14 Desember 2013

TENTANG SEBUAH NAMA


Anakku, suatu saat nanti kamu perlu membaca ini,

Ini cerita di balik namamu, “Aqueena Adhwa Tsurayya”

Sebetulnya tidak pernah ada kesepakatan sebelumnya, apakah Mama ataukah Ayah yang akan memberi nama untukmu, tapi secara tersirat nampaknya Ayah memang menyerahkan urusan pemberian nama pada Mama. Alasannya, mungkin karena Ayah memberikan privilege pada mama karena telah sembilan bulan mengandungmu dan dengan penuh perjuangan melahirkanmu, mungkin juga karena Ayah secara diam-diam tahu bahwa Mama-mu ini memang sudah hobi banget merangkai-rangkai nama sejak zaman masih sekolah dan mondok dulu bahkan puluhan nama hasil rangkaiannya disimpan di note ponsel, atau mungkin juga bukan karena alasan itu semua melainkan Mama-mu aja yang ke-GR-an bakalan milih nama yang sudah pasti disetujui oleh Ayah-mu. :D 

Aqueena Adhwa Tsurayya
Aqueena, kata awal yang mama gunakan sebagai namamu ini memiliki banyak makna dari beberapa bahasa yang berbeda. Dalam Bahasa Inggris, dari kata Queen yang artinya Ratu atau pemimpin wanita; dalam Bahasa Urania Aquene berarti damai surga; sementara dalam Bahasa Arab Aqwina memiliki makna kekuatan. Lantas, jika kamu bertanya, “Jadi, nama aku pakai bahasa yang mana, Ma?”, Mama akan menjawab “Semuanya, sayang”. Yaps, karena kesemua bahasa diatas memiliki arti yang baik, maka kesemua arti itu juga yang mama harapkan menjadi namamu dan menjadi harapan Ayah dan Mama atas dirimu.

Adhwa Tsurayya, rangkaian dua kata ini merupakan rangkaian mudhof-mudhof ilaih  dimana sebenarnya dalam bahasa arab harusnya Adhwa’ats Tsurayya (deuuh, susah bener dah ah kalo laptopnya nggak bisa nulis Arab :p ) , tapi biar nggak susah mama sengaja menghilangkan AL ma’rifat di depan kata Tsurayya, sehingga hamzah pada kata Adhwa’a juga dimatikan menjadi Adhwa’. Nah, karena Mama juga memikirkan nanti saat kamu besar akan sering berurusan dengan pengisian kolom identitas yang berupa kotak-kotak (seperti form registrasi bank, atau saat mengisi kolom nama di Lembar Jawaban Komputer saat UN) pastinya nanti kamu akan bingung meletakkan tanda ( ‘ ) ini, jadi biar Mama hapus juga ya, Nak! Ohya, untuk artinya Adhwa Tsurayya adalah Cahaya bintang-bintang.

Ini dia doa Ayah dan Mama yang kami harapkan dari namamu,
Aqueena Adhwa Tsurayya
Semoga menjadi ratu di hadapan Allah dan di hati makhluk-Nya, dan menjadi pemimpin wanita yang menebar damai surga serta memancarkan cahaya gemintang.

Tapi, “Anak-anak memang tak memilih namanya sendiri,” kata Goenawan Mohamad di salah satu Catatan Pinggir-nya yang lucu (Nama atau Mengapa Juliet Salah) “Mungkin ini bagian dari kolonisasi orangtua. Maka, tak jarang ketika jadi dewasa dan mandiri, seorang anak Indonesia mengubah namanya yang ia rasakan tak cocok lagi buat dirinya.” Barangkali namanya tak bernilai estetis di dunianya. Seorang artis menggunakan nama panggung sebagai ganti nama lahirnya. Seorang penulis menggunakan nama pena sebagai ganti nama aslinya.

Semoga kamu suka dengan nama pemberian mama dan Ayah ini ya, Nduk. Dan tidak malu menuliskannya sebagai nama akun facebookmu daripada menggantinya menjadi AqyuSelaluChayanxKamyuh :D

1 Desember 2013

AQUEENA'S BIRTH REPORT; Allahu Akbar, Telah Lahir Putri Kami...


Alhamdulillaaahh… akhirnya kesampean juga menuliskan birth report si dedek. Gara-gara kelewat males,  pas hamil yang ditulis program hamil, pas habis lahiran yang ditulis cerita kehamilan. Alhasil, birth report-nya jadi moloooorr deh. hihihi….

Alhamdulillah (lagi), secara keseluruhan kelahiran si dedek tergolong lancar dan cepat (kata orang-orang sih) untuk ukuran anak pertama, kurang lebih 4 jam dari mulai menginjakkan kaki di RS hingga si dedek lahir, tapi yang jelas saya sangat bersyukur diberi kemudahan dalam melewati perjuangan menjadi seorang ibu.

