8 Januari 2019

Aqueena with Her Sixth Sense


"Tutup aja ma pintunya, ada yg mau ngikut aku ngaji" Brakkk!!! Pintu kamarpun dibanting oleh Aquin.

Sepenggal kejadian itu sebenarnya sudah pernah saya tuliskan di status facebook beberapa tahun lalu. Hanya kejadian singkat dan spontan, tapi cukup menggambarkan bahwa saat itu ada sosok makhluk lain yg bisa dilihat oleh aquin namun tidak oleh kami.

Semua berawal saat Aquin berusia 2,5tahun, saya ingat banget waktu itu kami sedang makan di gerai Pizza di dalam sebuah Mall. Sembari bermain2 balon yg ia dapatkan, Aquin bercerita bahwa hari itu dia baru kenal dan bermain dg seorang 'teman'. Ohya saya ulangi lagi, usia aquin saat itu adalah 2,5 tahun, dimana fase perkembangan bahasa Aquin baru mulai bisa merangkai kalimat, karena saya ingat banget saat tepat usia 2 tahun dia mengucapkan kalimat pertamanya (yg terdiri dari 3 rangkaian kata). Jadi di usia 2,5 tahun saya tidak yakin kalau dia sudah bisa mengarang bebas semaunya, karena merangkai kalimat saja dia baru bisa.

Saat itu dia cerita kalau punya teman bernama Pak Maman, saat kami elaborasi lebih lanjut, dia dg detail menceritakan siapa dia, bagaimana ciri fisiknya, di mana rumahnya, dan bermain apa saga. Terus terang saat itu saya sangat tertegun, saya berusaha menggali ingatan apakah pernah keluar dari mulut saya dan suami, nama Pak Maman, dan jawabannya jelas tidak, karena tidak ada nama itu dalam lingkup pergaulan kami sehari2, jadi kami pun menyimpulkan bahwa nama itu bukan asal niru nama yang pernah dia dengar.

Di lain kesempatan, aquin bercerita tentang 'teman'nya yg lain yg bernama Mbak Da', dan lagi2 nama itu bukan nama yg pernah kami ucapkan dan tidak ada satupun kenalan kami yg memiliki nama panggilan itu.

Hari demi hari, Aquin semakin banyak bercerita tentang 'teman-teman'nya itu, saya yg mulai meyakini bahwa sepertinya memang ada interaksi Aquin dengan dunia lain, sebisa mungkin saya berusaha mengikuti alur cerita Aquin, berusaha mempercayainya, dan tak pernah sekalipun membantahnya atau bahkan mementahkannya.

Hingga suatu waktu, Aquin mulai bercerita bahwa ia bertengkar dengan 'teman-teman'nya itu, ya bertengkar ala anak2, seperti rebutan mainan, rebutan jajan, sampai saat saya tanya "Adek hari ini nggak main sama si A?"
Dia menjawab " Nggak mau, aku gak mau main sama A, kemarin aku habis dinakalin, aku dipukul"
Fiuuuuh.... dari situ saya mulai resah, gimana ya... perasaan ibu saat anaknya merasa tidak nyaman dg temannya, sementara ibunya gak bisa membela, lha piye mau membela, wong ibunya aja gak pernah lihat teman2nya itu... wkwkwkwkwk....

Selain cerita tentang 'teman-teman' bermainnya itu, hampir setiap hari keluar dari mulut aquin, celetukan2 yg sukses bikin saya merinding..

"Ma, itu yg di dalem rumah itu siapa sih?" Sambil dia menunjuk rumah tetangga kami yg sudah tak berpenghuni beberapa bulan.

"Ma, itu mbak2 udah gede kok mainan di atas pohon malem2 sih... " dan lain sebagainya.

Akhirnya, pas kebetulan kami bertiga mudik ke Lamongan, saya berdiskusi dg suami, gimana kalau kita konsultasikan kondisi Aquin ini sama orang yg 'pinter', kebetulan si Ayah punya teman yg juga sekaligus putra kyainya yg bisa melihat makhluk dunia lain. Dan kami pun berangkat ke sana. Sembari ngobrol2 santai, kami ceritakan semua kejadian demi kejadian tentang Aquin berkaitan dg hal2 di luar pandangan mata kami. Dari situ kami mulai paham, bahwa segala yg dicelotehkan Aquin memang bukan sekedar bualan atau imajinasi anak2, karena semua yg diceritakan Aquin sama persis dg gambaran yg diungkapkan oleh teman si Ayah, tentang gambaran seorang Pak Maman, Mbak Da', dimana rumah mereka, bagaimana karakteristik mereka.

