkan mata tajamkan telinga, kaislah hikmah di balik semua masalah. Sibaklah jalan-Nya, sebab Dia lebih tahu dari apa yang kita mau.


TRAINING MOTIVASI

Belum hilang rasa lelahku setelah 18 jam menempuh perjalanan bus Surabaya- Jakarta, begitu sampai di kost pukul 9.00 aku bergegas menyalakan laptop dan mematangkan materi yang masih belum rapi dengan ditambah beberapa materi yang diberikan Rizki Amali (pimpinan tim trainer di club training kami, "Star Act Development Centre"), sesekali aku melirik jam tangan yang masih setia bertengger di pergelangan tangan kiriku, menurut jadwal acara akan dimulai pukul 10.00 sementara aku harus finishing materi, mandi dan makan pagi sebelum panitia datang menjemputku.

Oke, selesai. Tepat jam 10.00 handphone berbunyi tanda SMS masuk yang ternyata dari sang ketua pelaksana acara dan mengabarkan bahwa panitia yang akan menjemputku sudah bertolak menuju rumah kostku, aku segera merapikan laptop dan beberapa atribut yang lain dan kemudian baru merapikan diri.

Pukul 10.20 aku sudah sampai di lokasi acara yakni MTs Jamiyyatul Khair, saat aku datang sedang berlangsung sambutan dari Kepala Sekolah MTs yang bersangkutan, semua peralatanku kuserahkan kepada panitia agar segera disiapkan sebab aku harus duduk manis mendengarkan sambutan Pak Kepsek untuk menghormati acara ceremonial itu.

Sungguh luar biasa, berdasarkan penuturan beliau (kepsek, pen), acara pelatihan seperti ini baru pertama kalinya digelar di sekolah ini dan beliau berharap banyak agar acara ini memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan siswa-siswa MTs Jamiyyatul Khair.

Kendali langsung diserahkan kepadaku begitu rangkaian acara pembuka usai, siswa-siswi mulai tampak antusias mengikuti acara training yang bertajuk Training Motivasi “Kiat Sukses dalam Menulis” ini. Aku sebagai pembicara tunggal dalam acara ini bisa dengan leluasa mengeksplor peserta yang terdiri dari para pengurus dan anggota OSIS.

Materi demi materi terus kugulirkan, yel-yel penuh semangat juga kuajarkan agar tak ada satupun dari mereka yang bosan dengan acara ini, beruntung dari keseluruhan tampak excited dengan apa-apa yang kusampaikan, belum lagi semangat mereka saat kutampilkan beberapa movie-movie pendek yang mengisyaratkan kisah-kisah sukses dengan bermodalkan motivasi yang kukuh.

Riuh rendah suara peserta saat mengikuti semua proses acara siang hari itu, sesekali mereka serempak berkata “Wow…!”, lantas tergelak begitu ada tampilan yang cukup menggelitik dan konyol, sorak sorai pun bergemuruh saat beberapa kali kulemparkan kuis dengan pertanyaan-pertanyaan ringan, belum lagi ketika kuajak mereka serempak menjawab “Alhamdulillah, luar biasa, Allahu Akbar” ala pesantren Daarut Tauhid saat kutanyakan bagaimana keadaan mereka, dan juga mereka akan serempak menjawab dengan kata “Yes” saat kutanya “Are You Ready?”. Sempat pula ada sesi dimana para peserta tercekat dan tidak habis pikir atas kesalahan fatal akibat terkecoh dengan tes IQ yang kuberikan, tampak sederhana tentunya tapi tak dinyana justru karena terlalu sepele itulah mereka semua terkecoh hingga tak satupun yang memberikan jawaban dengan benar. Dan saat mereka tersadar akan kekonyolan yang mereka perbuat sendiri, seisi ruangan semakin heboh.