Selasa, 23 Juli 2013

Selepas Dzuhur, saya merasakan sakit di bagian perut bawah, tidak terlalu sakit sih (menurut saya dengan membandingkan cerita-cerita kontraksi yang katanya aduhai rasanya). Tapi tetap saja saya waspada, karena belum pernah merasakan rasa sakit seperti itu sebelumnya, saya bilang ke si mas yang hari itu kebetulan nggak ngantor. Melihat saya meringis-meringis si mas mengelus-elus perut saya dan menanyakan apakah benar-benar terasa sakit sekali?

Apa kita ke rumah sakit sekarang?

Nggak usah, belum sakit-sakit banget kok”.

Setengah jam berlalu, saya merasa sakitnya timbul tenggelam, si mas tanpa meminta persetujuan dengan sendirinya berangkat ke kamar mandi, mandi, ganti baju rapi, berkemas, memasukkan berkas-berkas untuk check in rumah sakit, aku cuman ngeliatin aja.

Mau ngapain, mas? Rapih amat? Mau ke rumah sakit ya? Siapa juga yang mau lahiran sekarang? hihihi…

Aku masih guya-guyu menggoda si mas yang sibuk sendiri. Tapi aku tetap yakin bahwa ‘bukan sekarang waktunya’. Dan benar saja, setelah wudlu, sholat dan berdiam sebentar, rasa sakit itu hilang dengan sendirinya. Hmm… Braxton Hicks!!.

Jumat, 26 Juli 2013

Jam 14.00 jadwal periksa ke RS.Bunda.

Adek bayinya masih betah ya, bu?” dokter Iman menggoda.

Iya nih dok, belum mau keluar kayaknya, jangan-jangan nunggu lebaran nih?? Aduuh, kalo bisa jangan deh, nanti semua orang lagi pada repot” jawabku.

Air ketuban masih banyak dan jernih, masih aman, kita tunggu aja deh sampe adek bayinya mau keluar” kata dokter Iman sambil meng-USG. “Saya periksa dalam ya!” sambungnya.

Aku dan si mas nurut aja.

Hmm… kayaknya kalau nggak nanti malam ya besok lah ya lahirnya

*dienggg!!!* lho kok?? Yah okelah, insyaAllah siap grak!!

Jam 16.00 saat mendi sore, hmm… spotting!

Menjelang maghrib, saat si mas dan adekku heboh di dapur menyiapkan buka puasa (ohya, sejak hari Jumat yang lalu adekku sudah datang ke rumahku, menemani kalau-kalau aku merasakan tanda-tanda melahirkan sementara si mas sedang di kantor) perutku terasa kencang sekali dan mulas, tapi masih bisa kutahan. Kupakai jalan bolak balik di teras rumah sampai maghrib tiba.

Seperti biasa, saat buka puasa aku tidak langsung makan nasi melainkan minum es dan gorengan sampai kenyang dan bisa dipastikan berujung dengan malas makan karena sudah kekenyangan dan baru makan nasi setelah sholat tarawih. Malam itu aku punya firasat yang berbeda, setelah takjil mengenyangkan itu, aku segera sholat maghrib dan kemudian makan nasi. Sambil menahan mulas yang muncul-tenggelam aku memaksakan diri agar nasi bisa masuk ke perut. Akhirnya, hanya beberapa suap saja, aku sudah mulai tidak tahan berlama-lama duduk di kursi. Kuletakkan piring makanku yang masih bersisa nasi cukup banyak, aku merebahkan diri di kasur di dalam kamar.

Di dalam kamar, aku mengambil hp dan mulai menyalakan stopwatch untuk memastikan bahwa kontraksinya semakin lama semakin dekat intervalnya dan semakin panjang durasinya. Dugaanku benar, durasinya 25 detik dengan interval 10 - 8 menit. Aku segera memanggil si mas.

Mas, ayo kita ke bidan Juraida

Lho, ngapain? nggak langsung ke RS aja tah?

Nggak deh, ke bidan dulu aja, suruh liatin udah bukaan berapa, biar ntar nggak kecele waktu ke RS kalo ternyata masih bukaan satu

Si mas menurut saja dan segera menyalakan motor. Sesampainya di rumah bidan Juraida ternyata rumahnya tutup.

Langsung ke RS aja ya say?” Si Mas menawarkan

Nggak ah, kita ke bidan Yatin aja

Lagi-lagi Si Mas menuruti kemauanku. Sesampainya di rumah bu Yatin, sambil meringis merasakan mulas yang semakin sering, aku minta diperiksa dalam untuk memastikan sudah bukaan berapa dan apakah kami sudah disarankan untuk segera ke RS sekarang juga. Setelah utak atik – utak atik.

