4 Juni 2014

Saat My Princess 'Aqueena' Sakit :(



Sebetulnya ada banyak yang ingin saya tuliskan di blog ini mengenai perjalanan kehidupan Aqueena di hari-hari awalnya, juga tentang perjalanan breastfeeding nya, juga tentang pengalaman aqueena dengan makanan padat pertamanya. Tapi apa boleh buat, virus males emak baru ini yang membuat semuanya tertinggal di angan-angan *halah*

Sampai akhirnya, sebelum semua yang sudah tersimpan di otak itu tertulis dengan baik, datanglah sakit pertama dalam hidup my princess Aqueena. Sebagaimana diketahui oleh banyak orang, bahwa bayi yang mengkonsumsi ASI secara eksklusif memang memiliki daya tahan tubuh yang sangat kuat, Alhamdulillah Aqueena sejak lahir procot tidak pernah sakit. Hingga suatu hari di bulan februari, di saat usia Aqueena hampir 7 bulan, Ayahnya sakit demam, pilek, batuk. Tak berselang lama ganti mamanya yang sakit, demam, pilek, batuk. Alhamdulillah dengan segala ilmu yang kupelajari dari internet aku tau bahwa meski ibu sakit, bayi tetap boleh disusui, dengan catatan ibu mengenakan masker (karena virus batuk pilek ditularkan melalui udara).

Oke, sebenernya prosedur telah diikuti, namun apalah daya, tangan si anak bayi --yang sedang suka-sukanya explore segala hal yang terjangkau olehnya— bergerilya memaksa dan menarik-narik masker penutup muka ibunya. Walhasil, gagal lah itu pencegahan dengan mengenakan masker. Syukur Alhamdulillah Aqueena tetap kuat dan tidak tertular, hingga akhirnya saat batuk pilek saya sudah pamit pergi, kami sekeluarga mudik ke Sidoarjo, ke rumah Ibu. Eee ndilalah ibu (eyangnya aqueena) pas banget lagi kena virus serupa, demam, batuk, pilek. Maka jadilah si eyang sebagai tersangka utama yang menularkan virus ini (hehehe). Gimana nggak, lha wong eyang sama sekali nggak mau jauh-jauh dari cucunya, dicium, di peluk, digendong-gendong, dikeloni, pokoknya maunya nempeeeell kayak perangko, maklum saat itu sudah sebulan lebih nggak ketemu cucunya. Akhirnya ayah dan mamanya pun hanya bisa pasrah, tanpa mampu mencegah.

Demam, batuk, pilek pun akhirnya datang silih berganti. Awal mula drama sakit ini dimulai saat malam hari tiba-tiba Aqueena rewel di tengah tidurnya, nangis merintih, aku masih belum tau sebabnya, makin lama dia semakin merintih-rintih hingga menolak saat kutawari nenen. Di tengah kondisi mengantuk aku tetap  memaksa aqueena untuk mau nenen agar dia kembali tertidur, namun dia tetap menolak dan terus merintih. Lama-lama aku penasaran dan segera bangun dari tempat tidur, saat itu aku baru menyadari bahwa suhu tubuh aqueena hangat. Karena terus menolak saat ditawarin ASI akhirnya aku menggendongnya agar tenang dan tidak menangis lagi. Alhamdulillah, dia lebih tenang. Namun hanya sebentar dia kembali menangis merintih-rintih, kutimang-timang, tak lama lalu diam dan tertidur, hanya sebentar terbangun lagi dan merintih-rintih lagi, begitu berkali-kali hingga akhirnya ia tertidur lelap. Mengetahui dia sudah mulai lelap, pelan-pelan kuturunkan aqueena dari gendongan dan kutidurkan di kasur. Namun belum juga seluruh badannya menempel di kasur ia sudah terbangun dan menangis lagi. Jadilah malam itu aku menggendongnya semalaman sambil duduk dan menahan kantuk di sofa.

Pagi pun menjelang, si ibu keluar dari kamar dan melihat aku tertidur di sofa sambil mendekap aqueena dalam gendongan. Ikut panik lah beliau saat tau aqueena rewel karena demam, akhirnya kami bergantian menggendong aqueena, begitu juga ayahnya. Syukur Alhamdulillah drama demam itu tak berlangsung lama, kurang dari 2 hari demamnya kabur dan datanglah pileknya. Saat pilek aku tak begitu khawatir, selama hidungnya tidak buntu dan nafasnya tidak grok-grok, aku cukup tegar. Hingga si batuk pun datang. Kalau untuk orang dewasa seperti kita-kita batuk adalah hal yang biasa dan tidak menyakitkan. Tapi begitu melihat anak bayi yang umurnya belum genap 7 bulan sakit batuk, rasanyaaaa…. Huaaaa… nggak tega banget, apalagi kalau sampai batuk marathon di malam hari saat ia tengah tidur. Hiks, pengen nangis, nggak tegaaa…

