Melanjutkan dari cerita
sebelumnya ya! Part.1 bisa dibaca di sini!
Setelah mendapatkan surat rujukan
dari Dr.maksum untuk melakukan tes analisis sperma, kukira ini adalah titik
terang yang akan membuka jalanku untuk melakukan ikhtiyar lebih lanjut.
Kupikir, setelah mendapat rujukan itu, suami langsung mau cap-cus berangkat ke
lab. Eeehh.. tenyata eh ternyata. Big No No..!! Si Mas masih aja mbulet gak mau
ke lab, aku dah berusaha mengatur jadwal ‘berhubungan’ sebagaimana aturan yg
diberikan dokter sebelum melakukan tes sperma. Eee pas udah diatur-atur gitu,
si doi gak juga merespon dan tak kunjung berangkat ke lab.
Hingga akhirnya sebulan telah
berlalu, setelah berkali-kali aku mengatur jadwal buat dia ke lab. Tepatnya
saat itu adalah pertengahan bulan Syawal, dia setuju untuk berangkat ke lab.
Lab pertama yang kami tuju tentu saja di RS.Semen Gresik, alasannya karena kita
tahunya Dr.maksum itu dinasnya di situ, selain itu suami sahabatku dulu juga
tes analisis sperma di situ.
Berangkat dari rumah menjelang
Maghrib, kita sholat maghrib di masjid di pinggir jalan, setelah itu langsung
menuju RS.Semen Gresik. Setelah mencari-cari tempat pendaftaran
laboratoriumnya, eeee ternyata eh ternyata kata mbak-mbaknya sudah tutup
lab-nya, selain itu menurut perhitungan dia ‘puasa berhubungan’ kita masih
kurang 1 hari lagi. Nah loh??? Perasaan sudah sesuai dengan instruksi dokter
deh. Akhirnya kita melenggang keluar RS tanpa hasil. Namun karena sudah
terlanjur jauh-jauh berangkat dari rumah, masa’ iya gak dapet apa-apa. Akhirnya
masih di parkiran RS si mas coba-coba cari alamat Lab.Parahita terdekat melalui
mbah Google. Setelah ditelpon ternyata masih buka dan masih melayani tes. Tanpa
banyak cing-cong kita langsung cap-cus meluncuurrr….
Sampai di TKP, si mas langsung
registrasi dan gak lama petugasnya memberikan pengarahan dalam pengambilan
sampel. Kurang dari 1 jam kami sudah keluar dari Parahita dan meluncur pulang. Sesampainya
di rumah malam sudah cukup larut, dan setelah makan malam aku sudah merebahkan
diri di kasur, tampak si mas masih melakukan ini itu di depan TV, waktu aku
pamit untuk tidur duluan si mas mempersilahkan. Tapi gak lama dia nyusul ke
kamar, saat itu lampu kamar sudah kumatikan meskipun aku belum terlelap,
kulirik si mas di sampingku yang rebahan namun matanya masih melek, tampak
wajahnya sangat gelisah, aku tidak ingin menerka-nerka, namun tiba-tiba saja si
mas membuka pembicaraan, “Halah, ternyata di parahita aja simple, di RS.Semen
kok pake ribet gitu”. Aku tidak menanggapi topiknya melainkan justru ‘menembaknya’,
“Lho, kok tiba-tiba ngomongin parahita?? Masih kepikiran yang tadi ya??”. Si mas
mengangguk pelan, dan akhirnya kami terlibat dalam pembicaraan serius malam itu
hingga hampir pagi.