Suasana semakin semarak saat kebiasaanku mulai meluncur dengan ‘mengolok-olok’ panitia karena kalah dengan peserta dalam simulation games yang kukondisikan di dalam ruangan itu. Sebagaimana yang telah kuduga, sang panitia acara yang tidak lain adalah guru Praktek Kerja Lapangan yang telah beberapa bulan bertugas mengajar di sana seketika nyengir melihat tingkah lakuku yang sebenarnya sudah berusaha diantisipasinya sedari awal. Memang, saat membahas acara ini dia sudah mengemukakan kekhawatirannya akan dipermalukan, sebab berdasarkan pengalaman dia telah beberapa kali mengikuti training dengan aku sebagai pengisinya, dan di setiap training itu pula ia selalu mendapati aku tidak pernah melewatkan sesi simulation games yang selalu saja panitia akan menjadi korbannya, what a pity you are! (kasian deh lo!).

Acara ditutup dengan permainan uji konsentrasi berupa mematahkan pensil dengan menggunakan satu jari yakni jari kelingking, peserta semakin bergemuruh atas intstruksi yang menurut mereka mustahil dilakukan, hingga aku memberikan contoh kepada meraka dan sontak membuat seluruh isi ruangan bersorak memberikan applause yang meriah. Lantas aku pun segera memberikan instruksi lebih spesifik dengan beberapa sugesti kepada semua peserta yang telah siap menghadap pensil masing-masing yang berada dalam genggaman kedua tangan teman di sampingnya, dan 1… 2…3…, prak! Hampir 50% dari mereka bisa mematahkan pensil, semua peserta kegirangan bukan main merasa dirinya hebat (mungkin mereka merasa seperti telah melakukan atraksi debus kali ya?! Ah whatever lah!), hal yang sama kemudian dilakukan oleh siswa-siswa yang lain yang tadi belum mendapatkan giliran, unfortunately, pada sesi yang kedua ini tidak ada satupun yang bisa mematahkan pensil dalam kesempatan pertama, namun ada beberapa yang akhirnya berhasil di kesempatan selanjutnya. Yah, apapun yang terjadi setidaknya mereka telah memiliki keinginan untuk menghancurkan segala penghalang cita-cita meraka yang terrefleksikan dari permainan mematahkan pensil ini, dari sini juga mereka bisa belajar akan pentingnya konsentrasi dan sudah bisa menyerap sugesti motivasi yang kuberikan.

Acara ditutup dengan doa dan peserta membubarkan diri tepat pukul 13.30. Hari ini aku belajar banyak dari acara ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kesempatan padaku untuk menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Amin. Khairun naas anfa'uhum lin naas.

18 Januari 2008

Tepis Hari yang Sedih, Rengkuh Gemilang Pagi Hari

Kutatap langit
Tak kutemukan
Kuarahkan pandangan
Tak mampu kudapatkan
Kutengok ke belakang
Tak jua tampak


Memang…
Tlah kulewati tahunku dengan prestasi yang tak membahana
Tlah kuhempaskan nafas dengan tanpa mutiara sebagai hasilnya
Tlah kututup bukuku dengan warna sederhana

Layakkah aku meratap?
Layakkah aku meronta ingin kembali?
Layakkah aku mengutuk diri?
Layakkah aku diam lumpuh, sementara kaki masih harus terus melangkah?
Layakkah aku berhenti dan memejamkan mata, sementara nafas ini masih harus dipacu?
Layakkah aku…?

Tuhan…
Izinkan aku terus memupuk iman ini…
Izinkan aku menjadi insanMU yang bisa membuat dunia ini tersenyum
Izinkan aku merengkuh kebahagiaan yang sempurna

Tentu, wahai Tuhan…
Bukan PR yang mudah bagi insanMU yang kerdil ini
Bukan janji yang ringan bagi sahayaMU yang tanpa daya ini

Namun…
KebesertaanMU adalah kekuatanku
Kasih sayangMU adalah nyawaku
RidloMU
adalah penyempurna semua ikhtiyar ini

Gegap gempita pembuka tahun baru dikumandang-siarkan di seluruh penjuru bumi, sorak sorai makhluk bumi menyambut pergantian tahun yang tak pernah mengenal sepi. Ibu Kota bergemuruh tawarkan berjuta keindahan pesta yang semua orang ingin menjadi saksi atas kemewahannya. TMII, Monas, Ancol, dibanjiri manusia dengan tujuan yang sama meski bukan atas perintah komandan yang sama.

Aku diam, hendakkah aku menyatukan diriku di tengah kebahagiaan manusia seisi bumi ini? Hendakkah aku turut meneriakkan mundur deretan angka menuju detik bergantinya tahun? Hendakkah aku menenggelamkan diri ke dalam lautan manusia yang telah siap meniupkan terompet layaknya proklamator pergantian tahun?

