Postingan kali ini saya mau cerita
tentang perjalanan ASI eksklusif Aqueena. Saya yakin, tiap-tiap ibu pasti punya
cerita sendiri tentang perjuangannya dalam memberi ASI kepada buah hatinya,
bahkan tidak sedikit pula yang meski
sudah memiliki beberapa anak, akan tetapi perjuangan dalam memberi ASI nya
berbeda pada tiap anak, baik suka maupun dukanya.
Sebelum hamil, saya tidak terlalu
paham mengenai lika-liku dan serba-serbi pemberian ASI kepada bayi. Yang saya
tahu bahwa tentu saja saya akan memberikan ASI begitu juga setiap orang tua
akan memberikan ASI dengan sukses tanpa kendala apapun. Kenapa saya berpikiran
seperti itu? Ya karena yang saya lihat semua saudara-saudara terdekat saya
semuanya memberikan ASI, jadi pikiran saya menyimpulkan bahwa anak bayi ya
pasti minumnya ASI.
Hingga saat saya akhirnya
dinyatakan hamil, saya jadi punya kebiasaan baru yang menemani hari-hari mual
saya di atas kasur sepanjang hari, yaitu; browsiiiiiiing tiada henti. (Hehehehe…).
Dari situ saya mulai kenal akun twitter @ID_AyahASI, ketertarikan dan rasa
penasaran saya terhadap akun ini akhirnya menggiring saya membaca twit-twit
serta posting-posting blog mengenai perjuangan malaikat-malaikat di luar sana
dalam memperjuangkan pemberian ASI untuk
buah hati mereka. Bagaimana mereka harus bersitegang dengan pihak Rumah
Sakit karena ngotot menolak pemberian susu formula. Bagaimana cerita penuh
derai air mata karena bersikukuh tak mau memberi susu formula meskipun orang
terdekat di rumah terus menerus menuding ASI yang kurang sebagai penyebab
bayinya kuning. Belum lagi cerita para ibu bekerja untuk selalu rutin memompa
ASI di manapun ia berada demi mempertahankan stok ASI selalu tercukupi, dan
lain sebagainya.
Dari situ saya mulai terbuka,
ternyata memberikan ASI tidak semudah yang diduga, perlu diperjuangkan. Mulai dari
dukungan orang terdekat, support yang kuat dari suami, dan kemauan yang ‘bandel’
dari ibu tentunya. Berdasarkan hasil baca-baca itu, saya pun jadi sering
berdiskusi dengan si mas tentang hal ini, Alhamdulillah si mas sangat support,
dia pun tak enggan membaca link-link postingan bagus yang saya temukan. Jadi ketika
saya nemu postingn bagus, saya selalu kirimkan link-nya ke si mas untuk dibaca,
begitu ada waktu ngobrol kita selalu mendiskusikannya.
Dalam perjalanan
browsing-browsing, saya menemukan postingan penting yang akhirnya membuat saya
tercekat, karena saya baru menyadari ternyata saya memiliki masalah yang serupa
dengan cerita di postingan tersebut, yakni flat nipple (putting datar). Iya,
sejak dahulu saya memang menyadari kondisi di salah satu bagian tubuh saya
tersebut, PD saya yang sebelah kiri kondisinya flat nipple, namun saya tidak
pernah menyangka bahwa hal itu dapat menyulitkan proses menyusui. Akhirnya saya
pun semakin intens mempelajari bagaimana cara melakukan pelekatan menyusui yang
benar, bagaimana menyiasati flat nipple agar bayi tetap mau menyusu, dan
bagaimana membuat saya tetap percaya diri akan berhasil memberikan ASI
eksklusif dengan lancar.
Perjalanan browsing saya
berlanjut tentang khasiat ASI, kenapa harus ASI, kenapa tidak boleh susu
formula, hingga mendownload video-video seminarnya Dr.Tiwi bertajuk “Breastfeeding
911” yang Alhamdulillah sangat sangat membantu.
Dan akhirnya, hari menyusui itu
pun tiba. Beberapa menit setelah dilahirkan (aqueena lahir jam 23.30 malam),
tentu saja Aqueena butuh asupan, namun tidak seperti cerita di blog-blog para
ibu di luar sana yang pakai acara ngotot-ngototan antara ASI dan sufor, saat
itu karena masih dalam kondisi sangat lemah usai melahirkan, saya memang
mengizinkan aqueena untuk diberi sufor tengah malam itu, entahlah yang kufikirkan
saat itu adalah saya ingin segera tidur, rasanya capeeeek sekali setelah
seharian merasakan kontraksi dan seperti kehabisan energi setelah berjuang
mengeluarkan bayi.