Hingga akhirnya kami sepakat pada kesimpulan, bahwa Aquin memang punya sixth sense, namun karena sejauh ini belum mengganggu, maka kita putuskan untuk dibiarkan (tidak dihilangkan) karena tampaknya Aquin masih kuat. Selain itu, memang dari saya pribadi meyakini bahwa ini masih dalam batas wajar karena banyak terjadi pada anak seusia Aquin, yg katanya semakin besar si anak nanti akan hilang dg sendirinya.

Puncaknya, suatu hari di bulan februari 2017, di televisi sedang heboh pemberitaan tentang meninggalnya saudara tiri dari perdana menteri Korea Utara yang dicurigai telah dibunuh oleh seorang TKW asal Indonesia. Di hari yg sama saat informasi itu gencar diberitakan, yg mana saat itu belum ditemukan pelakunya, Aquin bercerita bahwa dia punya teman baru bernama Aisyah. Sebagai info, saat itu Aquin usia 3tahun 7bulan atau belum genap 4 tahun, jadi belum sekolah, belum punya banyak teman dg nama2 yg mungkin saya tidak hafal, jadi saya meyakini bahwa nama yg dia sebutkan bukan asal niru nama orang yg pernah didengarnya, karena di sekeliling kami jg saat itu tidak ada yg bernama Aisyah.

Saya yg hari itu masih bereaksi biasa saja karena menganggap Aquin punya teman seperti sebelum2nya, tiba2 terkejut bukan kepalang saat esok harinya, pembunuh Kim jong nam ditemukan dan namanya adalah..... siti aisyah.

Saya sampai berdebar2 seharian itu, berbagai bayangan cerita tentang anak indigo yg dulu pernah saya dengar dan baca tiba2 seperti berputar2 di kepala saya. Oh tidak... jika kemarin2 saya masih santai saat tau Aquin bisa berkomunikasi dg dunia lain. Tapi bermula dari kejadian ini, saya benar2 shock, apakah benar Aquin bisa melihat masa depan???? Ya Allaah...

Hari itu saya buka2 kembali tulisan tentang anak2 indigo, karakteristiknya, cerita2 di baliknya dan saya terus berdebar2 ketakutan, benarkah anak saya indigo? Apakah saya siap menghadapi jika memang itu benar??

Bersambung....

15 November 2016

Aquin and Her Fashion Statement



Beberapa bulan terakhir, kami (saya dan suami) dibikin ‘keki’ sama selera fashion Aquin. SETIAP kali usai mandi, saya selalu ‘bertengkar’ dengan Aquin soal baju. Ghhhrrrr... Amsyooonggg deh...

“Aku nggak mau pake baju ituuuu”
“tapi itu bajunya jelek, Maaa...”
“Aku nggak mau pake baju main...”
“Aku mau pake baju pengantin aja Ma...”

Nah, kalimat yang terakhir itu lah, SETIAP HARI, PAGI DAN SORE. fiuuuhhh... Nggak kebayang kan kalo habis mandi pagi dan sesiangan nanti akan bermain di sekitaran rumah saja, berkutat dengan main kotor-kotoran, tapi si doi pake bau pesta??!! Iyuuhhh... Dan yang lebih mengesalkan, ni bocah kalo sudah maunya, syusyeeeh banget dibelokkan. Bisa sampe hampir setengah jam lho buat ngerayu ni bocah buat pake setelan kaos oblong. Rempong eeiimm...! saya sampe harus menyembunyikan baju-baju pestanya itu dari lemari bajunya agar tidak terlihat, yang tentu saja berpotensi memicu kerusuhan setiap hari. Wkwkwkwk..

Selain ‘baju pengantin’ kehebohan juga muncul saat pakai celana. #eeaa...  Sebetulnya Aquin punya banyak celana panjang. Nah, namanya juga anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, otomatis tak butuh waktu lama buat celana-celana itu berubah menjadi ‘ngatung’. Dasar emak-emak pelit (iyaaa.. gueee...) , kan sayang kalau celana-celana itu dimuseumkan begitu saja padahal baru beberapa bulan dibeli, terutama yang berbahan jeans dan saya anggap masih bagus serta layak pakai. Tapi bagi Aquin, celana panjang  haruslah panjang.