Sudah bukaan tiga, ke RS sekarang saja, Bu

*diengggg!!!* oke, insyaAllah siap!

Keluar dari ruangan bu bidan, si Mas yang menunggu di luar sudah cemas tingkat propinsi.

Telpon taksi sekarang say, udah bukaan tiga

Si Mas mendadak gugup, dan buru-buru menelpon taksi.

Disuruh nunggu 20 menit say, gimana??

Nggak papa deh, sambil siap-siap. nggak usah panik” jawabku

Kami pun segera bergegas pulang.

Kita minta tolong Aan (tetangga, red) aja ya say, kelamaan kalo nunggu 20 menit” Si Mas menawarkan

Wes terserah lah” jawabku singkat (bin pasrah)

Sampai di rumah, si mas bergerak cepat, menyuruh adekku segera berkemas. Tas bayi dan tas pakaian untuk aku dan si mas kebetulan sudah disiapkan jauh-jauh hari, tinggal angkut. Ada beberapa list barang bawaan yang belum masuk tas tapi sudah kucatat di buku kecil andalanku, dan adekku segera menyiapkannya. Setelah barang bawaan beres, menu buka puasa yang belum sempat dimakan oleh si mas diangkut juga, aku sudah ganti baju, mobil juga sudah menunggu di depan rumah. Siap capcuss. Aku dan adekku naik mobil diantarkan Mas Aan (tetangga), dan si Mas naik motor (buat nanti transportasi si Mas selama di RS yang tentunya perlu mondar-mandir ke mana-mana).

Jam 19.00 Perjalanan dari rumah menuju RS.Bunda di Benowo-Surabaya memakan waktu kurang lebih 25 menit, sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya membaca Surat Al-Insyiroh, berdoa agar diberi kemudahan dan kelancaran, Adekku mengabari keluarga di sidoarjo, ibu, mas, mbak, tapi pesan tidak juga sampai karena semua sedang terawih di masjid. Sesampainya di RS, Si Mas yang sudah sampai lebih dulu menyambut di depan pintu IGD dan aku langsung diantar ke IGD untuk diperiksa dalam.

Di balik tirai tempat dimana aku diperiksa, banyak suara berisik dari para perawat yang sedang bercanda dan tertawa-tertawa keras, tentu saja sebagai pasien yang sedang mulas yang aduhai rasanya ini, rasanya pengen ngelempar sandal ke kepala mereka. Agghhrrr!!!

Aku diperiksa oleh seorang bidan yang bertugas jaga IGD, dari awal aku udah nggak sreg sama nih bidan, mukanya kurang bersahabat, cara menyambut pasiennya juga tidak hangat, tidak seperti image yang selama ini aku simpulkan dari RS.Bunda yang semua orang di dalamnya sangat ramah mulai dari karyawan, perawat, bidan, dokter, hingga satpam dan tukang parkirnya. tapi image itu tidak kutemui pada bidan yang satu ini (atau akunya aja yang lagi sensi karena lagi mulas berat. wkwkwk).

Menurut si bidan, setelah diperiksa dalam ternyata baru pembukaan satu. Whattt??!! Nggak mungkin, merasa sebelumnya sudah periksa di bidan waktu mau berangkat ke RS, tentu saja aku dan si Mas esmosi dong??!! Malah disuruh pulang lagi pula! Whattt?? Yang lebih bikin kesel tuh cara bicara dia yang seolah-olah meremehkan. “Baru bukaan satu kok bu, masih lama, bisa jadi lahirnya masih besok malam atau lusa. Anak pertama ya?? pantes kalau panik”. Aaghhrrr!!! rasanya pengen gue telen hidup-hidup deh nih orang. Lo kira gue anak manja yang nggak tahan sakit sedikit aja?? Lo kira gue orang bodoh apa, yang nggak tau hitungan durasi kontraksi?? Ini tuh udah gue hitung durasi dan interval kontraksinya tauuu!! Dan udah gue periksain ke bidan juga!!

Dan benar saja, gara-gara bidan dudul itu tadi, kami tidak mendapatkan rekomendasi untuk masuk ruang inap, sehingga kalau memaksakan diri untuk tetap menginap mulai malam ini juga maka kami tidak bisa menggunakan fasilitas askes, karena tidak ada rekomendasi dari bidan yang jaga dan memeriksa di IGD.

Si Mas mulai kesal, di bagian check-in rawat inap si mas nantangin, “Ya sudah, pasien umum gak masalah, yang penting kami tidak pulang kembali” .

Ohya Mas, kalau misalnya memang malam ini istri saya masuk rawat inap sebagai pasien umum karena dianggap belum akan melahirkan dalam waktu dekat, trus misalnya nanti tengah malam ternyata bukaannya sudah banyak, bagaimana statusnya??” Si Mas dengan nada geram mengajukan protes pada Mas-masnya.

