29 Maret 2008

WE WILL GRIEVE NOT, RATHER FIND STRENGTH WHAT REMINDS BEHIND

Saking terlalu hafalnya dengan kata mutiara ini, aku sampai lupa siapa yang merangkainya. Dalam buku Autobiografi berjudul ”Menerobos Kegelapan" yang merupakan terjemahan dari "The Spiral Staircase: My climb Out of Darkness" milik Karen Armstrong, aku serta merta terhenyak saat membacanya, bukan hanya terhenyak, antara tertohok, malu, merasa bodoh, dan menangis khilaf beradu merasuki perasaan di alam sadarku. Ungkapan ini bukan hanya ‘dalam’ alias sarat makna, namun sudah sampai pada taraf mutlak untuk teraplikasi dalam ranah nyata sehari-hari manusia, manusia yang seperti apakah? tentu saja meraka yang tidak pernah punya keinginan untuk terus-terusan berada dalam keterpurukan. .

Aku sadar atas segala keterbatasanku sebagai manusia, aku sadar atas segala kelemahanku yang tiada daya, aku sadar atas segala ketidakberdayaanku atas nihilnya kuasa. Namun akankah semua itu membuat kita layak untuk diam dalam keterpurukan?

Dalam hidup, siapakah yang akan luput dari permasalahan? Siapakah yang akan berjalan mulus tanpa aral? Siapakah yang bisa menjadi lebih dewasa tanpa upaya mencari pelita atas kegelapan?

Aku pernah marah kepada dunia atas apa yang menimpaku, aku pernah berteriak pada matahari kala aku merasa terdzalimi, aku pernah enggan menyapa-Nya karena merasa telah diperlakukan tidak adil, aku pernah menutup mulut rapat sebab berat bagiku untuk memberi maaf.

We Will Grieve Not, Rather Find Strength What Reminds Behind (tak akan kami meratap, tapi mencari dalam apa yang tersisa). Iya, sebab memang kita tidaklah selayaknya berlama-lama membiarkan diri kita terpuruk dalam satu keadaan tanpa berusaha untuk mencari jalan menuju ke arah perbaikan, sementara dengan meratapi, menyalahkan bahkan melampiaskan atas kehancuran yang pernah terjadi hanya akan mengantarkan kita ke dalam kubangan derita yang tanpa penghujung.

Kini, aku menangis. Betapa tidak bijaknya aku, bukankah manusia hidup untuk menghamba? Lantas kenapa aku harus marah, merasa terdzalimi, enggan bersimpuh, serta enggan menebar maaf, sementara permasalahan tidak akan pernah berhenti untuk bergulir, sementara tidak pernah ada jalan tanpa aral, dan sementara tiada pernah akan ditemukan cercah cahaya tanpa pelita. Aku malu, harusnya aku sadar penuh bahwa Allah-lah yang menulis scenario ini semua, dan Allah pulalah jawaban atas segalanya.

Sekarang, masihkah kita tak hendak bangkit, picingkan mata tajamkan telinga, kaislah hikmah di balik semua masalah. Sibaklah jalan-Nya, sebab Dia lebih tahu dari apa yang kita mau.


TRAINING MOTIVASI

Belum hilang rasa lelahku setelah 18 jam menempuh perjalanan bus Surabaya- Jakarta, begitu sampai di kost pukul 9.00 aku bergegas menyalakan laptop dan mematangkan materi yang masih belum rapi dengan ditambah beberapa materi yang diberikan Rizki Amali (pimpinan tim trainer di club training kami, "Star Act Development Centre"), sesekali aku melirik jam tangan yang masih setia bertengger di pergelangan tangan kiriku, menurut jadwal acara akan dimulai pukul 10.00 sementara aku harus finishing materi, mandi dan makan pagi sebelum panitia datang menjemputku.

Oke, selesai. Tepat jam 10.00 handphone berbunyi tanda SMS masuk yang ternyata dari sang ketua pelaksana acara dan mengabarkan bahwa panitia yang akan menjemputku sudah bertolak menuju rumah kostku, aku segera merapikan laptop dan beberapa atribut yang lain dan kemudian baru merapikan diri.

Pukul 10.20 aku sudah sampai di lokasi acara yakni MTs Jamiyyatul Khair, saat aku datang sedang berlangsung sambutan dari Kepala Sekolah MTs yang bersangkutan, semua peralatanku kuserahkan kepada panitia agar segera disiapkan sebab aku harus duduk manis mendengarkan sambutan Pak Kepsek untuk menghormati acara ceremonial itu.

Sungguh luar biasa, berdasarkan penuturan beliau (kepsek, pen), acara pelatihan seperti ini baru pertama kalinya digelar di sekolah ini dan beliau berharap banyak agar acara ini memberikan manfaat yang besar bagi kemajuan siswa-siswa MTs Jamiyyatul Khair.

