Sebetulnya ada banyak yang ingin
saya tuliskan di blog ini mengenai perjalanan kehidupan Aqueena di hari-hari
awalnya, juga tentang perjalanan breastfeeding nya, juga tentang pengalaman
aqueena dengan makanan padat pertamanya. Tapi apa boleh buat, virus males emak
baru ini yang membuat semuanya tertinggal di angan-angan *halah*
Sampai akhirnya, sebelum semua
yang sudah tersimpan di otak itu tertulis dengan baik, datanglah sakit pertama
dalam hidup my princess Aqueena. Sebagaimana diketahui oleh banyak orang, bahwa
bayi yang mengkonsumsi ASI secara eksklusif memang memiliki daya tahan tubuh
yang sangat kuat, Alhamdulillah Aqueena sejak lahir procot tidak pernah sakit. Hingga suatu hari di bulan februari, di
saat usia Aqueena hampir 7 bulan, Ayahnya sakit demam, pilek, batuk. Tak
berselang lama ganti mamanya yang sakit, demam, pilek, batuk. Alhamdulillah
dengan segala ilmu yang kupelajari dari internet aku tau bahwa meski ibu sakit,
bayi tetap boleh disusui, dengan catatan ibu mengenakan masker (karena virus
batuk pilek ditularkan melalui udara).
Oke, sebenernya prosedur telah
diikuti, namun apalah daya, tangan si anak bayi --yang sedang suka-sukanya
explore segala hal yang terjangkau olehnya— bergerilya memaksa dan
menarik-narik masker penutup muka ibunya. Walhasil, gagal lah itu pencegahan
dengan mengenakan masker. Syukur Alhamdulillah Aqueena tetap kuat dan tidak
tertular, hingga akhirnya saat batuk pilek saya sudah pamit pergi, kami
sekeluarga mudik ke Sidoarjo, ke rumah Ibu. Eee ndilalah ibu (eyangnya aqueena)
pas banget lagi kena virus serupa, demam, batuk, pilek. Maka jadilah si eyang
sebagai tersangka utama yang menularkan virus ini (hehehe). Gimana nggak, lha
wong eyang sama sekali nggak mau jauh-jauh dari cucunya, dicium, di peluk,
digendong-gendong, dikeloni, pokoknya maunya nempeeeell kayak perangko, maklum
saat itu sudah sebulan lebih nggak ketemu cucunya. Akhirnya ayah dan mamanya
pun hanya bisa pasrah, tanpa mampu mencegah.
Demam, batuk, pilek pun akhirnya
datang silih berganti. Awal mula drama sakit ini dimulai saat malam hari tiba-tiba
Aqueena rewel di tengah tidurnya, nangis merintih, aku masih belum tau
sebabnya, makin lama dia semakin merintih-rintih hingga menolak saat kutawari
nenen. Di tengah kondisi mengantuk aku tetap
memaksa aqueena untuk mau nenen agar dia kembali tertidur, namun dia
tetap menolak dan terus merintih. Lama-lama aku penasaran dan segera bangun
dari tempat tidur, saat itu aku baru menyadari bahwa suhu tubuh aqueena hangat.
Karena terus menolak saat ditawarin ASI akhirnya aku menggendongnya agar tenang
dan tidak menangis lagi. Alhamdulillah, dia lebih tenang. Namun hanya sebentar
dia kembali menangis merintih-rintih, kutimang-timang, tak lama lalu diam dan
tertidur, hanya sebentar terbangun lagi dan merintih-rintih lagi, begitu
berkali-kali hingga akhirnya ia tertidur lelap. Mengetahui dia sudah mulai
lelap, pelan-pelan kuturunkan aqueena dari gendongan dan kutidurkan di kasur. Namun
belum juga seluruh badannya menempel di kasur ia sudah terbangun dan menangis
lagi. Jadilah malam itu aku menggendongnya semalaman sambil duduk dan menahan
kantuk di sofa.
Pagi pun menjelang, si ibu keluar
dari kamar dan melihat aku tertidur di sofa sambil mendekap aqueena dalam
gendongan. Ikut panik lah beliau saat tau aqueena rewel karena demam, akhirnya
kami bergantian menggendong aqueena, begitu juga ayahnya. Syukur Alhamdulillah
drama demam itu tak berlangsung lama, kurang dari 2 hari demamnya kabur dan
datanglah pileknya. Saat pilek aku tak begitu khawatir, selama hidungnya tidak
buntu dan nafasnya tidak grok-grok, aku cukup tegar. Hingga si batuk pun
datang. Kalau untuk orang dewasa seperti kita-kita batuk adalah hal yang biasa
dan tidak menyakitkan. Tapi begitu melihat anak bayi yang umurnya belum genap 7
bulan sakit batuk, rasanyaaaa…. Huaaaa… nggak tega banget, apalagi kalau sampai
batuk marathon di malam hari saat ia tengah tidur. Hiks, pengen nangis, nggak
tegaaa…
Aku yang semula bertahan untuk
tidak mau memberikan obat untuk bayiku akhirnya luluh, terutama saat hendak
tidur, berharap agar aqueena bisa tidur nyenyak tanpa harus terbangun karena
terganggu oleh batuk yang tak henti-henti. Kurang lebih 10 hari aqueena
menderita batuk pilek, tak lupa disertai drama muntah beberapa kali yang
ternyata kata dokter itu adalah cara bayi mengeluarkan dahaknya. *huaaa… kasian
banget sih naakk…
Selang beberapa hari, batuk
aqueena mulai mereda, hanya tinggal sesekali saja dalam sehari, huhhh… lega
rasanya. Bersamaan dengan kondisi aqueena yang semakin membaik meskipun belum
bisa dikatakan 100% sembuh, ayah aqueena mengajak kami untuk mudik ke Lamongan,
karena bertepatan dengan libur anak sekolah sehingga saudara-saudara yang lain
juga sama-sama mudik. Sebetulnya aku sendiri enggan, mengingat aqueena baru
saja enak badannya, tapi ayahnya bersikeras apalagi Mbahnya di lamongan juga
beberapa kali meminta aqueena segera pulang karena sudah lama tak jumpa. Yah
sudahlah, aku menurut saja.