Wah, kalau seperti itu, saya juga tidak tau, pak

Nahloh??!!

Akhirnya, tidak kehabisan akal, Si Mas langsung menelpon dokter Iman. Dengan tegas dokter Iman bilang, “Jangan pulang, saya yang akan kasih rekomendasi, biar nanti saya telpon pihak RS. Nanti jam 21.30 saya ke sana

Mampus lo!!!

Merasa di pihak yang menang, si mas segera mengurusi semuanya, aku dan adekku memilih untuk jalan-jalan dulu  sambil belanja cemal-cemil makanan ringan sekalian untuk sahur. Sambil terus menyambung kontak dengan ibu di rumah kami pun jalan menuju ke Indomaret yang letaknya hanya 150 meter dari RS sambil meringis-meringis saat kontraksinya datang, selama di indomaret pun aku menyerahkan pada adekku yang belanja dan memilih apa saja yang ingin dibeli, sementara aku jalan mondar-mandir di dalam indomaret, itung-itung olahraga agar pembukaannya cepat bertambah.

Jam 21.00 aku disuruh masuk ke ruangan untuk rekam jantung. Selama 30 menit dilakukan rekam jantung, mulasnya sudah semakin sering dan dekat jaraknya. Selesai rekam jantung, aku dipersilahkan istirahat di kamar perawatan, di sana adekku bersama barang-barang keperluan camping-nya sudah menunggu

Jam 21.30 di kamar perawatan, kami bertiga masih bercanda-canda sambil sesekali menggunjing bidan menyebalkan di ruang IGD tadi. Hihihi… Tak lama kemudian (jam 22.00) dokter Iman datang dengan wajah sumringahnya

Gimana bu? Sudah sering mulasnya

Iya, dokter

Coba saya periksa dalam dulu ya” utak atik – utak atik, “Sudah hampir bukaan lima, untung tadi nggak jadi pulang lagi, sudah saya marahin bidannya, sembrono dia

Kami mesam-mesem aja

Ya sudah, saya tinggal dulu ya, di lantai bawah mau ada operasi hamil di luar kandungan

Dan bidan yang mengantar dokter iman pun berpamitan juga, “Nanti jam 24.00 saya datang lagi untuk meriksa kemajuan pembukaannya ya! Kalau butuh apa-apa pencet bel itu

Jam 22.30 mulasnya semakin menjadi, aku mencoba menenangkan diri dengan memutar musik klasik, kemudian berganti murottal, namun semakin lama aku merasakan jeda dari satu kontraksi ke kontraksi berikutnya semakin dekat, sangat dekat bahkan, kurang dari 1 menit kayaknya (hehehe… pake ilmu kira-kira, karena udah nggak sanggup buat utak-atik stopwatch di hp). Si mas kuminta mengelus-elus punggungku, terus, dan terus. Hingga akhirnya, aku sudah tidak tahan lagi. sambil setengah berteriak

Pencet bel, Mas! udah nggak kuat” Si mas sigap memencet bel, 2 orang bidan segera datang.

Sudah nggak tahan katanya, mbak” lapor si mas ke dua bidan itu.

Langsung ke ruang bersalin ya bu!” aku menurut saja

Di ruang bersalin, aku langsung diminta mengganti rok yang kukenakan dengan kain jarik, setelah itu di utak atik – utak atik, “Sudah bukaan tujuh hampir ke delapan

Aku sudah tidak bisa merasakan apapun selain mulas yang teramat sangat.

Hanna waladat Maryam, wa Maryam waladat ‘Isa, ukhruj ayyuhal maulud, bi qudrotil Malik al-Ma’bud” berulang-ulang kuucapkan doa itu, sambil sesekali merintih, rasanya pengen buang air besar.

Tahan ya bu, jangan mengejan. tarik nafas, buang, tarik nafas, buang” bidan-bidan itu begitu sangat sabar meladeniku.

Mbak, pengen pup” aku merengek di tengah rasa sakit yang luar biasa.

Iya, ibu. pengen pup ya… tahan ya ibu, jangan mengejan, kalo mengejan sebelum waktunya bisa bikin bengkak, tahan ya, sebentar lagi dokternya datang

Duuuh, kalau ingat mbak-mbak bidan baik hati ini, rasanya pengen peluukkk deh, abisnya mereka tuh sabaaar banget, udah kayak ditenangin sama ibu.

Ups! ngomong-ngomong soal ibu, beliau masih dalam perjalanan dari sidoarjo menuju ke TKP.