Esok harinya, saat aqueena sudah dimandikan
dan mulai rooming-in (rawat gabung) dengan saya, barulah ASI pertama saya
dihisap oleh aqueena, dengan penuh trial
and error saya terus mencoba melakukan pelekatan yang benar, entah ada yang
masuk ke perut atau tidak saya tidak peduli, asal aqueena melek langsung saya
angkat dan saya susui, namun saat malam aqueena tidak bersama di kamar saya, maka
diapun oleh perawat diberi sufor, it’s
okay for me, saya memang tidak ngotot.
Setelah 2 hari di RS, kami pun
pulang, dan perjuangan breastfeeding yang sebenarnya pun dimulai. Saat itu,
aqueena mulai lancar menghisap ASI, otomatis produksi ASI pun semakin melimpah,
akibatnya tentu saja pada PD kiri saya yang selama ini hampir tidak pernah
berhasil dihisap oleh Aqueena membengkak karena isinya penuh dan tak segera
dikeluarkan. Saya segera menghubungi sepupu yang saat itu masih menempuh
sekolah kebidanan, atas sarannya saya disuruh membeli spet (suntikan) yang
dipotong bagian atasnya untuk kemudian digunakan untuk menarik nipple yang
posisinya masuk tersebut. Jangan ditanya rasanya, Ya Allaaaahh sakiiiiit
banget. Dengan hati-hati Ayah Aqueena membantu saya melakukannya, saat saya
menjerit, dia tampak khawatir sekali dan akhirnya berhenti. Begitu sampai
berkali-kali.
Beberapa hari kemudian, saat
kontrol ke dokter anak, saya mengkonsultasikan hal tersebut pada sang dokter,
sarannya pun sama dengan yang disampaikan sepupu saya tempo hari, hingga
akhirnya, karena merasa hampir putus asa dengan rasa sakit saat ditarik dengan spet
itu, saya putuskan untuk menyerahkannya pada Aqueena, biar dia sendiri yang
mencari cara menuju makanannya. Tanpa disangka dan diduga, ternyata justru
dengan cara itu, aqueena malah bisa menghisap ASI saya, dengan posisi mulut
yang dia pilih sendiri, dia pun berhasil mengeluarkan ASI dari PD kiri saya
(meski diawali dengan dramatis alias nangis-nangis dulu), Alhamdulillah wa
syukrulillaaaahh… Sampai suatu hari, salah seorang teman kantornya Ayah Aqueena
datang berkunjung melihat bayi kami, saat itu dia juga sedang menyusui bayinya
yang berusia 4 bulan. Ternyata dia punya masalah yang sama dengan saya, yaitu
salah satu PDnya memiliki flat nipple, saat saya tanya bgaimana cara
menyusuinya, dia bilang dia hanya menyusui dari satu PD saja. Wooww!!! Saya terkejut
karena melihat bayinya yang sangat montok itu ternyata hanya disusui dengan
satu PD. Dari situlah, saya sedikit demi sedikit menghindari ‘drama’ yang
selama ini terjadi saat Aqueena kutawarin PD kiri. Iya, saya mulai berhenti
menawari PD kiri saya pada Aqueena, dan merelakan ia hanya menyusu dari satu PD
saja. Bismillaaaahh… semoga Allah mencukupkan ASI untuk anak saya. Allahul
Kaafiy
Alhamdulillaaah… Aqueena tercukupi
kebutuhan ASInya, dia tumbuh dengan baik, kenaikan berat badannya tidak ada
yang kurang bahkan gemuk dan montok. Untuk mencukupi kebutuhan ASI Aqueena saat
saya tinggal mengajar, ASI saya pompa secukupnya, kebetulan saya hanya mengajar
2 hari dalam seminggu, itupun hanya kurang lebih 3-4 jam dalam sehari. Makanya saya
tidak ada tuntutan untuk menyetok ASI sebanyak-banyaknya, melainkan hanya
secukupnya saja, paling hanya 2 x 50 ml untuk satu hari mengajar (3-4 jam), itu
pun selalu masih tersisa banyak karena aqueena tidak terbiasa minum dengan dot.
