Alhamdulillaaahh… akhirnya
kesampean juga menuliskan birth report si dedek. Gara-gara kelewat males, pas hamil yang ditulis program hamil, pas
habis lahiran yang ditulis cerita kehamilan. Alhasil, birth report-nya jadi
moloooorr deh. hihihi….
Alhamdulillah (lagi), secara
keseluruhan kelahiran si dedek tergolong lancar dan cepat (kata orang-orang
sih) untuk ukuran anak pertama, kurang lebih 4 jam dari mulai menginjakkan kaki
di RS hingga si dedek lahir, tapi yang jelas saya sangat bersyukur diberi
kemudahan dalam melewati perjuangan menjadi seorang ibu.
Selasa, 23 Juli 2013
Selepas Dzuhur, saya merasakan
sakit di bagian perut bawah, tidak terlalu sakit sih (menurut saya dengan
membandingkan cerita-cerita kontraksi yang katanya aduhai rasanya). Tapi tetap
saja saya waspada, karena belum pernah merasakan rasa sakit seperti itu
sebelumnya, saya bilang ke si mas yang hari itu kebetulan nggak ngantor. Melihat
saya meringis-meringis si mas mengelus-elus perut saya dan menanyakan apakah benar-benar
terasa sakit sekali?
“Apa kita ke rumah sakit sekarang?”
“Nggak usah, belum sakit-sakit banget kok”.
Setengah jam berlalu, saya merasa
sakitnya timbul tenggelam, si mas tanpa meminta persetujuan dengan sendirinya
berangkat ke kamar mandi, mandi, ganti baju rapi, berkemas, memasukkan
berkas-berkas untuk check in rumah sakit, aku cuman ngeliatin aja.
“Mau ngapain, mas? Rapih amat? Mau ke rumah sakit ya? Siapa juga yang mau
lahiran sekarang? hihihi…”
Aku masih guya-guyu menggoda si
mas yang sibuk sendiri. Tapi aku tetap yakin bahwa ‘bukan sekarang waktunya’. Dan
benar saja, setelah wudlu, sholat dan berdiam sebentar, rasa sakit itu hilang
dengan sendirinya. Hmm… Braxton Hicks!!.
Jumat, 26 Juli 2013
Jam 14.00 jadwal periksa
ke RS.Bunda.
“Adek bayinya masih betah ya, bu?” dokter Iman menggoda.
“Iya nih dok, belum mau keluar kayaknya, jangan-jangan nunggu lebaran
nih?? Aduuh, kalo bisa jangan deh, nanti semua orang lagi pada repot”
jawabku.
“Air ketuban masih banyak dan jernih, masih aman, kita tunggu aja deh
sampe adek bayinya mau keluar” kata dokter Iman sambil meng-USG. “Saya periksa dalam ya!” sambungnya.
Aku dan si mas nurut aja.
“Hmm… kayaknya kalau nggak nanti malam ya besok lah ya lahirnya”
*dienggg!!!* lho kok?? Yah okelah,
insyaAllah siap grak!!
Jam 16.00 saat mendi sore,
hmm… spotting!
Menjelang maghrib, saat si mas
dan adekku heboh di dapur menyiapkan buka puasa (ohya, sejak hari Jumat yang
lalu adekku sudah datang ke rumahku, menemani kalau-kalau aku merasakan
tanda-tanda melahirkan sementara si mas sedang di kantor) perutku terasa
kencang sekali dan mulas, tapi masih bisa kutahan. Kupakai jalan bolak balik di
teras rumah sampai maghrib tiba.
Seperti biasa, saat buka puasa
aku tidak langsung makan nasi melainkan minum es dan gorengan sampai kenyang
dan bisa dipastikan berujung dengan malas makan karena sudah kekenyangan dan
baru makan nasi setelah sholat tarawih. Malam itu aku punya firasat yang
berbeda, setelah takjil mengenyangkan itu, aku segera sholat maghrib dan
kemudian makan nasi. Sambil menahan mulas yang muncul-tenggelam aku memaksakan
diri agar nasi bisa masuk ke perut. Akhirnya, hanya beberapa suap saja, aku
sudah mulai tidak tahan berlama-lama duduk di kursi. Kuletakkan piring makanku
yang masih bersisa nasi cukup banyak, aku merebahkan diri di kasur di dalam
kamar.