“Mamaaa... ini bukan celana panjang...”  sambil dilempar tuh celana.
“Huaaaaa... aku nggak mau pake celana ini...” sambil berusaha ngelepas tuh celana
“Hahh?? Kok gini Ma?? Kok celananya naik-naik” sambil narik-narik ujung celananya ke bawah agar sampe mata kaki.

Wadaaaww... 

Belum lagi yang ini,
“aku nggak mau pake baju itu, keliatan keleknya”
“aku nggak mau pake celana pendek itu (hotpants), malu”

Dsb..dsb...

Kalau sudah begini, emak-emak rempong yang sebenernya pengen punya anak dengan dandanan gaul ala-ala instaseleb ini pun jadi mundur teratur sambil merenungi nasib. Pasrah... hiyaaahh...

1 November 2016

3 Hari Bersama Meritik

Cerita bermula saat Aquin memaksa membeli 2 itik di pasar dan kami tak berhasil membujuknya. Walhasil, di dalam rumah mungil kami yang tak ada lagi secuil pun tanah kosong yang tersisa ini, kami memelihara mereka. Dimana? Ya di rumah. Di rumah dimananya? Ya didalam rumah.

Di dalam sebuah kardus bekas yg kami letakkan di ruang menjemur di dalam rumah, nyanyian 2 itik itupun mengiringi kehidupan kami.

Aquin memberi nama mereka dengan nama MERITIK, sama dengan nama itik yg ada di salah satu buku favoritnya.

Pagi, siang, sore, kami bergiliran ngasih makan dan minum. Hingga akhirnya, hiks... saya pun tidak tahan, begitu juga si Ayah. Karena apa? Aroma dan pemandangannya. Selain itu, entah mengapa, melihat 2 itik menggemaskan itu meringkuk di pojokan kardus kok saya tiba2 ketakutan sendiri, saya takut kalau tiba2 saya salah dalam merawatnya dan mengakibatkan dia mati. Ooowh noo.. betapa akan merasa sangat berdosanya saya..😂😂😂

Setelah tanya tetangga kanan kiri yang kira2 bersedia mengadopsinya, akhirnya siang ini saya mengantarkan 2 itik itu kepada pemilik barunya, dg rumah barunya yg lebih layak, yg bisa dipakainya jalan2 bebas di tanah yg lebih lapang, dan tentu saja bersua bersama makhluk2 sesamanya.  Baik2 di sana ya tik... Kapan2 kita tengokin ya di rumah mbokde. Hehehe...

14 Agustus 2015

Busy Book for Aqueena

Akhir-akhir ini timeline facebook penuh dengan sharing album-album foto mengenai apa saja. Mulai dari resep-resep makanan, ide-ide desain rumah, ide-ide desain dapur, hingga berbagai macam ide kreatif permainan anak. Nah, untuk yang terakhir itu sempat beberapa kali menyita pandang saya, lucu-lucu dan menarik. Akhirnya jadi ikutan nge-share deh, meskipun nggak tau deh mau dijalanin apa nggak, yang penting niatnya disimpen dulu siapa tau suatu saat dibutuhkan.

Hingga suatu waktu, di mana saya dibuat pusing dengan rewelnya Aqueena. Kalau rewel sekedar rewel sih saya masih tahan, tapi ini rewelnya adalah ketika tidak dituruti untuk main gadget. Omigoooooddd… bener-bener enggak banget deh.

Jadi begini cerita awal mula kenapa Aqueena sampai ‘segitunya’ dengan gadget, berawal dari masa-masa kritis Aqueena disapih dari ASI, seminggu awal proses itu kami lalui di rumah kami sendiri, semua masih dalam kendali. Setelah lewat satu minggu, karena si Ayah harus mengikuti pelatihan IELTS di luar kota selama 3 minggu, maka diputuskan kami ‘mengungsi’ sementara di rumah Ibu (Yangti-nya Aqueena) di Sidoarjo. Nah, disitulah awal mula saya mati gaya, dalam kondisi tanpa si Ayah, dan Aqueena yang (ternyata) belum melewati masa kritisnya disapih (padahal sudah satu minggu), saya tidak punya cara lain untuk menenangkan kerewelannya menjelang tidur, hingga akhirnya video youtube lah yang saya andalkan untuk menjadi penolong mengantarkan tidur. Meski tidak selalu berhasil, tapi setidaknya saat itu hanya gadget lah yang bisa saya andalkan, karena saat dia mulai cranky tidak ada satupun yang bisa mendekati selain saya, bahkan Yangtinya pun bisa ditendang-tendang kalau mencoba ikut menenangkan.