Iya, aku memang melakukan sesuatu, aku memang haru ikut bersibuk ria di malam yang tak berlangsung tiap hari itu, aku memang hendak turut berteriak di malam yang semua orang tak pernah akan lupa akan kedatangannya itu. Namun, kudapati aku yang berlumur dosa dan berkecambah nista ini, merasa begitu tidak pantasnya jika setelah melewati malam ini aku mematut wajah di depan cermin masih dengan wajah yang sama dengan kemarin. Dan begitu malunya diri ini jika sampai embun sebelum cahaya yang kusentuh di hari pertama tahun yang baru ini mendapati aku dengan pakaian dosa yang tak sempat kubersihkan di penutup malam ini.

Nas'aluKA Yaa Man Huwa Allohu Alladzii laa ilaaha illa Huwa
ArRohmaan, ArRohiim, AlMalik, AlQudduus, AsSalaam, AlMu'min, AlMuhaimin, Al'Aziiz, AlJabbaar………………

Kuterbenam di antara lautan hamba Alloh yang memadati area komplek Masjid AtTiin TMII. Bersama Ustadz Arifin Ilham, kami mencoba meruntut rangkaian butir-butir dosa sepanjang usia yang telah dikenyam, mengalunkan dzikir dan tasbih mengagungkan namaNYA, memuhasabah-i diri atas kekhilafan yang harus segera dimohonkan ampun atasnya, menumpahkan air mata penyesalan atas semua kedzaliman terhadap Sang Pemilik Nirwana, meneguhkan hati atas sebuah pertaubatan sempurna demi menggapai RidloNYA.

Terbuai dalam jernih embun tetesan Cinta
Terkulai dalam kemanjaan Kasih dan MaghfirahNYA
Kubersujud memohon diampuninya diri atas lumpur dosa yang terlah diperbuat
Kujatuhkan diri serendah-rendahnya karena aku memang tak mampu tegak di hadiratMU
Tangisku meledak
Ratapku mengisak

Alloh…..
Beri aku kesempatan tuk abdikan diri, jiwa dan cinta ini hanya untukMU,
untuk kesempurnaan penghambaan kepadaMU
Beri aku kesempatan terus berjalan dan menatap masa depan dengan senyum dan cinta terindahMU.

17 Januari 2008

SANDARAN HATI


Yakinkah ku berdiri di hampa tanpa tepi bolehkah aku mendengar-Mu

Terkubur dalam emosi tak bisa bersembunyi aku dan nafasku merindukan-Mu
Terpurukku di sini teraniaya sepi dan kutahu pasti Kau menemani
Dalam hidupku kesendirianku

Teringatku teringat pada janji-Mu kuterikat
Hanya sekejap kuberdiri ku lakukan sepenuh hati

Tak peduli ku tak peduli siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti jika Kaulah sandaran hati

Inikah yang Kau mau benarkah ini jalan-Mu hanyalah Engkau yang kutuju
Pegang erat tanganku bimbing langkah kakiku aku hilang arah tanpa hadir-Mu
Dalam gelapnya malam hariku

Saat kali pertamanya saya secara tidak sengaja mendengar lagu ini terlantun apik dari Winamp di PC salah seorang teman di rumah kostnya, terus terang saya tersentak kaget dan seolah dipaksa untuk kembali mendengarkannya untuk kedua kali. Segera saya menanyakan soal siapa pelantun lagu tersebut yang kemudian saya ketahui bahwa lagu tang berjudul Sandaran Hati itu adalah lagu yang dipopulerkan oleh sebuah Group Band yang baru saja ikut meramaikan kancah perindustrian musik di Indonesia, Letto. Dari situ saya hanya bisa berdecak kagum terhadap pengarang lagu serta penulis lirik yang saya anggap cukup menyita perhatian saya. Melihat ketertarikan saya yang besar terhadap lagu itu, maka teman saya tersebut menyodorkan selembar kertas bertulskan lirik lagu indah itu secara lengkap yang sempat dia tulis meski masih berantakan.