Aku yang semula bertahan untuk tidak mau memberikan obat untuk bayiku akhirnya luluh, terutama saat hendak tidur, berharap agar aqueena bisa tidur nyenyak tanpa harus terbangun karena terganggu oleh batuk yang tak henti-henti. Kurang lebih 10 hari aqueena menderita batuk pilek, tak lupa disertai drama muntah beberapa kali yang ternyata kata dokter itu adalah cara bayi mengeluarkan dahaknya. *huaaa… kasian banget sih naakk…

Selang beberapa hari, batuk aqueena mulai mereda, hanya tinggal sesekali saja dalam sehari, huhhh… lega rasanya. Bersamaan dengan kondisi aqueena yang semakin membaik meskipun belum bisa dikatakan 100% sembuh, ayah aqueena mengajak kami untuk mudik ke Lamongan, karena bertepatan dengan libur anak sekolah sehingga saudara-saudara yang lain juga sama-sama mudik. Sebetulnya aku sendiri enggan, mengingat aqueena baru saja enak badannya, tapi ayahnya bersikeras apalagi Mbahnya di lamongan juga beberapa kali meminta aqueena segera pulang karena sudah lama tak jumpa. Yah sudahlah, aku menurut saja.

Di rumah Mbahnya di Lamongan selama 3 hari, aqueena cenderung agak rewel, selain karena kebiasaan aqueena yang memang butuh waktu agak lama untuk beradaptasi dengan tempat baru dan orang-orang baru, sepertinya sisa-sisa sakit aqueena masih ada, walhasil selama di Lamongan aqueena nempel terus sama mamanya, dan mamanya gagal berleha-leha karena aqueena hanya mau sama mamanya saja.

Minggu malam kita pulang kembali ke Menganti diantar oleh sepupu. Keesokan harinya, badan aqueena kembali hangat, aku lupa berapa suhunya, hingga sore tiba, saat aku masih menemani anak-anak ngaji di teras rumah, ayah aqueena yang sedang momong di dalam rumah tampak sibuk berganti baju dan berkemas. Begitu semua anak-anak selesai mengaji dan aku masuk rumah, si ayah segera memerintahku untuk berkemas karena suhu badan aqueena mencapai 40 derajat celcius. Tentu saja aku kaget, namun aku berusaha setenang mungkin dan segera mengganti baju serta bersiap.

Tujuan pertama tentu saja ke tempat yang terdekat. Karena belum pernah membawa aqueena ke dokter sebelumnya, akhirnya berbekal informasi dari tetangga kami bergegas menuju rumah praktek dokter spesialis anak yang lokasinya tidak jauh dari daerah tempat kami tinggal. Sesampainya disana, ternyata masih tutup, saat itu waktu menunjukkan pukul 17.00. dan ternyata dr.Wiwik,Sp.A itu baru membuka prakteknya jam 19.00. si ayah mengajakku pulang  ke rumah dan kembali lagi nanti malam, tapi aku menolak. Kepalang tanggung, sudah keluar rumah ya mending kita cari dokter yang lain. Pilihan terdekat adalah RSI Darusy Syifa Benowo. Tanpa memakai helm dan membawa perlengkapan apapun kami nekat kesana sore itu juga. Di RSI, dokter anak yang sedang praktek saat itu adalah dokter Feri. Setelah diperiksa, dokter tidak bisa memberikan diagnosa apa-apa karena memang baru hari pertama demam, hanya diresepkan obat penurun panas. Sebetulnya dokter Feri juga meresepkan antibiotic, tapi beliau menyarankan untuk menunda dulu memberikan antibiotic kecuali jika setelah 3 hari masih tetap demam.

Sesampainya di rumah, demam aqueena naik turun terus. Saat demam tinggi, diberi penurun panas, kemudian turun. Selang beberapa jam, naik lagi, diberi penurun panas, lalu turun. Begitu terus pola demamnya. Saat malam tiba, di tengah tidurnya ia terjaga, berganti-ganti posisi tidur seolah mencari yang nyaman sambil merintih, merintih dan terus merintih. Tak lama ia pun menangis tak henti, segera aku memeluknya agar ia merasa nyaman, tapi aqueena meronta. Kuambil obat penurun panas dan sebisa mungkin kumasukkan ke dalam mulutnya yang tak berhenti menangis itu, ia pun semakin menangis. Kuangkat tubuhnya dari tempat tidur dan kugendong sambil sebisa mungkin menyalakan kompor untuk menghangatkan air. Dengan sebelah tangan, kukompres tubuhnya yang sangat panas itu, namun aqueena selalu berusaha menarik dan membuang lap basahnya dengan terus merintih dan menangis. Jadilah sepanjang malam itu aku begadang untuk menggendongnya dan menidurkannya dalam gendongan dan dekapanku. Sambil menggendong dan meredakan tangisnya, tanpa kusadari akupun tak bisa menahan air mataku. Aku ikut menangis tersedu-sedu sambil terus mendekapnya, entah apa yang ada dalam pikiranku, yang jelas segala sesuatu yang buruk begitu menghantuiku. Ya Allah…. Adzhibil ba’sa Robbannas, isyfi walady wa Antasy Syafiy laa syaafiya illa Anta syifa’an laa yughoodiru saqoma.