Kendali langsung diserahkan kepadaku begitu rangkaian acara pembuka usai, siswa-siswi mulai tampak antusias mengikuti acara training yang bertajuk Training Motivasi “Kiat Sukses dalam Menulis” ini. Aku sebagai pembicara tunggal dalam acara ini bisa dengan leluasa mengeksplor peserta yang terdiri dari para pengurus dan anggota OSIS.

Materi demi materi terus kugulirkan, yel-yel penuh semangat juga kuajarkan agar tak ada satupun dari mereka yang bosan dengan acara ini, beruntung dari keseluruhan tampak excited dengan apa-apa yang kusampaikan, belum lagi semangat mereka saat kutampilkan beberapa movie-movie pendek yang mengisyaratkan kisah-kisah sukses dengan bermodalkan motivasi yang kukuh.

Riuh rendah suara peserta saat mengikuti semua proses acara siang hari itu, sesekali mereka serempak berkata “Wow…!”, lantas tergelak begitu ada tampilan yang cukup menggelitik dan konyol, sorak sorai pun bergemuruh saat beberapa kali kulemparkan kuis dengan pertanyaan-pertanyaan ringan, belum lagi ketika kuajak mereka serempak menjawab “Alhamdulillah, luar biasa, Allahu Akbar” ala pesantren Daarut Tauhid saat kutanyakan bagaimana keadaan mereka, dan juga mereka akan serempak menjawab dengan kata “Yes” saat kutanya “Are You Ready?”. Sempat pula ada sesi dimana para peserta tercekat dan tidak habis pikir atas kesalahan fatal akibat terkecoh dengan tes IQ yang kuberikan, tampak sederhana tentunya tapi tak dinyana justru karena terlalu sepele itulah mereka semua terkecoh hingga tak satupun yang memberikan jawaban dengan benar. Dan saat mereka tersadar akan kekonyolan yang mereka perbuat sendiri, seisi ruangan semakin heboh.

Suasana semakin semarak saat kebiasaanku mulai meluncur dengan ‘mengolok-olok’ panitia karena kalah dengan peserta dalam simulation games yang kukondisikan di dalam ruangan itu. Sebagaimana yang telah kuduga, sang panitia acara yang tidak lain adalah guru Praktek Kerja Lapangan yang telah beberapa bulan bertugas mengajar di sana seketika nyengir melihat tingkah lakuku yang sebenarnya sudah berusaha diantisipasinya sedari awal. Memang, saat membahas acara ini dia sudah mengemukakan kekhawatirannya akan dipermalukan, sebab berdasarkan pengalaman dia telah beberapa kali mengikuti training dengan aku sebagai pengisinya, dan di setiap training itu pula ia selalu mendapati aku tidak pernah melewatkan sesi simulation games yang selalu saja panitia akan menjadi korbannya, what a pity you are! (kasian deh lo!).

Acara ditutup dengan permainan uji konsentrasi berupa mematahkan pensil dengan menggunakan satu jari yakni jari kelingking, peserta semakin bergemuruh atas intstruksi yang menurut mereka mustahil dilakukan, hingga aku memberikan contoh kepada meraka dan sontak membuat seluruh isi ruangan bersorak memberikan applause yang meriah. Lantas aku pun segera memberikan instruksi lebih spesifik dengan beberapa sugesti kepada semua peserta yang telah siap menghadap pensil masing-masing yang berada dalam genggaman kedua tangan teman di sampingnya, dan 1… 2…3…, prak! Hampir 50% dari mereka bisa mematahkan pensil, semua peserta kegirangan bukan main merasa dirinya hebat (mungkin mereka merasa seperti telah melakukan atraksi debus kali ya?! Ah whatever lah!), hal yang sama kemudian dilakukan oleh siswa-siswa yang lain yang tadi belum mendapatkan giliran, unfortunately, pada sesi yang kedua ini tidak ada satupun yang bisa mematahkan pensil dalam kesempatan pertama, namun ada beberapa yang akhirnya berhasil di kesempatan selanjutnya. Yah, apapun yang terjadi setidaknya mereka telah memiliki keinginan untuk menghancurkan segala penghalang cita-cita meraka yang terrefleksikan dari permainan mematahkan pensil ini, dari sini juga mereka bisa belajar akan pentingnya konsentrasi dan sudah bisa menyerap sugesti motivasi yang kuberikan.

Acara ditutup dengan doa dan peserta membubarkan diri tepat pukul 13.30. Hari ini aku belajar banyak dari acara ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kesempatan padaku untuk menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Amin. Khairun naas anfa'uhum lin naas.