Di rumah Mbahnya di Lamongan
selama 3 hari, aqueena cenderung agak rewel, selain karena kebiasaan aqueena
yang memang butuh waktu agak lama untuk beradaptasi dengan tempat baru dan
orang-orang baru, sepertinya sisa-sisa sakit aqueena masih ada, walhasil selama
di Lamongan aqueena nempel terus sama mamanya, dan mamanya gagal berleha-leha
karena aqueena hanya mau sama mamanya saja.
Minggu malam kita pulang kembali
ke Menganti diantar oleh sepupu. Keesokan harinya, badan aqueena kembali
hangat, aku lupa berapa suhunya, hingga sore tiba, saat aku masih menemani
anak-anak ngaji di teras rumah, ayah aqueena yang sedang momong di dalam rumah
tampak sibuk berganti baju dan berkemas. Begitu semua anak-anak selesai mengaji
dan aku masuk rumah, si ayah segera memerintahku untuk berkemas karena suhu
badan aqueena mencapai 40 derajat celcius. Tentu saja aku kaget, namun aku
berusaha setenang mungkin dan segera mengganti baju serta bersiap.
Tujuan pertama tentu saja ke
tempat yang terdekat. Karena belum pernah membawa aqueena ke dokter sebelumnya,
akhirnya berbekal informasi dari tetangga kami bergegas menuju rumah praktek
dokter spesialis anak yang lokasinya tidak jauh dari daerah tempat kami tinggal.
Sesampainya disana, ternyata masih tutup, saat itu waktu menunjukkan pukul
17.00. dan ternyata dr.Wiwik,Sp.A itu baru membuka prakteknya jam 19.00. si
ayah mengajakku pulang ke rumah dan
kembali lagi nanti malam, tapi aku menolak. Kepalang tanggung, sudah keluar
rumah ya mending kita cari dokter yang lain. Pilihan terdekat adalah RSI Darusy
Syifa Benowo. Tanpa memakai helm dan membawa perlengkapan apapun kami nekat
kesana sore itu juga. Di RSI, dokter anak yang sedang praktek saat itu adalah
dokter Feri. Setelah diperiksa, dokter tidak bisa memberikan diagnosa apa-apa
karena memang baru hari pertama demam, hanya diresepkan obat penurun panas.
Sebetulnya dokter Feri juga meresepkan antibiotic, tapi beliau menyarankan
untuk menunda dulu memberikan antibiotic kecuali jika setelah 3 hari masih
tetap demam.
Sesampainya di rumah, demam
aqueena naik turun terus. Saat demam tinggi, diberi penurun panas, kemudian
turun. Selang beberapa jam, naik lagi, diberi penurun panas, lalu turun. Begitu
terus pola demamnya. Saat malam tiba, di tengah tidurnya ia terjaga,
berganti-ganti posisi tidur seolah mencari yang nyaman sambil merintih,
merintih dan terus merintih. Tak lama ia pun menangis tak henti, segera aku
memeluknya agar ia merasa nyaman, tapi aqueena meronta. Kuambil obat penurun
panas dan sebisa mungkin kumasukkan ke dalam mulutnya yang tak berhenti
menangis itu, ia pun semakin menangis. Kuangkat tubuhnya dari tempat tidur dan
kugendong sambil sebisa mungkin menyalakan kompor untuk menghangatkan air. Dengan
sebelah tangan, kukompres tubuhnya yang sangat panas itu, namun aqueena selalu
berusaha menarik dan membuang lap basahnya dengan terus merintih dan menangis. Jadilah
sepanjang malam itu aku begadang untuk menggendongnya dan menidurkannya dalam
gendongan dan dekapanku. Sambil menggendong dan meredakan tangisnya, tanpa
kusadari akupun tak bisa menahan air mataku. Aku ikut menangis tersedu-sedu
sambil terus mendekapnya, entah apa yang ada dalam pikiranku, yang jelas segala
sesuatu yang buruk begitu menghantuiku. Ya Allah…. Adzhibil ba’sa Robbannas, isyfi walady wa Antasy Syafiy laa syaafiya
illa Anta syifa’an laa yughoodiru saqoma.