Berawal dari masa 3 minggu pengungsian itulah, Aqueena yang mudah ditenangkan dengan gadget, juga menjadi mudah rewel kalau tidak dituruti keinginannya akan gadget. Padahal selama ini kami (saya dan suami) sudah sepakat untuk tidak membiarkan Aqueena terpapar televisi dan gadget, tapi apalah daya, situasi membuat saya (untuk sementara) angkat tangan. Setelah 3 minggu itu berlalu dan kami kembali ke rumah, kebiasaan membaca buku dan mendongeng kembali dilakukan, Alhamdulillah berhasil, meskipun hanya sebentar, kurang lebih 2 minggu saja, karena apa? Karena setelah itu kami memasuki bulan tersibuk sepanjang tahun, yakni akhir ramadhan dan syawal. Di rentang waktu itu kami hilir MUDIK, Menganti – Lamongan – Sidoarjo – Menganti – Sidoarjo – Surabaya – Lamongan – Menganti – Sidoarjo – Menganti. Itu rute yang kami tempuh selama hampir 3 minggu hilir mudik, sementara Aqueena tipe anak yang butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan, akibatnya dia sering rewel dan ngamuk. Kalau sudah begitu, rewelnya Aqueena membuat kami menyerah pada gadget. Tempat yang berpindah-pindah, orang yang ditemui berbeda-beda, tempat tidur yang berganti-ganti, jadwal makan, tidur dan main yang tidak konsisten, membuat kondisi (terutama psikis) Aqueena lelah. Jangankan Aqueena yang baru berusia 2 tahun, emak dan bapaknya yang sudah segini tua aja lelah fisik dan mental kok. Rasanya pengeeen banget cepat pulang ke rumah, ‘ndekem’ sebulan di rumah nggak kemana-mana, sangking lelahnya.

Memasuki minggu ketiga bulan Syawal, kami sudah terbebas dari segala aktifitas hilir mudik. Fiuuuh leganya, bisa ‘ndekem’ di rumah. Setelah memulihkan stamina, kami mengembalikan kebiasaan main Aqueena kepada yang seharusnya. Tentu saja no gadget dan no tv, Alhamdulillah di saat yang tepat saya menemukan hasil sharing teman-teman facebook tentang membuat BUSY BOOK, aktivitas permainan untuk melatih motorik halus pada anak-anak.

Saya jadi teringat pernah membaca postingan mengenai Busy Book ini di blog favorit saya, blog milik dokter Meta, tapi sudah lama sekali saya membacanya, dan setelah saya pelajari lagi cara pembuatannya dan juga media yang dipakai, ternyata sama persis dengan isi busy bag yang dijual terpisah dengan buku Play And Learn karya dokter Meta. Langsung deh semangat, siapa tau Aqueena bisa jadi anak jenius kayak anaknya dokter Meta yang IQnya 150. Hahahaha… becanda ah…

Tentu bukan itu alasannya, sekali lagi sama sekali bukan itu, tujuan saya hanya ingin membuat Aqueena kembali ke jalan yang benar (ceileee… emaknya kali yang tersesat. Hahahaha). Maksudnya, memberikan kembali hak Aqueena untuk bermain dan mengembangkan motorik halus dan motorik kasarnya, mengembangkan imajinasinya, melatih kognitifnya, melatih daya fikirnya, menemukan ide-ide kreatifnya, merangsang perkembangan otak kanannya, yang semua itu tentu saja dengan permainan yang kami bikin dan lakukan berdua agar lebih merekatkan bonding antara kami.

Bonding. Iya, kelekatan dan kedekatan antara kami berdua tentu harus terus dikuatkan, terlebih setelah Aqueena disapih, di mana tidak ada lagi kegiatan menyusui yang selama ini menjadi kegiatan intim kemi berdua yang menciptakan bonding tiada tara. Setelah disapih, anak usia 2 tahun ini memulai memperluas kegiatan sosialnya dengan bermain bersama teman-teman. Aqueena semakin suka bermain dengan teman-temannya, bahkan hingga sampai lupa waktu, dia bisa menahan kantuk berjam-jam jika di dekatnya masih ada teman berkerumun meskipun malam sudah sangat larut. Dan dia sudah tidak peduli lagi dengan ajakan tidur meskipun saya ‘mengancam’ dengan bilang “Mama tidur duluan lho ya…”, dengan santai dan berlalu dia menjawab, “Iyaaa…” hadeeeh…

