Jadi ibu rumah tangga di rumah
sendiri (baca: gak bareng ortu) otomatis semua pekerjaan rumah juga di handle sendiri, jadi ngerti kenapa Bu
Sisca Suwitomo membuat buku resep masakan untuk menu selama 30 hari muali untuk
sarapan pagi, makan siang dan makan malam beserta makanan-makanan selingannya,
ternyata meskipun udah lumayan bisa masak tapi masalah justru muncul dari
menentukan ide “apa menu hari ini?”. Sudah di depan tukang sayur, ngubek sana
ngubek sini, lammmaaa, dan bingung mau beli apaan. Dan akhirnya belanja itu
lagi…itu lagi... Hmm… untung sekarang ada buku menu ini. Bu Sisca, makasih ya
bukunya, sangat membantu sekali lho!
Problem dapur ternyata belum
selesai sampai di situ, karena ada urusan yang tak kalah penting dan tak dapat
dihindari adalah sampah. Di dalam rumah kami terdapat 1 buah tempat sampah, dan
di luar pagar ada 1 lagi yang lain yang tiap hari diangkut oleh petugas
kebersihan komplek. Kalau dulu masih tinggal serumah dengan Ibu, aku termasuk
jarang membuang sampah dari tempat sampah di dalam rumah menuju tempat sampah
yang di luar, sekarang saat sudah tinggal di rumah sendiri otomatis akulah yang
meng-handle. Tanggungjawab baru
inilah yang akhirnya membuatku baru menyadari begitu banyaknya volume sampah
rumah tangga yang dihasilkan setiap harinya. Sangat terasa sekali, perasaan
baru saja melapisi tampat sampah dengan kantong plastik yang baru, eee sudah
penuh aja dan membuangnya kembali ke luar dan memasang plastik baru lagi. Fiuuuhhh… pantesan Stadion Gelora Bung
Tomo yang megah itu tidak juga difungsikan akibat lokasinya yang berdekatan
dengan TPA Benowo sebagai tempat pembuangan akhir sampah warga Surabaya yang
menggunung.
Sebagai mantan aktivis lingkungan
hidup (bo’ong-bo’ongan tapinya, hehehe) aku tentu saja merasa bersalah karena
turut menyumbang gundukan sampah di TPA apalagi tanpa usaha untuk
meminimalisirnya. Hmm… gimana ya enaknya…???
Aku meminta suami buat belikan
tempat sampah satu lagi supaya sampah langsung bisa kupilah dari rumah antara
yang kering dan basah, doi menyanggupi, tapi tempat sampah yang kupesan tak
juga duduk di depan rumah, hmmm…
Akhirnya kebiasaan baru yang baik itupun dimulai, berawal karena resah atas
menipisnya stok plastik berukuran besar yang muat dipakai alas tempat
sampah. Jadi ceritanya selama ini meskipun plastik tersebut belum berisi penuh oleh
sampah tapi mau tak mau harus dioper ke luar karena sudah mulai bau basi oleh
sisa makanan. Nah, karena untuk ngirit plastik besar akhirnya aku mulai menghentikan kebiasaan membuang sampah makanan
(sampah dapur / sampah basah) ke dalam tempat sampah melainkan langsung kubuang di plastik kecil dan langsung
dibuang ke tong sampah depan rumah begitu dapur selesai dibersihkan usai
memasak pagi hari. Dari situlah kemudian setelah beberapa hari aku baru
menyadari bahwa sebenarnya nggak se-banyak itu sampah yang dihasilkan di rumah kami dan membuatku lebih jarang menggonta-ganti plastik besar untuk alas tempat sampah, karena ternyata sampah organik (sisa potongan sayur,
kulit buah, sisa makanan, nasi, dll) lebih banyak volumenya dari pada sampah
non-organik (plastik detergent, bungkus permen, cotton-bud, botol minuman,
dll).

0 comments:
Posting Komentar