Benarlah dugaan saya, bahwa lagu itu tidak hanya sekedar syair-syair biasa yang dilantunkan oleh seorang Vokalis group band, namun lebih dari itu, bait-bait indah itu menyimpan makna yang sungguh mempesona ketika coba untuk didefinisikan.

Sebuah nyanyian hati seorang hamba yang memiliki kesadaran yang sungguh luar biasa atas kekerdilan dirinya di hadapan Sang Ilahi, yang dengan kepasrahan penuh sengaja ia gantungkan segala ketidakberdayaannya sebagai sahaya Tuhan sehingga menumbuhsuburkan keikhlasannya atas skenario besar yang dimainkan oleh Sang Maha Segala terhadap dirinya. Hingga pada titik puncak penyerahan jiwa dan raganya lenyaplah segala kekhawatiran akan kesendirian hidup, kesepian ruhani, maupun kekosongan naluri, sebab keyakinan akan kebesertaan Allah dalam setiap helaan nafasnya adalah pilar untuk terus maju menapaki hidup dengan bertopang pada Allah ‘Azza wa Jalla sebagai Sandaran Hatinya, hingga tiada lagi kesedihan ataupun bahkan keterpurukan yang tak lain adalah scenario Sang Maha Perkasa yang praktis merupakan media pembelajaran hidup menuju insan yang diridloi.
(Yakinkah ku berdiri di hampa tanpa tepi bolehkah aku mendengar-Mu
Terkubur dalam emosi tak bisa bersembunyi aku dan nafasku merindukan-Mu
Terpurukku di sini teraniaya sepi dan kutahu pasti Kau menemani
Dalam hidupku kesendirianku)

(Tak peduli ku tak peduli siang dan malam yang berganti
Sedihku ini tak ada arti jika Kaulah sandaran hati)


Kembali dada saya tersentak haru oleh dendang lagu pada bait-bait berikutnya.
Teringatku teringat pada janji-Mu kuterikat
Bagaimana tidak, serasa dipaksa untuk kembali bermuhasabah atas kelalaian tak termaafkan.
Robbanaa Dhalamnaa anfusanaa wa in lam taghfir lanaa lanakuunanna min al-khaasiriin

Entah masih pantaskah kita mengaku sebagai hamba-Nya yang beriman, sementara kita seolah lupa dengan saat-saat di mana Allah SWT mengambil sumpah atas ruh-ruh manusia untuk mengikrarkan janji setia sebagai hamba yang berkewajiban senantiasa menegakkan syari’at serta sunnatullah di hamparan alam semesta layaknya seorang khalifatullah.
Harusnya kita selalu sadar bahwa kehidupan yang telah Allah anugerahkan kepada kita saat ini adalah sebuah medan di mana kita harus menunaikan janji kita kepada-Nya yang telah kita ikrarkan dalam Alam Musyahadah.
Alastu bi Robbikum?
Qooluu: Balaa, syahidnaa...
Lalu mengapa, masih saja kita tak hendak beranjak dari kedzaliman yang kita perbuat terhadap diri kta sendiri ini?


Wa ma al-hayaatu ad-dunya illaa qaliil
Memang, harus selalu disadari bahwa kehidupan di dunia yang selalu kita agung-agungkan ini semuanya adalah sementara. Tak lebih dari sekejap seperti yang digambarkan dalam lagu di atas
(Hanya sekejap kuberdiri ku lakukan sepenuh hati)
namun, yang perlu kita pahami bukan hanya terletak pada seberapa lama kehidupan fana ini kita jalani, melainkan juga seberapa maksimal kita mengisi kehidupan ini dengan ketakwaan sebagai bekal amal ibadah yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di Hari Perhitungan. Oleh sebab itu, sebagaimana yang tersurat dalam lanjutan bait syair milik Letto di atas yakni keteguhan untuk menjalankan perintah Tuhan dengan sepenuih hati mengingat begitu singkatnya waktu yang Allah berikan kepada kita dalam mengumpulkan bekal hidup di alam kekekalan, akhirat.