Selama proses membuat Busy Book ini Aqueena antusias sekali, dia sampai betah berada di rumah seharian tanpa merengek minta diantar main ke rumah temannya. Seharian bersama mama dengan kain flannel bertebaran di mana-mana. Aqueena juga sangat senang ketika saya libatkan dalam membuat berbagai perintilannya, seperti menggunting benang, membuat pola telapak tangan di kertas, membuat baju boneka yang warnanya sama dengan warna baju yang ia kenakan saat itu, wuaaahhh pokoknya seru banget, meskipun tetep ada drama rebutan pegang ini itu lah ya… tapi justru di situ letak permainannya buat Aqueena. Setelah Busy Book-nya jadi jangan tanya lagi gimana girangnya, nih anak sukaaaa banget, dimainin terus, dicoba-coba tiap halamannya, sambil teriak-teriak kegirangan ketika dia berhasil menyelesaikan satu tugas di dalamnya. Hihihihi… jadi ikut girang deh, rasanya nggak sia-sia mama bikin mainan ini untukmu, Nak…









6 Desember 2014

My Breastfeeding Story



Postingan kali ini saya mau cerita tentang perjalanan ASI eksklusif Aqueena. Saya yakin, tiap-tiap ibu pasti punya cerita sendiri tentang perjuangannya dalam memberi ASI kepada buah hatinya, bahkan tidak sedikit pula yang  meski sudah memiliki beberapa anak, akan tetapi perjuangan dalam memberi ASI nya berbeda pada tiap anak, baik suka maupun dukanya.

Sebelum hamil, saya tidak terlalu paham mengenai lika-liku dan serba-serbi pemberian ASI kepada bayi. Yang saya tahu bahwa tentu saja saya akan memberikan ASI begitu juga setiap orang tua akan memberikan ASI dengan sukses tanpa kendala apapun. Kenapa saya berpikiran seperti itu? Ya karena yang saya lihat semua saudara-saudara terdekat saya semuanya memberikan ASI, jadi pikiran saya menyimpulkan bahwa anak bayi ya pasti minumnya ASI.

Hingga saat saya akhirnya dinyatakan hamil, saya jadi punya kebiasaan baru yang menemani hari-hari mual saya di atas kasur sepanjang hari, yaitu; browsiiiiiiing tiada henti. (Hehehehe…). Dari situ saya mulai kenal akun twitter @ID_AyahASI, ketertarikan dan rasa penasaran saya terhadap akun ini akhirnya menggiring saya membaca twit-twit serta posting-posting blog mengenai perjuangan malaikat-malaikat di luar sana dalam memperjuangkan pemberian ASI untuk  buah hati mereka. Bagaimana mereka harus bersitegang dengan pihak Rumah Sakit karena ngotot menolak pemberian susu formula. Bagaimana cerita penuh derai air mata karena bersikukuh tak mau memberi susu formula meskipun orang terdekat di rumah terus menerus menuding ASI yang kurang sebagai penyebab bayinya kuning. Belum lagi cerita para ibu bekerja untuk selalu rutin memompa ASI di manapun ia berada demi mempertahankan stok ASI selalu tercukupi, dan lain sebagainya.

Dari situ saya mulai terbuka, ternyata memberikan ASI tidak semudah yang diduga, perlu diperjuangkan. Mulai dari dukungan orang terdekat, support yang kuat dari suami, dan kemauan yang ‘bandel’ dari ibu tentunya. Berdasarkan hasil baca-baca itu, saya pun jadi sering berdiskusi dengan si mas tentang hal ini, Alhamdulillah si mas sangat support, dia pun tak enggan membaca link-link postingan bagus yang saya temukan. Jadi ketika saya nemu postingn bagus, saya selalu kirimkan link-nya ke si mas untuk dibaca, begitu ada waktu ngobrol kita selalu mendiskusikannya.

Dalam perjalanan browsing-browsing, saya menemukan postingan penting yang akhirnya membuat saya tercekat, karena saya baru menyadari ternyata saya memiliki masalah yang serupa dengan cerita di postingan tersebut, yakni flat nipple (putting datar). Iya, sejak dahulu saya memang menyadari kondisi di salah satu bagian tubuh saya tersebut, PD saya yang sebelah kiri kondisinya flat nipple, namun saya tidak pernah menyangka bahwa hal itu dapat menyulitkan proses menyusui. Akhirnya saya pun semakin intens mempelajari bagaimana cara melakukan pelekatan menyusui yang benar, bagaimana menyiasati flat nipple agar bayi tetap mau menyusu, dan bagaimana membuat saya tetap percaya diri akan berhasil memberikan ASI eksklusif dengan lancar.