Hal yang tak pernah kusangka
sebelumnya bahwa kejadian malam tadi diiringi dengan pergolakan psikologis yang
sangat besar dalam diri si mas. Malam itu, ia mencurahkan semuanya, mulai dari
kenapa ia dulu sangat malas diajak memulai program hamil, kemudian bagaimana
gejolak hatinya ketika harus melangkahkan kaki untuk melakukan tes sperma. Baginya,
ia yakin bahkan telah mem-vonis dirinya sendiri bahwa dirinya-lah yang ‘bermasalah’ sehingga kami
tak kunjung diberikan momongan, sebab menurutnya selama ini aku sudah melakukan
berbagai upaya baik medis maupun non medis dan hasilnya tetap nihil, begitu
juga beberapa kali di USG dokter semua menyatakan aku dalam keadaan baik. Makanya
si mas berkesimpulan bahwa dirinya-lah yang bermasalah, karena ia belum pernah
diperiksa sama sekali dan belum pernah melakukan terapi medis atau non medis
apapun.
Semakin larut, pembicaraan kami
semakin emosional, mas mengutarakan kemungkinan-kemingkinan jika ternyata hasil
lab menunjukkan ia tidak bisa memiliki anak. Kami menangis berdua, si mas
bahkan sampai mengikhlaskan aku untuk memilih melanjutkan pernikahan atau
memilih menghentikannya demi memperoleh keturunan. Aku pun histeris, bagaimana
mungkin si mas memiliki pemikiran seperti itu, bukannya biasanya yang punya
pemikiran seperti itu adalah istri, jika istri yang dinyatakan sulit untuk bisa
memiliki keturunan. Kami pun berpelukan dengan erat, janji-janji pun kita
perkuat tentang ikatan pernikahan kami, bahwa apapun yang terjadi kita akan
terus mengarungi bahtera ini bersama, selamanya.
Seminggu berlalu, saatnya hasil
lab bisa diambil. Saat itu kami berangkat dengan penuh kepasrahan, tak ada
pembicaraan khusus mengenai hal ini lagi. Sampai Parahita aku turun dari motor
dan langsung mengambil hasil labnya dan kemudian meluncur ke tempat praktek
Dr.Maksum untuk menyerahkan hasil lab itu. Selama mengantre dokter, tanpa
sepengetahuan si mas aku membuka segel amplop hasil lab itu, kulihat kesimpulan
pemeriksaan yang tertera di sana, “Terratozoospermia”, alisku berkerut, gak
ngerti. Yah sudahlah, karna kucari-cari istilah itu di internet juga tak ada
yang membuatku yakin akhirnya aku pun bersabar sampai bertemu dengan Dr.maksum.
Di dalam ruangan dokter, kamipun menyerahkan amplop tersebut, dokter membacanya
dengan seksama, tak tampak ekspresi yang mencolok dari raut muka dokter maksum,
beliau tampak tenang dan santai. Hingga akhirnya beliau membka pembicaraan “Hmm…
insyaAllah gak papa, hanya ada sedikit masalah saja, diobati sebentar nanti
sehat lagi” Alhamdulillah… kami berdua saling berpandangan dan si mas tersenyum
lega.
Dokter menjelaskan bahwa jumlah
sperma si mas jumlahnya sudah cukup banyak (tidak kurang), namun yang aktif dan
bentuknya bagus hanya 17%, sementara normalnya untuk bisa membuahi adalah
44-50%, ada banyak factor yang menyebabkan kondisi ini, diantaranya kesibukan
dan asupan makanan, kterangan selengkapnya nanti bisa ditanyakan pada doter spesialis andrologi. Okelah kalau begitu, kami mengerti. Dan di akhir sesi
konsultasi dokter maksum memberikan surat rujukan keepada kami untuk menemui
dokter spesialis andrologi untuk mengatasi kondisi yang dialami si mas, yakni
Dr.Ryantono, Sp.And.
Tak mau menyia-nyiakan waktu, si
mas sekalian bertanya ke dokter maksum dimana lokasi praktek dokter Ryan dan
apakah malam ini masih buka prakteknya karena waktu sudah pukul 8 malam. Setelah
diberitahu arah menuju tempat prakteknya dan dipastikan bahwa jam segini masih
buka, si mas mengajakku langsung meluncur ke sana menemui sang dokter andrologi
malam itu juga.