25 November 2009

2012; Sebuah Realitas Gerak Pendulum

Dirilisnya film terbaru berjudul “2012” disambut oleh besarnya antusiasme penonton di Indonesia, bioskop-bioskop memutar film ini dalam 3 studio sekaligus dan tiketpun terjual habis hanya dalam hitungan menit sejak loket dibuka, beramai-ramai orang ingin menyaksikan kedahsyatan film ini yang gaungnya sudah didengung-dengungkan di berbagai media, sebenarnya bukan karena kualitas gambar film yang tersuguh dengan begitu dahsyat, tapi lebih pada judulnya “2012” itulah yang menarik animo penonton hingga menyingkirkan beberapa film yang rilis di saat yang sama.


Ada apa dengan angka ”2012” ini? Angka yang setahun terakhir menjadi perbincangan hangat para peselancar dunia cyber, hingga terangkat oleh media yang paling dekat dengan masyarakat pelbagai kalangan; televisi. Sebuah angka yang diramalkan oleh Suku Maya sebagai angka di mana akan terjadi suatu fenomena kerusakan yang maha dahsyat yang terjadi di alam semesta. Tanggal 12 bulan 12 tahun 2012, demikianlah tepatnya suku Maya menyebutkan. Sontak isu ini berkembang luas, terlebih beberapa media televisi mulai melansir pandangan beberapa pihak yang dipercaya oleh masyarakat memiliki kemampuan ’melihat masa depan’.


Isu tersebut akhirnya terus berkembang liar, pembenaran yang dikemukakan paranormal Indonesia dan disiarkan secara cuma-cuma oleh televisi pun dicerna oleh masyarakat sebagai sesuatu yang layak dipercaya, spekulasi kian merebak, apalagi banyak artikel di internet yang mencoba menganalisa kebenarannya dengan dikaitkan beberapa ayat yang terdapat di beberapa kitab suci dari agama yang berbeda-beda, semua seolah-olah ingin menyimpulkan ramalan tersebut dengan satu kata ”benar”.


Fenomena Paradoksial

Fenomena ini tentulah paradoks. Di saat lebih dari 50 % pekerjaan rumah sudah dikerjakan oleh produk elektronik, di saat itu pula produksi film-film bergenre horor semakin marak seiring animo penonton yang sangat tinggi untuk menikmatinya. Di saat pemerintah berencana mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Jepara dan hingga kini masih terus mendapatkan protes dari masyarakat setempat, di saat itu pula polisi menggunakan bantuan Jaelangkung untuk menemukan di mana seorang buronan bersembunyi. Di saat NASA terus mengembangkan penelitian untuk menemukan cara agar bulan dapat dihuni oleh manusia secara sempurna dan di saat modernitas hanya tinggal menyisihkan sepersekian belahan bumi saja yang belum tersentuh oleh kemajuannya, di saat itu pula manusia dibuat resah oleh sebuah ramalan kiamat yang dirilis oleh rakyat dari suku yang hampir punah eksistensinya.


Tampaklah dari sini, bahwa di saat manusia telah mencapai pergerakan jauh ke depan, maka di saat itu pula ia mundur sejauh jarak saat ia bergerak maju. Seperti yang tergambar pada gerak pendulum, seberapa jauh pendulum bergerak ke kanan, maka sejauh itu pula ia akan bergerak ke kiri.

Psikologi Kognitif

Fenomena realitas gerak pendulum yang saat ini melanda masyarakat kita ini dalam teori psikologi kognitif diterangkan sebagai cognitive map (peta kognisi) dan cognitive schemata (skema kognisi), dimana setiap individu membentuk peta dan skema kognisinya masing-masing yang tentu saja semua tersusun berdasarkan pengalaman dalam proses kognisinya baik yang telah mengalami siklus persepsi ataupun masih berupa harapan individu atas sebuah realitas kehidupan sebelum dan sesudah hari ini.


Kini dapat dipahami mengapa di saat yang bersamaan seseorang mengalami kemajuan serta kemunduran dalam berfikir sekaligus, sebab peta kognisi yang dimiliki oleh individu tersebut berdasarkan kemajuan yang dilihatnya berimbas pada menjadi lebih pragmatisnya seseorang dalam melihat hal-hal yang sebetulnya tidak sederhana yang kemudia diupayakan menjadi sesederhana mungkin dengan mempercayai hal-hal yang berupa prediksi seorang paranormal.


Sekali lagi, pemetaan kognisi ini sangat berdasar atas sejauh mana pengetahuan dimiliki beserta dasar kuat yang melandasinya. Jika sebelumnya telah terikat kuat pemahaman kita akan sebuah fenomena yang bernama kiamat, baik secara ilmiah maupun kepercayaan dari agama masing-masing tentang bagaimana terjadi, kapan, oleh siapa, melibatkan siapa dan apa saja, bagaimana tanda-tandanya, dan segala macamnya yang jauh sebelum ini telah dipahami oleh masyarakat dengan porsi pemahaman masing-masing, maka pemahaman itulah yang kemudian menjadi landasan pemetaan kognisi kita atas prediksi kiamat yang terus merebak, ikut terpengaruh atau tidak sama sekali.


Oleh karenanyalah kita dituntut untuk lebih bijak dalam menyikapi segala sesuatu, ada sebuah proses berfikir yang selayaknya kita tempuh sebelum akhirnya memutuskan untuk bersikap, terlebih pada sebuah prediksi, tentunya akal sehat kita jauh lebih kuat dari pada membiarkannya terhenti bekerja hanya karena tertohok oleh ramalan yang sama sekali tak bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Membiasakan terus berfikir positif tentu akan lebih menyehatkan pikiran dari pada merelakan diri dibayangi oleh ketakutan akan datangnya suatu bencana yang entah dari mana asalnya.

6 comments:

komuter mengatakan...

alhamdullillah,
tulisannya dahsyat sekali, jujur saya sependapat, hanya saja penyampaian saya tidak se-akademis ini, lebih pada penggunaan kata-kata yang pragmatis.......

Didien® mengatakan...

udh nonton, efeknya keren banget...
kunjungan perdana kesini sekedar ingin silaturrahmi sekaligus sekedar memberi informasi dukungan untuk IBSN coin peduli keadilan



salam, ^_^

Caride™ mengatakan...

ngomongin film memang aneh² sekarang ini..yg penting kita bisa ambil sisi positifnya aja dg bijak..bukan begitu sist??
salam kenal.. ^_~

d-Gadget™ mengatakan...

wow...membaca artikel membuat saya kagum dg uraiannya...salut

Faiqoh Fauzie mengatakan...

@Komuter: Makasih... tapi masih kalah dengan blog anda yang rajin banget diupdate, pasti rajin nulis, jadi ngiri...

Faiqoh Fauzie mengatakan...

@Didien: terima kasih atas kunjungannya

@Caride: salam kenal juga

d-Gadget: terima kasih. salam kenal...