Perjalanan browsing saya berlanjut tentang khasiat ASI, kenapa harus ASI, kenapa tidak boleh susu formula, hingga mendownload video-video seminarnya Dr.Tiwi bertajuk “Breastfeeding 911” yang Alhamdulillah sangat sangat membantu.

Dan akhirnya, hari menyusui itu pun tiba. Beberapa menit setelah dilahirkan (aqueena lahir jam 23.30 malam), tentu saja Aqueena butuh asupan, namun tidak seperti cerita di blog-blog para ibu di luar sana yang pakai acara ngotot-ngototan antara ASI dan sufor, saat itu karena masih dalam kondisi sangat lemah usai melahirkan, saya memang mengizinkan aqueena untuk diberi sufor tengah malam itu, entahlah yang kufikirkan saat itu adalah saya ingin segera tidur, rasanya capeeeek sekali setelah seharian merasakan kontraksi dan seperti kehabisan energi setelah berjuang mengeluarkan bayi.

Esok harinya, saat aqueena sudah dimandikan dan mulai rooming-in (rawat gabung) dengan saya, barulah ASI pertama saya dihisap oleh aqueena, dengan penuh trial and error saya terus mencoba melakukan pelekatan yang benar, entah ada yang masuk ke perut atau tidak saya tidak peduli, asal aqueena melek langsung saya angkat dan saya susui, namun saat malam aqueena tidak bersama di kamar saya, maka diapun oleh perawat diberi sufor, it’s okay for me, saya memang tidak ngotot.

Setelah 2 hari di RS, kami pun pulang, dan perjuangan breastfeeding yang sebenarnya pun dimulai. Saat itu, aqueena mulai lancar menghisap ASI, otomatis produksi ASI pun semakin melimpah, akibatnya tentu saja pada PD kiri saya yang selama ini hampir tidak pernah berhasil dihisap oleh Aqueena membengkak karena isinya penuh dan tak segera dikeluarkan. Saya segera menghubungi sepupu yang saat itu masih menempuh sekolah kebidanan, atas sarannya saya disuruh membeli spet (suntikan) yang dipotong bagian atasnya untuk kemudian digunakan untuk menarik nipple yang posisinya masuk tersebut. Jangan ditanya rasanya, Ya Allaaaahh sakiiiiit banget. Dengan hati-hati Ayah Aqueena membantu saya melakukannya, saat saya menjerit, dia tampak khawatir sekali dan akhirnya berhenti. Begitu sampai berkali-kali.

Beberapa hari kemudian, saat kontrol ke dokter anak, saya mengkonsultasikan hal tersebut pada sang dokter, sarannya pun sama dengan yang disampaikan sepupu saya tempo hari, hingga akhirnya, karena merasa hampir putus asa dengan rasa sakit saat ditarik dengan spet itu, saya putuskan untuk menyerahkannya pada Aqueena, biar dia sendiri yang mencari cara menuju makanannya. Tanpa disangka dan diduga, ternyata justru dengan cara itu, aqueena malah bisa menghisap ASI saya, dengan posisi mulut yang dia pilih sendiri, dia pun berhasil mengeluarkan ASI dari PD kiri saya (meski diawali dengan dramatis alias nangis-nangis dulu), Alhamdulillah wa syukrulillaaaahh… Sampai suatu hari, salah seorang teman kantornya Ayah Aqueena datang berkunjung melihat bayi kami, saat itu dia juga sedang menyusui bayinya yang berusia 4 bulan. Ternyata dia punya masalah yang sama dengan saya, yaitu salah satu PDnya memiliki flat nipple, saat saya tanya bgaimana cara menyusuinya, dia bilang dia hanya menyusui dari satu PD saja. Wooww!!! Saya terkejut karena melihat bayinya yang sangat montok itu ternyata hanya disusui dengan satu PD. Dari situlah, saya sedikit demi sedikit menghindari ‘drama’ yang selama ini terjadi saat Aqueena kutawarin PD kiri. Iya, saya mulai berhenti menawari PD kiri saya pada Aqueena, dan merelakan ia hanya menyusu dari satu PD saja. Bismillaaaahh… semoga Allah mencukupkan ASI untuk anak saya. Allahul Kaafiy