Jam 23.00 dokter Iman datang dengan pakaian operasi lengkap. Ternyata beliau masih ada tindakan operasi dan berlari menuju ke ruang persalinanku begitu ditelpon oleh mbak-mbak bidan bahwa aku sudah mau melahirkan.

Dokter datang, semua peralatan sudah siap, mbak-mbak bidan masih mencegahku untuk mengejan, padahal sumpeh deh, dorongan untuk mengejan udah nggak ketahan sama sekali, malah seingatku udah sempat mengejan sekali sangking nggak tahannya.

Kalau mulasnya datang, langsung mengejan ya bu, dorong!” dokter iman memberi instruksi.

Sudah boleh mengejan, dokter?

Ya boleh dong!” jawab dokter iman santai.

Si mulas pun datang, daaan… Mengejan!

satu…

dua…

tiga…

empat…

lima…

bersamaan dengan mengejan yang ke lima kali, keluarlah sebongkah benda besar dari jalan lahir, dan itu lah dia, yang kami tunggu-tunggu, tepat jam 23.30 di tanggal 26 Juli 2013 lahirlah our lil princess “AQUEENA ADHWA TSURAYYA”

ALLAHU AKBAR!!!

Si Mas yang selalu mendimpingiku langsung memeluk dan menciumku berkali-kali.

Dedeknya udah lahir say, Makasih banyak ya, sayang…” bergetar suaranya diikuti derai air mata bahagia.

Aku yang masih setengah sadar antara percaya dan tidak percaya atas apa yang baru saja terjadi, diam saja tak bereaksi, hingga kemudian ibu yang baru datang pun memeluk dan meminta maaf karena terlambat beberapa menit saja. Setelah itu adekku yang sebelumnya kularang untuk mendekati ruang persalinan (karena dia belum menikah, takutnya bikin trauma, hehehe) juga berhambur mendekat ingin melihat my lil princess. Kami semua berbahagia.

Robbanaa hab lana min azwajina wa dzurriyyatina qurrota a’yun, waj’alna lil muttaqiina imaama.

26 November 2013

My Pregnant Story (Part.2) Seni Berkomunikasi dengan Janin


Meski semua wanita hamil pernah merasakannya, tapi tetap saja aku merasa perlu mencatatkannya di sini, sebab begitu takjubnya aku atas kekuasaan Allah ini. Setidaknya, menjadi dokumentasi pribadi yang suatu saat bisa dibaca oleh tokoh utama dalam cerita ini. Selain itu juga sebagai bahan muhasabah diri, bahwa kekuasaan Allah sungguhlah luas dan mencapai hal-hal yang tidak terhingga oleh kemampuan manusia, sehingga tidak pantas bagi kita untuk berhenti mensyukurinya.

Trisemester kedua kehamilan adalah masa kehamilan yang paling enjoy. Kenapa? Karena pada masa ini aku sudah tidak lagi dipusingkan dengan yang namanya mual dan pusing karena segala macam bebauan, selain itu nafsu makan juga lagi lancar-lancarnya, serta ditunjang dengan tubuh yang masih belum terasa berat membawa perut. So, mulai masuk trisemester kedua, aku yang sebelumnya stop nge-mall demi menjaga janin di masa rawannya, sekarang mulai lagi deh ngidar-ngider mall (Horraayyy, akhirnya ziaroh ke mall juga. wkwkwkwk)

Di masa ini juga aku mulai menanti-nanti tiap minggunya, organ apa lagi yang sudah berfungsi dan bisa distimulasi (ooh, indahnya :) ) . menikmati setiap gerakan mulai dari yang hanya gelembung-gelembung udara, gelitikan lembut, hingga tendangan-tendangan yang selalu bikin kangen dan ketawa.

Si dedek anteng saat didengerin murottal, si dedek bergoyang riang saat didengarkan music klasik. si dedek antusias saat dibacakan dongeng, si dedek menggeliat penasaran saat bermain-main dengan cahaya lampu senter yang diarahkan ke perut. fiuuhhh… luar biasa rasanya.

Komunikasi pun selalu kulakukan terlebih saat berdua saja di dalam kamar, aku bercerita, mendongeng, meminta dedek bayi berada di jalan lahirnya, merayu plasenta agar tidak menghalangi jalan lahirnya si dedek, mewanti-wanti si dedek supaya nggak main-mainin tali pusat  ke lehernya biar nggak kelilit, membacakan doa, menjelaskan apa saja yang terjadi di sekelilingnya, dan lain sebagainya.