Di dalam kamar, aku mengambil hp
dan mulai menyalakan stopwatch untuk memastikan bahwa kontraksinya semakin lama
semakin dekat intervalnya dan semakin panjang durasinya. Dugaanku benar,
durasinya 25 detik dengan interval 10 - 8 menit. Aku segera memanggil si mas.
“Mas, ayo kita ke bidan Juraida”
“Lho, ngapain? nggak langsung ke RS aja tah?”
“Nggak deh, ke bidan dulu aja, suruh liatin udah bukaan berapa, biar
ntar nggak kecele waktu ke RS kalo ternyata masih bukaan satu”
Si mas menurut saja dan segera
menyalakan motor. Sesampainya di rumah bidan Juraida ternyata rumahnya tutup.
“Langsung ke RS aja ya say?” Si Mas menawarkan
“Nggak ah, kita ke bidan Yatin aja”
Lagi-lagi Si Mas menuruti
kemauanku. Sesampainya di rumah bu Yatin, sambil meringis merasakan mulas yang
semakin sering, aku minta diperiksa dalam untuk memastikan sudah bukaan berapa
dan apakah kami sudah disarankan untuk segera ke RS sekarang juga. Setelah utak
atik – utak atik.
“Sudah bukaan tiga, ke RS sekarang saja, Bu”
*diengggg!!!* oke, insyaAllah
siap!
Keluar dari ruangan bu bidan, si
Mas yang menunggu di luar sudah cemas tingkat propinsi.
“Telpon taksi sekarang say, udah bukaan tiga”
Si Mas mendadak gugup, dan buru-buru
menelpon taksi.
“Disuruh nunggu 20 menit say, gimana??”
“Nggak papa deh, sambil siap-siap. nggak usah panik” jawabku
Kami pun segera bergegas pulang.
“Kita minta tolong Aan (tetangga, red) aja ya say, kelamaan kalo nunggu
20 menit” Si Mas menawarkan
“Wes terserah lah” jawabku singkat (bin pasrah)
Sampai di rumah, si mas bergerak
cepat, menyuruh adekku segera berkemas. Tas bayi dan tas pakaian untuk aku dan
si mas kebetulan sudah disiapkan jauh-jauh hari, tinggal angkut. Ada beberapa
list barang bawaan yang belum masuk tas tapi sudah kucatat di buku kecil
andalanku, dan adekku segera menyiapkannya. Setelah barang bawaan beres, menu
buka puasa yang belum sempat dimakan oleh si mas diangkut juga, aku sudah ganti
baju, mobil juga sudah menunggu di depan rumah. Siap capcuss. Aku dan adekku
naik mobil diantarkan Mas Aan (tetangga), dan si Mas naik motor (buat nanti
transportasi si Mas selama di RS yang tentunya perlu mondar-mandir ke
mana-mana).
Jam 19.00 Perjalanan dari
rumah menuju RS.Bunda di Benowo-Surabaya memakan waktu kurang lebih 25 menit,
sepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya membaca Surat Al-Insyiroh, berdoa
agar diberi kemudahan dan kelancaran, Adekku mengabari keluarga di sidoarjo,
ibu, mas, mbak, tapi pesan tidak juga sampai karena semua sedang terawih di
masjid. Sesampainya di RS, Si Mas yang sudah sampai lebih dulu menyambut di
depan pintu IGD dan aku langsung diantar ke IGD untuk diperiksa dalam.
Di balik tirai tempat dimana aku
diperiksa, banyak suara berisik dari para perawat yang sedang bercanda dan
tertawa-tertawa keras, tentu saja sebagai pasien yang sedang mulas yang aduhai
rasanya ini, rasanya pengen ngelempar sandal ke kepala mereka. Agghhrrr!!!
Aku diperiksa oleh seorang bidan
yang bertugas jaga IGD, dari awal aku udah nggak sreg sama nih bidan, mukanya
kurang bersahabat, cara menyambut pasiennya juga tidak hangat, tidak seperti
image yang selama ini aku simpulkan dari RS.Bunda yang semua orang di dalamnya
sangat ramah mulai dari karyawan, perawat, bidan, dokter, hingga satpam dan
tukang parkirnya. tapi image itu tidak kutemui pada bidan yang satu ini (atau
akunya aja yang lagi sensi karena lagi mulas berat. wkwkwk).