Saya sih tidak khawatir meskipun dia tidak mau minum ASInya, toh hanya sebentar
saja saya meninggalkannya, insyaAllah tidak sampai kelaparan. (Hehehehe…)
Ohya, tanpa bermaksud apa-apa, saya punya cerita miris tentang kondisi per-ASI-an
di lingkungan sekeliling saya. Jadi ceritanya, bersamaan dengan lahirnya
Aqueena, tetangga di komplek perumahan saya juga banyak yang punya bayi baru
lahir, kalau tidak salah ada 6 bayi yang sepantaran Aqueena, dan kebetulan
hanya Aqueena yang anak ASI, selainnya semuanya minum sufor dengan tanpa
dilatar belakangi pertimbangan medis apapun dan ibu-ibunya semuanya tidak
bekerja di luar rumah. Terus terang saya sedih melihatnya, sebab di sisi lain,
teman-teman kuliah saya baik saat S1 maupun S2 juga banyak yang punya bayi
sepantaran Aqueena, dan mereka hampir semuanya adalah ibu bekerja namun dengan
semangatnya berjuang sekuat tenaga memberikan ASI untuk bayi-bayi mereka.
Fenomena ini membuat saya semakin
mengerti kenapa semakin banyak dan menjamur kelompok-kelompok pendukung ASI,
baik dari ibu-ibu, ayah-ayah, para ikatan dokter anak dan bidan, karena memang
pemahaman akan pentingnya ASI saat ini telah mengalami pergeseran yang luar
biasa, banyak sekali yang tidak memahami bahwa sufor itu bukan pengganti ASI,
karena ASI tak pernah tergantikan.
Saat Aqueena berumur 14 bulan, Aqueena
sudah tidak banyak konsumsi ASInya, karena dia sudah mendapat banyak asupan
lain di samping ASI yaitu nasi, selain itu juga dia sudah banyak menghabiskan
waktunya untuk bermain sehingga jarang meminta nenen. Nah, karena permintaan
menurun otomatis produksi pun mengikuti. Suatu hari, tepatnya setelah saya
menghabiskan liburan semester selama 2 bulan, otomatis selama itu pula Aqueena
tidak saya tinggal dan titipkan ke pegasuhnya karena saya tidak mengajar. Hari itu
saya kembali mengajar, dan malam sebelumnya saya berusaha keras memompa ASI
namun tidak berhasil, saya terus berusaha memompa tetap tak berhasil, ah
mungkin karena baru saja diminum Aqueena, saya coba tinggal tidur dulu
barangkali nanti tengah malam saat sudah lama diistirahatkan (tidak diminum)
stoknya kembali banyak, namun usaha saya sia-sia, hanya SATU tetes saja yang
berhasil keluar. Saya pun menyerah, yah sudahlah, gak usah dibawakan susu, toh
palingan Aqueena nggak sampai kelaparan, kan dia pinter maemnya, begitu pikiran
saya. Keesokan harinya, saat saya pulang mengajar dan mengambil Aqueena di
rumah pengasuhnya, si pengasuh bertanya kenapa saya tidak membawakan susu dan
hanya membawakan jus alpukat, dengan polosnya saya cerita kalau tadi malam saya
gagal memerah ASI. Tanpa saya duga, sang pengasuh Aqueena yang selama ini
kukenal tak banyak bicara ini berujar, “Kalo
gitu ya dibelikan susu formula dong”, saat itu saya masih lempeng aja, “nggak ah bu, ASI yang terbaik”, eeeh dia
melanjutkan “ya belikan susu formula yang
bagus dan mahal lhoo, kan ada tuh yang merek ********, masa’ buat anak kok gak
mau belikan susu”. Duaarrr!!! Emosi saya mendadak meletup, namun tak ada
kata-kata yang keluar saking nggak menyangkanya akan ada kata-kata seperti itu
yang keluar. Tanpa manjawab apapun, saya pamit pulang dalam kondisi ‘bertanduk’,
bueeteeee….
Sambil jalan menuju rumah dengan
hati bersungut-sungut, saya terus melakukan pembenaran dan pembelaan diri. Sesampainya
di rumah, saya masih bete aja. Pegang hp, nulis status galau deh.
Alhamdulillaaahh langsung bertubi-tubi bbm masuk memberikan support. Thanks ya,
kawan-kawan… I love you all. Dan yang akhirnya bikin saya nggak bete lagi
adalah kalimat suami “Kesel kok sama
omongan orang yang nggak ngerti??!! yo nggak akan ada ujungnya, percuma!”
makjlebb… hehehe…
Saat ini, Aqueena telah berusia
16 bulan, Alhamduliilaah masih ASI. Semoga bisa melanjutkannya sampai 2 tahun
ya. Saat ini saya sedang rajin membaca postingan-postingan tentang cerita
menyapih, untuk bekal menyapih aqueena nanti, agar tak ada acara drama nangis
dan jejeritan, tak ada pahit-pahitan, tak ada drama traumatic untuk aqueena,
karena kami ingin melakukannya dengan cinta. Iya, Weaning With Love (WWL). Semoga
dimudahkan. Amin.
Last but not least, happy
breastfeeding, Mom….