Saat usia kehamilan memasuki minggu ke 32, itu terakhir kalinya aku periksa ke dokter Maksum. di hari terakhir periksa aku pun menyampaikan keinginanku untuk melanjutkan periksa ke dokter lain dan di ruumah sakit lain yang nantinya akan menangani persalinanku, karena tidak memungkinkan bagiku jika harus memaksakan diri agar ditolong oleh dokter Maksum saat persalinan nanti karena terlalu jauuuh dari rumah. Oleh karenanya kami harus mulai menentukan di rumah sakit mana nanti aku akan melakukan persalinan dan dengan dokter siapa. Alhamdulillah dokter Maksum dengan sangat baik mempersilahkannya, dan kemudian menuliskan resume pemeriksaan selama kurang lebih 32 minggu untuk diserahkan kepada dokter berikutnya beserta surat pengantarnya. (hiks, jadi sedih deh berpisah dengan pak dokter Maksum). Jazaakallah ya, Dok. sudah membantu dari mulai proses program hamil hingga hamil 7 bulan. Sediihh… jadi pengen peluk (ups!)

Berdasarkan cerita yang kami himpun dari sana-sini, akhirnya kami memutuskan memilih RS.Bunda sebagai tempat persalinan, dan dokter Iman, SpOG sebagai dokter yang menangani. Waktu pertama kali periksa dengan dokter Iman, Alhamdulillah dokternya baiiiiik banget, sangat komunikatif, Pro normal, Pro IMD, Pro ASI, dan rumah sakitnya sendiri menerapkan system rawat gabung. dan mulai saat itu pula aku udah mulai merubah jadwal periksa kandungan yang biasanya sebulan sekali menjadi seminggu sekali karena sudah memasuki minggu-minggu akhir.

Semua pasti tau bahwa janin bisa diajak komunikasi, bahkan aku beberapa kali merasakan keajaiban dari komunikasi itu. Ceritanya, saat memasuki usia 36 minggu, usai periksa ke dokter kandungan diketahui bahwa si dedek belum masuk panggul. nah, sebagai ibu lebay yang baru pertama kali hamil otomatis aku panik karepe dewe, baca-baca di internet banyak cerita yang bilang usia segitu udah pada masuk panggul tuh dedek bayinya. Nah, akhirnya aku berusaha keras untuk mendapatkan kesuksesan yang sama (duileee… kesuksesan!!! wkwkwk). Jadilah setelah browsing ke sana kemari tentang kiat-kiat agar dedek bayi cepet masuk panggul, aku juga intens merayu si dedek agar cepet masuk panggul, kira-kira beginilah wiridanku ke dedek bayi (sambil elus-elus perut), “Sayang, mama mau minta tolong nih, kan kata pak dokter kamu belum masuk panggul nih, padahal kan kita berdua maunya nanti lahirannya normal dan cepet. Nah, yuk dek, kita sama-sama usaha ya, mama akan rajin olahraga biar bisa bantu kamu turun ke panggul, trus mama juga akan berdoa terus supaya Allah bantuin kita berdua biar dedek bisa cepet turun ke panggul. Yuk dek, dedek juga bantuin mama ya, dedek berusaha turun ke panggul juga, ok! kita sama-sama kerjasama, insyaAllah nanti dimudahkan sama Allah” rangkaian kalimat itu selalu aku bisikkan ke dedek bayi setiap hari, dan tidak lupa olahraga-olahraga ‘aneh’nya, mulai dari nungging setiap bangun tidur pagi, sujud sholatnya di-agak lama-in, trus jongkok-berdiri 30 kali setiap di kamar mandi (biar gak ketauan orang, hihi… namanya juga misi rahasia! hahaha). dan akhirnya, taraaaa…. dalam satu minggu si dedek dengan keajaiban Allah, turun panggul. yeaayyy… pak dokternya langsung bilang “mamanya hebat nih!” (hihihi jadi malu, kan ini kerja sama alias gotong royong bareng dedek bayi, makanya langsung di’KUN’ sama Allah. Alhamdulillah)

Selanjutnya, pas mulai masuk bulan puasa, hmm… kira-kira menjelang usia kehamilan ke 37, hasil USG menunukkan bahwa si dedek berat badannya udah mulai memasuki kepala 3, waduh, udah mulai hati-hati nih, gak boleh kegedean, biar nanti lahirannya lebih mudah keluar, hihihi…. akhirnya dipakailah jurus yang sama, yaitu ngerayu si dedek dengan kalimat-kalimat keramat, wkwkwk… tapi ya nggak cuman ‘sepik-sepik’ doank ya, usahanya harus tetep ada, yaitu mulai diet gula (maaf ya, kalau diet karbo aku nggak sanggup, makanku kan banyak. hahaha). Alhasil, di awal bulan puasa, meski berbuka dengan bermaca-macam es, aku mengganti gulanya denga gula low fat. hasilnya??? Alhamdulillah, seminggu kemudian si dedek kenaikan berat badannya hanya setengah ons (dalam satu minggu, padahal minggu sebelumnya kenaikannya 2ons dalam satu minggu. Horaaayyy… ups! Alhamdulillah..) dan lagi-lagi pak dokter bilang “mama hebat”, yes! makasih dedek atas kerjasamanya. ohya, selain minta kerjasama dengan si dedek, aku juga ngerayu ke plasentanya lho, jangan salah plasenta juga harus di ajak ngobrol. Aku bilang ke plasenta “Plasenta, minta tolong ya, kalau ngirimin makanan buat dedek tolong pilihin yang bergizi-bergizi, trus makanan-makanan yang bisa bikin dedek terlalu endut tolong dipinggirin dulu ya, kasian si dedek nanti kalo kegedean jadi kesempitan pas mau keluar dari perut. Makasih Plasenta…”.