Empat hari berlalu, siang hari di
hari Jum’at aqueena kembali demam tinggi, ayah aqueena yang biasanya jika hari
jumat pulang sebelum dhuhur kali itu belum pulang juga. Aqueena menangis tak
berhenti, kuukur suhu badannya, hampir 41 derajat celcius. Aku panik bukan
kepalang, segera kuminta si ayah segera pulang, tapi apa hendak dikata ada
urusan yang sangat penting dan tak dapat ditunda sehingga harus pulang lebih
siang. Aku bingung harus berbuat apa, bagaimana kalau terjadi ini? Bagaimana kalau
terjadi itu? Segala hal buruk berebut mengisi pikiranku. Akupun kembali
menangis tak karuan. Kupeluk aqueena dan kuciumi wajahnya, tak henti-henti
kubaca doa apa saja yang mampu kulafalkan ditengah tangisku siang itu. Ya
Allaahhh… beri pertolongan-Mu, sembuhkan anak hamba, Ya Allah…
Menjelang Ashar ayah aqueena baru
datang, usai sholat ashar kami segera meluncur menemui dokter Feri di RSI.
Tanpa banyak pertimbangan lagi kami diminta melakukan cek darah di
laboratorium, untuk memastikan apakah ada indikasi DB, typhus, atau yang lain.
Setelah hasilnya keluar, terlihat bahwa kadar Leukosit pada darah aqueena cukup
tinggi, mencapai 21ribu yang artinya ada infeksi bakteri dalam tubuhnya.
Berdasarkan hasil lab tersebut akhirnya antibiotik mau tidak mau harus
diminumkan.
Sepulang dari RSI, malam harinya
demam aqueena masih berpola sama seperti sebelumnya, namun kali ini ada hal
yang baru, yaitu disertai diare. Awalnya kukira dia BAB seperti biasa, karena
sebagai anak ASI memang pola BAB aqueena tidak bisa diprediksi, namun malam itu
aqueena berkali-kali BAB dan lama-kelamaan konsistensinya berubah menjadi
sangat cair, berbuih dan melalui drama ‘ngeden’. Selama ini aku belum pernah
melihat bayiku ngeden saat BAB, namun saat diare itu meskipun yang
dikeluarkannya kotoran yang sangat cair, malah hampir tidak ada ampasnya, namun
selalu melalui proses ngeden yang sangat sakit karena aqueena selalu menangis
saat ngeden. Nggak tega banget deh pokoknya, tiap kali dia ngeden dan menangis
aku selalu mendudukkannya di pangkuanku dan menghadapkan mukanya pada dadaku
sembari kupeluk, dalam pelukan itu ia ngeden sambil menangis kesakitan.
Karena saat di dokter Feri kami
tidak diberi gambaran tentang kemungkinan terjadinya diare, akhirnya pagi itu
ayah aqueena mengajak kembali ke dokter, namun aku enggan. Tiba-tiba teringat
salah seorang teman yang sekaligus saudara yang suaminya sedang menyelesaikan
pendidikan spesialis anak. Melalui sambungan telpon akhirnya kami
berkonsultasi, Alhamdulillah, meskipun hanya lewat telpon kami bisa leluasa
bertanya dan meminta penjelasan atas sakit aqueena, sembari membacakan hasil
lab dan resep yang sudah diberikan dokter Feri. Atas penjelasan saudara kami
tersebut kami akhirnya lebih tenang, sebab diare yang diderita aqueena memeng
lanjutan dari demamnya beberapa hari ini, kami pun diberi saran untuk membeli
obat tertentu untuk mengatasi diarenya serta obat untuk mengembalikan kekuatan
tubuhnya.
Alhamdulillah, 2 hari berselang
Aqueena sembuh total (berdasarkan pengamatan ayah dan ibunya aja sih) hehehe….
Dari pengalaman ini, aku banyak sekali memetik pelajaran berharga yang di
kemudian hari bisa membuatku lebih baik dalam merawat aqueena. Kini, saat usia
aqueena sudah menginjak 10 bulan, dan telah beberapa kali sakit, aku sudah
semakin terampil merawatnya, tidak ada lagi panik berlebihan, tidak ada lagi
drama nangis-nangisan, dan lebih bijak dalam memberikan obat. Karena aku
semakin giat belajar dan membaca artikel-artikel kesehatan dan perawatan anak
sakit di internet, aku mulai sedikit demi sedikit mempraktekkan home treatment
untuk anakku. Alhamdulillah, semakin jarang memberikan obat pada aqueena,
semakin terampil memberikan perawatan sendiri tanpa obat, semakin berhati-hati
mencegah hal-hal yang bisa membuatnya sakit.
Terimakasih Ya Allah
Sehat terus ya, Nduk… Mama sayang
Aqueena 3>
1 comments:
Apakah saya bisa mendapatkan alamat email Anda atau no telp yg bisa di hubungi? Karna ada beberapa yg ingin saya tanyakan perihal tulisan Anda di blog ini. Tks.
Vini Simanjuntak
0813.46221799
gw_vini@yahoo.com
Posting Komentar