Inikah yang Kau mau benarkah ini jalan-Mu hanyalah Engkau yang kutuju
Pegang erat tanganku bimbing langkah kakiku aku hilang arah tanpa hadir-Mu
Dalam gelapnya malam hariku

Laa haula wa laa quwwata illa billahi al-'Aliyy al-'Adhiim
Tiada daya ataupun upaya melainkan atas pertolongan Allah Subhaanahu wa Ta’ala

Andai Kau Tahu

Tak jua kunjung beranjak, hujan mnegguyur Jakarta tanpa permisi, di saat semua terlelap di peraduan, mengistirahatkan raga yang lelah terbanting penuhi tuntutan kehidupan. Banjir rutin lima tahunan tak lagi peduli siapa yang akan menjadi korbannya, tak kenal miskin atau kaya, kaum papa ataukah para platinum society, semua terlahap habis disapu air bah. Rumah tenggelam, harta benda terhanyutkan, para keluarga terpisah dari sanaknya, sawah-sawah tersulap menjadi danau.

Ironis memang, namun apa hendak dikata, dan siapa hendak dibantah, tak jua akan dapat menghentikan musibah.

Jelas dan tak dapat lagi kita mengelak jika memang telah tersurat dalam firman-Nya bahwa segala kerusakan yang terjadi di muka bumi ini tidak lain adalah sebab tangan-tangan manusia.

Dhoharo al-fasaadu fi al-barri wa al-bahri bi maa kasabat aydiy an-naas.

Namun apa guna meratap, apa guna menyesali, toh sapuan air bah tetaplah terjadi.

Seolah dikomando, masyarakat dengan inisiatif mereka masing-masing bahu membahu melakukan evakuasi warga yang terisolir di rumah-rumah mereka yang tinggal atap. Subhaanallah, Maha Suci Allah. Jika tiada air bah, sulit rasanya dapat kita saksikan pemandangan seperti ini di Jakarta. Tak kenal kawan, tak kenal lawan, semua adalah saudara yang harus dilindungi dan diselamatkan. Daya kreatifitas mereka pun tumbuh dengan sangat mempesona, mengulurkan tali demi membantu saudaranya keluar dari kepungan air, mendirikan posko-posko bantuan kesehatan serta air bersih, bahkan banyak pula kita temui dapur-dapur umum yang sengaja dibangun secara darurat demi menyuplai makanan bagi saudara-saudara yang lain

Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Di balik sebuah musibah pastilah terselip hikmah yang sangat indah jika kita dapat merenungkannya. Persaudaraan, kepedulian, kebersamaan, kesetaraan. Bahkan dalam sebuah wawancara yang saya saksikan di sebuah stasiun televisi, seorang korban banjir dari kalangan ekonomi atas mengutarakan sebuah kesadaran yang teramat menyentuh, “ Bukan Honda saya yang menyelamatkan, bahkan Kijang saya pun tak mampu memberikan bantuan, namun justru saudara-saudara saya yang tinggal di wilayah kumuh di belakang rumah lah yang dikirim Tuhan untuk kami sekeluarga”. Subhaanallah.

11 Januari 2008

Harus Adil Sudah Sejak dalam Pikiran

Terpaksa, itulah awal dari akhirnya saya mau menyentuh buku ini, betapa tidak! Saya yang memang terbiasa tersugesti oleh judul serta cover buku sebelum akhirnya berkenan membacanya itu tentu sediktpun tidak ada rasa tertarik untuk melahap habis novel jadul (jaman dulu) yang satu ini. Tapi teman sekamar saya tetap saja ngotot untuk memaksa saya membacanya dengan jaminan "Loe nggak akan nyesel deh, pokoknya!" begitulah janji yang dia lontarkan sambil menyerahkan novel berjudul BUMI MANUSIA.

Sebuah tetralogi karya sang Maestro Sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Cukup membosankan awalnya, namun semakin saya paksakan untuk menyelesaikan bacaan saya itu mulailah tumbuh rasa penasaran yang membahana, entah apa pemicu utamanya yang jelas saya merasa buku yang saya baca itu sangat jauh berbeda dengan novel-novel yang biasa saya baca.