Alhamdulillaaah… Aqueena tercukupi kebutuhan ASInya, dia tumbuh dengan baik, kenaikan berat badannya tidak ada yang kurang bahkan gemuk dan montok. Untuk mencukupi kebutuhan ASI Aqueena saat saya tinggal mengajar, ASI saya pompa secukupnya, kebetulan saya hanya mengajar 2 hari dalam seminggu, itupun hanya kurang lebih 3-4 jam dalam sehari. Makanya saya tidak ada tuntutan untuk menyetok ASI sebanyak-banyaknya, melainkan hanya secukupnya saja, paling hanya 2 x 50 ml untuk satu hari mengajar (3-4 jam), itu pun selalu masih tersisa banyak karena aqueena tidak terbiasa minum dengan dot. Saya sih tidak khawatir meskipun dia tidak mau minum ASInya, toh hanya sebentar saja saya meninggalkannya, insyaAllah tidak sampai kelaparan. (Hehehehe…)

Ohya, tanpa bermaksud apa-apa, saya punya cerita miris tentang kondisi per-ASI-an di lingkungan sekeliling saya. Jadi ceritanya, bersamaan dengan lahirnya Aqueena, tetangga di komplek perumahan saya juga banyak yang punya bayi baru lahir, kalau tidak salah ada 6 bayi yang sepantaran Aqueena, dan kebetulan hanya Aqueena yang anak ASI, selainnya semuanya minum sufor dengan tanpa dilatar belakangi pertimbangan medis apapun dan ibu-ibunya semuanya tidak bekerja di luar rumah. Terus terang saya sedih melihatnya, sebab di sisi lain, teman-teman kuliah saya baik saat S1 maupun S2 juga banyak yang punya bayi sepantaran Aqueena, dan mereka hampir semuanya adalah ibu bekerja namun dengan semangatnya berjuang sekuat tenaga memberikan ASI untuk bayi-bayi mereka.

Fenomena ini membuat saya semakin mengerti kenapa semakin banyak dan menjamur kelompok-kelompok pendukung ASI, baik dari ibu-ibu, ayah-ayah, para ikatan dokter anak dan bidan, karena memang pemahaman akan pentingnya ASI saat ini telah mengalami pergeseran yang luar biasa, banyak sekali yang tidak memahami bahwa sufor itu bukan pengganti ASI, karena ASI tak pernah tergantikan.

Saat Aqueena berumur 14 bulan, Aqueena sudah tidak banyak konsumsi ASInya, karena dia sudah mendapat banyak asupan lain di samping ASI yaitu nasi, selain itu juga dia sudah banyak menghabiskan waktunya untuk bermain sehingga jarang meminta nenen. Nah, karena permintaan menurun otomatis produksi pun mengikuti. Suatu hari, tepatnya setelah saya menghabiskan liburan semester selama 2 bulan, otomatis selama itu pula Aqueena tidak saya tinggal dan titipkan ke pegasuhnya karena saya tidak mengajar. Hari itu saya kembali mengajar, dan malam sebelumnya saya berusaha keras memompa ASI namun tidak berhasil, saya terus berusaha memompa tetap tak berhasil, ah mungkin karena baru saja diminum Aqueena, saya coba tinggal tidur dulu barangkali nanti tengah malam saat sudah lama diistirahatkan (tidak diminum) stoknya kembali banyak, namun usaha saya sia-sia, hanya SATU tetes saja yang berhasil keluar. Saya pun menyerah, yah sudahlah, gak usah dibawakan susu, toh palingan Aqueena nggak sampai kelaparan, kan dia pinter maemnya, begitu pikiran saya. Keesokan harinya, saat saya pulang mengajar dan mengambil Aqueena di rumah pengasuhnya, si pengasuh bertanya kenapa saya tidak membawakan susu dan hanya membawakan jus alpukat, dengan polosnya saya cerita kalau tadi malam saya gagal memerah ASI. Tanpa saya duga, sang pengasuh Aqueena yang selama ini kukenal tak banyak bicara ini berujar, “Kalo gitu ya dibelikan susu formula dong”, saat itu saya masih lempeng aja, “nggak ah bu, ASI yang terbaik”, eeeh dia melanjutkan “ya belikan susu formula yang bagus dan mahal lhoo, kan ada tuh yang merek ********, masa’ buat anak kok gak mau belikan susu”. Duaarrr!!! Emosi saya mendadak meletup, namun tak ada kata-kata yang keluar saking nggak menyangkanya akan ada kata-kata seperti itu yang keluar. Tanpa manjawab apapun, saya pamit pulang dalam kondisi ‘bertanduk’, bueeteeee….