Menurut si bidan, setelah diperiksa
dalam ternyata baru pembukaan satu. Whattt??!! Nggak mungkin, merasa sebelumnya
sudah periksa di bidan waktu mau berangkat ke RS, tentu saja aku dan si Mas esmosi
dong??!! Malah disuruh pulang lagi pula! Whattt?? Yang lebih bikin kesel tuh
cara bicara dia yang seolah-olah meremehkan. “Baru bukaan satu kok bu, masih lama, bisa jadi lahirnya masih besok
malam atau lusa. Anak pertama ya?? pantes kalau panik”. Aaghhrrr!!! rasanya
pengen gue telen hidup-hidup deh nih orang. Lo kira gue anak manja yang nggak
tahan sakit sedikit aja?? Lo kira gue orang bodoh apa, yang nggak tau hitungan
durasi kontraksi?? Ini tuh udah gue hitung durasi dan interval kontraksinya
tauuu!! Dan udah gue periksain ke bidan juga!!
Dan benar saja, gara-gara bidan
dudul itu tadi, kami tidak mendapatkan rekomendasi untuk masuk ruang inap,
sehingga kalau memaksakan diri untuk tetap menginap mulai malam ini juga maka kami
tidak bisa menggunakan fasilitas askes, karena tidak ada rekomendasi dari bidan
yang jaga dan memeriksa di IGD.
Si Mas mulai kesal, di bagian
check-in rawat inap si mas nantangin, “Ya
sudah, pasien umum gak masalah, yang penting kami tidak pulang kembali” .
“Ohya Mas, kalau misalnya memang malam ini istri saya masuk rawat inap
sebagai pasien umum karena dianggap belum akan melahirkan dalam waktu dekat,
trus misalnya nanti tengah malam ternyata bukaannya sudah banyak, bagaimana
statusnya??” Si Mas dengan nada geram mengajukan protes pada Mas-masnya.
“Wah, kalau seperti itu, saya juga tidak tau, pak”
Nahloh??!!
Akhirnya, tidak kehabisan akal,
Si Mas langsung menelpon dokter Iman. Dengan tegas dokter Iman bilang, “Jangan pulang, saya yang akan kasih
rekomendasi, biar nanti saya telpon pihak RS. Nanti jam 21.30 saya ke sana”
Mampus lo!!!
Merasa di pihak yang menang, si
mas segera mengurusi semuanya, aku dan adekku memilih untuk jalan-jalan
dulu sambil belanja cemal-cemil makanan
ringan sekalian untuk sahur. Sambil terus menyambung kontak dengan ibu di rumah
kami pun jalan menuju ke Indomaret yang letaknya hanya 150 meter dari RS sambil
meringis-meringis saat kontraksinya datang, selama di indomaret pun aku
menyerahkan pada adekku yang belanja dan memilih apa saja yang ingin dibeli,
sementara aku jalan mondar-mandir di dalam indomaret, itung-itung olahraga agar
pembukaannya cepat bertambah.
Jam 21.00 aku disuruh masuk ke
ruangan untuk rekam jantung. Selama 30 menit dilakukan rekam jantung, mulasnya
sudah semakin sering dan dekat jaraknya. Selesai rekam jantung, aku
dipersilahkan istirahat di kamar perawatan, di sana adekku bersama
barang-barang keperluan camping-nya sudah menunggu
Jam 21.30 di kamar perawatan,
kami bertiga masih bercanda-canda sambil sesekali menggunjing bidan menyebalkan
di ruang IGD tadi. Hihihi… Tak lama kemudian (jam 22.00) dokter Iman datang
dengan wajah sumringahnya
“Gimana bu? Sudah sering mulasnya”
“Iya, dokter”
“Coba saya periksa dalam dulu ya” utak atik – utak atik, “Sudah hampir bukaan lima, untung tadi nggak
jadi pulang lagi, sudah saya marahin bidannya, sembrono dia”
Kami mesam-mesem aja
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, di lantai bawah mau ada operasi hamil
di luar kandungan”
Dan bidan yang mengantar dokter
iman pun berpamitan juga, “Nanti jam
24.00 saya datang lagi untuk meriksa kemajuan pembukaannya ya! Kalau butuh
apa-apa pencet bel itu”
Jam 22.30 mulasnya semakin
menjadi, aku mencoba menenangkan diri dengan memutar musik klasik, kemudian
berganti murottal, namun semakin lama aku merasakan jeda dari satu kontraksi ke
kontraksi berikutnya semakin dekat, sangat dekat bahkan, kurang dari 1 menit
kayaknya (hehehe… pake ilmu kira-kira, karena udah nggak sanggup buat utak-atik
stopwatch di hp). Si mas kuminta mengelus-elus punggungku, terus, dan terus. Hingga
akhirnya, aku sudah tidak tahan lagi. sambil setengah berteriak
“Pencet bel, Mas! udah nggak kuat” Si mas sigap memencet bel, 2
orang bidan segera datang.