Seolah diayun-ayun, naik-turun saya dibawa ikut larut terbuai dalam alur cerita tempoe doeloe yang disuguhkan dalam novel ini. Hingga sampailah pada satu scene dimana saya menemukan sebuah ungkapan yang keluar dari salah seorang tokoh yang ikut andil dalam keseluruhan cerita yang menokohkan seorang Pribumi bernama Minke ini. Ungkapan yang mau tak mau memaksa saya untuk sedikit keras dalam berfikir menyelami dan mendapatkan pemaknaan yang tepat, "Harus Adil sudah Sejak dalam Pikiran"

Kesan pertama saat membaca kalimat itu adalah "Wah gila, dahsyat banget kalimat ini, dalem!". Keluarnya komentar itu dari mulut saya bukan berarti serta merta saya sudah mendapatkan kesempurnaan maknanya. Sekali, dua kali, tiga kali, saya coba mengulangi sambil berkerut dahi dan akhirnya setelah bab demi bab terus saya telusuri barulah saya bisa berkata "Ooo… Aku ngerti…!"

Harus Adil Sudah Sejak dalam Pikiran. Tepat sekali, banar-benar kalimat yang sangat brilliant. Bagaimana tidak, di kehidupan real (nyata) baik saat kita menjadi individu ataupun sebagai makhluk sosial, keadilan adalah kunci sebuah kesejahteraan sebab ketidakadilan lah yang hampir selalu membuat kehidupan di dunia ini menjadi tidak harmonis. Tentu semua orang akan setuju akan hal itu, namun pernahkah kita sadar kapan kedilan itu harus ditegakkan?

Dalam ungkapan pendek yang saya cermati dari novel Bumi Manusia ini, saya temukan sebuah jawaban yang entah pertanyaannya pernah dimunculkan ataukah tidak di muka bumi ini, yang jelas harus kita pahami dan yakini bahwa bahkan hanya di alam fikiran saja kita tidak diperkenankan untuk berbuat tidak adil. Lantas seperti apakah sebenarnya contoh dari ketidakadilan dalam fikiran ini? Entah sudah anda sadari atau belum, sebab tindakan itu pasti bukan hal yang asing lagi bagi manusia, satu perilaku yang sering dianggap ringan dan biasa diperbuat namun tragisnya sering tidak disadari ketidaktepatan serta dampaknya. Iya, perbuatan itu tidak lain adalah Suudhdhon atau Negative Thinking.
Astagfirulloh al-'Adhiim…

10 Januari 2008

DEMI MASA (Renungan di Penghujung Tahun)

Seorang pelari yang meraih medali perak Olimpiade bisa merasakan betapa pentingnya makna satu mili detik. Orang yang selamat dari kecelakaan bersyukur atas waktu satu detik untuk bisa menyelamatkan iri. Orang yang ketinggalan kereta tentu menyesali keterlambatannya datang ke stasiun meski hanya satu menit. Pemuda yang sedang menunggu kekasihnya bisa merasakan betapa lamanya waktu satu jam. Seorang pekerja harian merasakan bermaknanya waktu satu hari. Seorang editor majalah mingguan paham benar bagaimana singkatnya waktu satu minggu. Ibu yang melahirkan bayi premature berangan seandainya saja ia melahirkan bulan depan. Seorang siswa yang gagal dalam ujian kenaikan kelas, menatap dengan pandangan kosong panjangnya waktu satu tahun. Orang yang sudah mati… menyadari sungguh bermaknanya arti kehidupan.


Untuk memahami makna SATU TAHUN
Tanyalah seorang siswa yang gagal dalam ujian kenaikan kelas

Untuk memahami makna SATU BULAN
Tanyalah seorang ibu yang melahirkan bayi premature

Untuk memahami makna SATU MINGGU
Tanyalah seorang editor majalah mingguan

Untuk memahami makna SATU HARI
Tanyalah seorang pekerja dengan gaji harian

Untuk memahami makna SATU JAM
Tanyalah seorang gadis yang sedang menunggu kekasihnya

Untuk memahami makna SATU MENIT
Tanyalah seseorang yang ketinggalan kereta

Untuk memahami makna SATU DETIK
Tanyalah seseorang yang selamat dari kecelakaan

Untuk memahami makna SATU MILI DETIK
Tanyalah seorang pelari yang meraih medali perak Olimpiade

Dan akhirnya, sadarkah anda bahwa waktu terus berlalu?
Siapkah Anda mempertanggungjawabkan kepada Allah
Bagaimana Anda menggunakan setiap mili detik waktu Anda?