Sambil jalan menuju rumah dengan hati bersungut-sungut, saya terus melakukan pembenaran dan pembelaan diri. Sesampainya di rumah, saya masih bete aja. Pegang hp, nulis status galau deh. Alhamdulillaaahh langsung bertubi-tubi bbm masuk memberikan support. Thanks ya, kawan-kawan… I love you all. Dan yang akhirnya bikin saya nggak bete lagi adalah kalimat suami “Kesel kok sama omongan orang yang nggak ngerti??!! yo nggak akan ada ujungnya, percuma!” makjlebb… hehehe…

Saat ini, Aqueena telah berusia 16 bulan, Alhamduliilaah masih ASI. Semoga bisa melanjutkannya sampai 2 tahun ya. Saat ini saya sedang rajin membaca postingan-postingan tentang cerita menyapih, untuk bekal menyapih aqueena nanti, agar tak ada acara drama nangis dan jejeritan, tak ada pahit-pahitan, tak ada drama traumatic untuk aqueena, karena kami ingin melakukannya dengan cinta. Iya, Weaning With Love (WWL). Semoga dimudahkan. Amin.

Last but not least, happy breastfeeding, Mom…. 


29 Agustus 2014

AQUEENA'S 1st BIRTHDAY

Alhamdulillaah wa syukrulillah... Bayi mungil kami telah genap berusia 1 tahun pada 26 Juli 2014 lalu. Bertepatan dengan H-2 lebaran, otomatis saat itu kami sudah berada di Lamongan (kampung halaman ayah Aqueena).

Nah, karena bertepatan dengan akhir Ramadhan, akhirnya kami putuskan untuk membuat syukuran ultahnya pas malam takbiran aja, biar seru dan keluarga besar sudah pada datang dari perantauan masing-masing

Sebetulnya tidak ada niat buat dirayakan, namun mengingat pas banget momennya sepupu-sepupu Aqueena sedang berkumpul, maka diputuskan dibuatlah syukuran seadanya sekaligus buka puasa (terakhir) bersama. Meski niatnya cuman syukuran sederhana, tapi nggak tau kenapa pengeeeen banget punya dokumentasi foto dimana Aqueena berpose bersama sebuah kue ulang tahun (hehehehe... alasannya maksa banget).

Akhirnya, 2 hari sebelumnya, sembari belanja beberapa keperluan, saya sempat intip-intip satu-satunya toko kue yang lengkap yang dekat dengan rumah. Alhamdulillah ada beberapa kue tart. Namun karena saat itu pas ke toko kue pakai sepeda motor akhirnya saya putuskan untuk membelinya besok saja sambil bawa mobil biar gampang bawanya dan karena sekalian mengambil pesanan ayam goreng.

Keesokan harinya, sampai berkali-kali saya mengintip etalase toko kue itu, seperti tidak percaya, karena kue tart sudah habis semua. Huaaaa nyesel banget pokoknya gak dibeli dari kemarin. Akhirnya demi sebuah cita-cita dokumentasi foto bersama kue ultah, 3 donat warna-warni yang nangkring di etalase toko kue pun menjadi penggantinya. hihihihi... daaaaan yang lebih 'keren' lagi adalah lilinnya, lilin mati lampu. wkwkwkwkwk...

Akhirnya, semua cerita diatas digenapkan dengan keadaan, dimana tepat sebelum acara dimulai (jam 5 sore atau menjelang buka puasa) listrik di desa kami padam!!!. Alhamdulillah... meski dalam kegelapan, dan lilin menjadi penerangnya, namun semua bahagia, suasana semarak, dan penuh kesyukuran.
 
Selamat ulang tahun ya, Nak... semoga mejadi anak yang sholehah, selalu sehat, dan menjadi pribadi yang selalu memberikan senyum dan manfaat bagi sekelilingnya. aamiin...

PS: Cake coklat yang di foto ketiga itu dibikin dan didokumentasikan satu bulan setelah perayaan yang sebenarnya. Ceritanya, baru punya mixer dan lagi doyan coba-coba. jadi iseng deh bikin sesuatu untuk menuntaskan 'cita2-cita'. wkwkwkwk...