Empat hari berlalu, siang hari di hari Jum’at aqueena kembali demam tinggi, ayah aqueena yang biasanya jika hari jumat pulang sebelum dhuhur kali itu belum pulang juga. Aqueena menangis tak berhenti, kuukur suhu badannya, hampir 41 derajat celcius. Aku panik bukan kepalang, segera kuminta si ayah segera pulang, tapi apa hendak dikata ada urusan yang sangat penting dan tak dapat ditunda sehingga harus pulang lebih siang. Aku bingung harus berbuat apa, bagaimana kalau terjadi ini? Bagaimana kalau terjadi itu? Segala hal buruk berebut mengisi pikiranku. Akupun kembali menangis tak karuan. Kupeluk aqueena dan kuciumi wajahnya, tak henti-henti kubaca doa apa saja yang mampu kulafalkan ditengah tangisku siang itu. Ya Allaahhh… beri pertolongan-Mu, sembuhkan anak hamba, Ya Allah…

Menjelang Ashar ayah aqueena baru datang, usai sholat ashar kami segera meluncur menemui dokter Feri di RSI. Tanpa banyak pertimbangan lagi kami diminta melakukan cek darah di laboratorium, untuk memastikan apakah ada indikasi DB, typhus, atau yang lain. Setelah hasilnya keluar, terlihat bahwa kadar Leukosit pada darah aqueena cukup tinggi, mencapai 21ribu yang artinya ada infeksi bakteri dalam tubuhnya. Berdasarkan hasil lab tersebut akhirnya antibiotik mau tidak mau harus diminumkan.

Sepulang dari RSI, malam harinya demam aqueena masih berpola sama seperti sebelumnya, namun kali ini ada hal yang baru, yaitu disertai diare. Awalnya kukira dia BAB seperti biasa, karena sebagai anak ASI memang pola BAB aqueena tidak bisa diprediksi, namun malam itu aqueena berkali-kali BAB dan lama-kelamaan konsistensinya berubah menjadi sangat cair, berbuih dan melalui drama ‘ngeden’. Selama ini aku belum pernah melihat bayiku ngeden saat BAB, namun saat diare itu meskipun yang dikeluarkannya kotoran yang sangat cair, malah hampir tidak ada ampasnya, namun selalu melalui proses ngeden yang sangat sakit karena aqueena selalu menangis saat ngeden. Nggak tega banget deh pokoknya, tiap kali dia ngeden dan menangis aku selalu mendudukkannya di pangkuanku dan menghadapkan mukanya pada dadaku sembari kupeluk, dalam pelukan itu ia ngeden sambil menangis kesakitan.

Karena saat di dokter Feri kami tidak diberi gambaran tentang kemungkinan terjadinya diare, akhirnya pagi itu ayah aqueena mengajak kembali ke dokter, namun aku enggan. Tiba-tiba teringat salah seorang teman yang sekaligus saudara yang suaminya sedang menyelesaikan pendidikan spesialis anak. Melalui sambungan telpon akhirnya kami berkonsultasi, Alhamdulillah, meskipun hanya lewat telpon kami bisa leluasa bertanya dan meminta penjelasan atas sakit aqueena, sembari membacakan hasil lab dan resep yang sudah diberikan dokter Feri. Atas penjelasan saudara kami tersebut kami akhirnya lebih tenang, sebab diare yang diderita aqueena memeng lanjutan dari demamnya beberapa hari ini, kami pun diberi saran untuk membeli obat tertentu untuk mengatasi diarenya serta obat untuk mengembalikan kekuatan tubuhnya.

Alhamdulillah, 2 hari berselang Aqueena sembuh total (berdasarkan pengamatan ayah dan ibunya aja sih) hehehe…. Dari pengalaman ini, aku banyak sekali memetik pelajaran berharga yang di kemudian hari bisa membuatku lebih baik dalam merawat aqueena. Kini, saat usia aqueena sudah menginjak 10 bulan, dan telah beberapa kali sakit, aku sudah semakin terampil merawatnya, tidak ada lagi panik berlebihan, tidak ada lagi drama nangis-nangisan, dan lebih bijak dalam memberikan obat. Karena aku semakin giat belajar dan membaca artikel-artikel kesehatan dan perawatan anak sakit di internet, aku mulai sedikit demi sedikit mempraktekkan home treatment untuk anakku. Alhamdulillah, semakin jarang memberikan obat pada aqueena, semakin terampil memberikan perawatan sendiri tanpa obat, semakin berhati-hati mencegah hal-hal yang bisa membuatnya sakit.

Terimakasih Ya Allah

Sehat terus ya, Nduk… Mama sayang Aqueena 3>

1 comments:

Unknown mengatakan...

Apakah saya bisa mendapatkan alamat email Anda atau no telp yg bisa di hubungi? Karna ada beberapa yg ingin saya tanyakan perihal tulisan Anda di blog ini. Tks.

Vini Simanjuntak
0813.46221799
gw_vini@yahoo.com