“Sudah nggak tahan katanya, mbak” lapor si mas ke dua bidan itu.
“Langsung ke ruang bersalin ya bu!” aku menurut saja
Di ruang bersalin, aku langsung
diminta mengganti rok yang kukenakan dengan kain jarik, setelah itu di utak
atik – utak atik, “Sudah bukaan tujuh
hampir ke delapan”
Aku sudah tidak bisa merasakan
apapun selain mulas yang teramat sangat.
“Hanna waladat Maryam, wa Maryam waladat ‘Isa, ukhruj ayyuhal maulud, bi
qudrotil Malik al-Ma’bud” berulang-ulang kuucapkan doa itu, sambil sesekali
merintih, rasanya pengen buang air besar.
“Tahan ya bu, jangan mengejan. tarik nafas, buang, tarik nafas, buang”
bidan-bidan itu begitu sangat sabar meladeniku.
“Mbak, pengen pup” aku merengek di tengah rasa sakit yang luar
biasa.
“Iya, ibu. pengen pup ya… tahan ya ibu, jangan mengejan, kalo mengejan
sebelum waktunya bisa bikin bengkak, tahan ya, sebentar lagi dokternya datang”
Duuuh, kalau ingat mbak-mbak
bidan baik hati ini, rasanya pengen peluukkk deh, abisnya mereka tuh sabaaar
banget, udah kayak ditenangin sama ibu.
Ups! ngomong-ngomong soal ibu,
beliau masih dalam perjalanan dari sidoarjo menuju ke TKP.
Jam 23.00 dokter Iman datang
dengan pakaian operasi lengkap. Ternyata beliau masih ada tindakan operasi dan
berlari menuju ke ruang persalinanku begitu ditelpon oleh mbak-mbak bidan bahwa
aku sudah mau melahirkan.
Dokter datang, semua peralatan
sudah siap, mbak-mbak bidan masih mencegahku untuk mengejan, padahal sumpeh
deh, dorongan untuk mengejan udah nggak ketahan sama sekali, malah seingatku
udah sempat mengejan sekali sangking nggak tahannya.
“Kalau mulasnya datang, langsung mengejan ya bu, dorong!” dokter
iman memberi instruksi.
“Sudah boleh mengejan, dokter?”
“Ya boleh dong!” jawab dokter iman santai.
Si mulas pun datang, daaan… Mengejan!
satu…
dua…
tiga…
empat…
lima…
bersamaan dengan mengejan yang ke
lima kali, keluarlah sebongkah benda besar dari jalan lahir, dan itu lah dia,
yang kami tunggu-tunggu, tepat jam 23.30 di tanggal 26 Juli 2013 lahirlah our
lil princess “AQUEENA ADHWA TSURAYYA”
ALLAHU AKBAR!!!
Si Mas yang selalu mendimpingiku
langsung memeluk dan menciumku berkali-kali.
“Dedeknya udah lahir say, Makasih banyak ya, sayang…” bergetar
suaranya diikuti derai air mata bahagia.
Aku yang masih setengah sadar
antara percaya dan tidak percaya atas apa yang baru saja terjadi, diam saja tak
bereaksi, hingga kemudian ibu yang baru datang pun memeluk dan meminta maaf
karena terlambat beberapa menit saja. Setelah itu adekku yang sebelumnya
kularang untuk mendekati ruang persalinan (karena dia belum menikah, takutnya bikin
trauma, hehehe) juga berhambur mendekat ingin melihat my lil princess. Kami semua
berbahagia.
Robbanaa hab lana min azwajina wa dzurriyyatina qurrota a’yun, waj’alna
lil muttaqiina imaama.