Komunikasi demi komunikasi terus aku lakukan dengan si dedek, hingga di hari-hari penantian kedatangannya di dunia yang saat itu lumayan bikin dag dig dug, kapan ya dia mau di-launching??!! kok belum ada tanda-tanda ya??!! aku terus berkomunikasi secara mesra dengan si dedek, “Sayang, kamu mau keluar kapan nih?? Mama udah selesaiin khataman Alquran-nya nih, itu khusus buat kamu lho! Mama insyaAllah udah siap kapanpun kamu mau keluar. Yang jelas dedek nggak usah khawatir dan takut ya buat keluar, di luar banyaaak banget yang sayang sama kamu, ada ayah, mama, eyang, tante, teman2, semuaaa sayang sama kamu, jadi kamu nggak usah khawatir ya, meskipun selama di perut kamu merasa selalu disayang dan dilindungi, nanti pas di luar juga pasti sama kayak gitu, malah lebih banyak yang sayang” 

Alhamdulillah, aku merasakan begitu banyak keajaiban dari komunikasi dengan dedek bayi. Dan itu tentu saja sangat luar biasa. syukur kepada Yang Maha Pengasih yang selalu memberikan kemudahan dalam kehamilanku, dan semoga Allah senantiasa merahmati dan memberi perlindungan kepada seluruh ibu hamil di dunia ini. Aamiin….

6 November 2013

My Pregnant Story (Part.1) Melawan Mual, Melawan Mitos

Usai bersuka ria melihat hasil testpack yang menunjukkan 2 strip, aku dan si mas mulai mendiskusikan ke dokter siapa dan dimana kami akan memeriksakan janin kami hingga 9 bulan ke depan. Ada beberapa pilihan dokter kandungan yang direkomendasikan, baik yang praktek pribadi atau di Rumah Sakit. Namun, dengan segala pertimbangan, akhirnya si mas memutuskan untuk tetap ke dokter Maksum, dengan pertimbangan karena beliau yang menanganiku sedari awal, meskipun jauh tapi perjalanan menuju ke sana tidak melewati titik kemacetan sama sekali, lalu juga pertimbangan dekat dengan rumah Barir (sahabatku) sehingga meskipun dokter maksum prakteknya malam hari, kami bisa menginap di rumah sahabatku tersebut jika suatu waktu kemalaman.

Jadilah aku rutin periksa ke dokter maksum setiap bulan. Secara keseluruhan, Alhamdulillah kehamilanku relatif lancar, tidak ada ngidam, nggak pernah nge-flek, kenaikan berat badan normal, tensi darah stabil. Mulai merasa mual di bulan kedua, pada fase-fase ini aku benar-benar bersyukur mempunyai suami yang sangat siaga, karena kondisi mabukku cukup menghalangiku untuk beraktifitas, jadilah pak suami yang meng-handle pekerjaan rumah tangga, mulai dari belanja sayuran, masak, sampai bersih-bersih. Bagaimana tidak, mencium bau nasi saja aku sudah mual, belum lagi bau masakan-masakan yang lain. Dan kebetulan, rumah kami yang mungil ini tidak memungkinkan untuk bersembunyi dari bebauan yang dihasilkan dari dapur, alhasil akupun mendekam di kamar (hahaha).

Tiap hari kerjaanku cuman melungker di atas kasur, menikmati rasa mual setiap saat (noted! Setiap saat, bukan hanya pagi hari seperti istilah yang umum dibilang morning sickness). Awalnya cukup  melelahkan, tapi lama kelamaan aku mulai bisa berdamai dengan kondisiku. Bagaimana agar tidak muntah, aku harus mengurangi gerak, sehingga setiap habis makan aku akan segera naik kembali ke atas kasur, entah bisa tidur atau enggak yang penting tuh makanan yang baru saja masuk perut kuberi waktu untuk masuk lebih dalam, yang jelas aku harus meminimalisir gerakan, agar apa yang baru saja kumakan tidak mendesak keluar lagi. Hihihi… Beruntung aku tidak ada pantangan makanan apa-apa, semua makanan doyan-doyan aja, jadi meskipun sering muntah, tapi aku tetap semangat untuk makan dan makan lagi (ini mah rakus kaliii :D).

Seperti diketahui, di kepercayaan yang dianut oleh manusia Indonesia ini, ketika dinyatakan hamil, seseorang mendadak menjadi sasaran ‘pamali’, yups! Dikit-dikit pamali, kalo dalam bahasa jawa ‘gak ilok’, dikit-dikit dilarang, yang tentunya hampir semuanya menyebalkan karena tanpa ada alasan yang jelas dan ilmiah yang mendasari. Apalagi mertuaku adalah orang desa yang masih menganut larangan-larangan tidak masuk akal itu, jadilah selama hamil aku berkawan dengan pak guru google untuk mencari kebenaran dan fakta-fakta, juga berkawan dengan twitter untuk meng-counter hal-hal itu dengan jawaban dokter yang kudapat dari akun-akun twitter para dokter yang kuikuti. Hahaha…

Mulai dari dilarang makan rawon (rawon setan maknyuss lhoo…), nangka (hmm… enak panget lho padahal), duren (yang ini emang nggak doyan), dilarang tidur pagi/siang (gileee, ngantuk boo’), dilarang duduk di tengah pintu (kalo makan daun pintu boleh kali yeee…), dan bla..bla..bla..

Sejujurnya aku sudah tau jawaban dari hampir semua larangan itu, dan tentu saja semuanya mitos alias tidak perlu dipercaya, namun suatu ketika aku pernah diresahkan oleh salah satu pamali yg lumayan menggangguku. Yaitu, katanya, orang yang hamil pamali membunuh makhluk hidup, tidak hanya ibu hamilnya, termasuk juga suaminya. Makhluk hidup di sini lebih merujuk kepada hewan, termasuk yang biasa dikonsumsi, misalnya udang, lele, mujaer, gurami, dsb. Nah loh, nyebelin nggak tuh? Apalagi pas ditanya alasannya, dibilang bahwa nanti bisa karma pada si jabang bayi, entah cacat, atau malah mukanya mirip hewan tersebut. Na’udzubillah min dzaalik.

Suatu hari, nggak tau kenapa tiba-tiba rumah kami dihuni banyak tokek. Serem doong??! Sebetulnya tidak mengganggu, tapi aku yang kebetulan memang agak-agak gampang kagetan, sering terlonjak kaget ketika tiba-tiba si tokek menampakkan diri. Puncaknya, pernah saat aku membuka lemari dapur, tiba-tiba “Huaaaa…..!!!” tokek loncat keluar dari balik daun pintu lemari itu. Aku teriak sekuat tenaga, si tokek tak juga beranjak menjauh, masih di sekitar dapur, aku yang ketakutan reflek loncat naik ke atas wastafel tempat cuci piring. Mendengar keributan di dapur, si mas segera berhambur keluar dari kamar dan langsung memburu si pembuat onar (bukan aku yaaa.. hehe). Sejak saat itu, si mas rajin memburu hewan-hewan pembuat onar yang berpotensi bikin aku kaget. Kan nggak lucu banget, demi mempercayai mitos geje, malah membahayakan kondisi bumil (gimana nggak bahaya, lha wong perut udah gede dibikin sampe naik ke atas wastafel itu lho)

Perburuan demi perburuan kerap dilakukan oleh si mas, hingga akhirnya pernah suatu kali si mas berhasil menjebak tikus. Karena sangking jengkelnya dengan tuh tikus, aku mem-fotonya dan kujadikan Display Picture di BBM. Tak kurang dari satu menit, banyak BBM masuk, semua mengingatkan untuk tidak menyiksa hewan karena aku sedang hamil, pamali katanya. Karena sangking banyaknya yang mengomentari, akhirnya aku galau juga. Malam itu aku gelisah tiada tara *tsaahhh… tak berani menyampaikan kegalauanku pada si mas, akhirnya aku mencari jawaban sendiri, atau lebih tepatnya pembenaran diri. Dan Alhamdulillah dapat :)

Dari pak guru Google aku menemukan hasil tanya jawab mengenai mitos tersebut. Jawabannya adalah bahwa hal tersebut sama sekali tidak patut dipercayai, sebab itu sama saja dengan mendahului kehendak Allah SWT. Pada zaman Rasulullah, beliau tidak pernah melarang shahabatnya (yang istrinya sedang hamil) untuk menyembelih binatang kurban. Yes, I got it!!! So, ngapain galau soal mitos dan omongan geje begituan, sala-salah bisa menggiring kita pada kekufuran lho, kan mendahului takdir Allah. Na’udzubillah min dzaalik.

Bersambung ke Part.2