17 April 2013

PROGRAM HAMIL (Part.2) Terratozoospermia



Melanjutkan dari cerita sebelumnya ya! Part.1 bisa dibaca di sini!

Setelah mendapatkan surat rujukan dari Dr.maksum untuk melakukan tes analisis sperma, kukira ini adalah titik terang yang akan membuka jalanku untuk melakukan ikhtiyar lebih lanjut. Kupikir, setelah mendapat rujukan itu, suami langsung mau cap-cus berangkat ke lab. Eeehh.. tenyata eh ternyata. Big No No..!! Si Mas masih aja mbulet gak mau ke lab, aku dah berusaha mengatur jadwal ‘berhubungan’ sebagaimana aturan yg diberikan dokter sebelum melakukan tes sperma. Eee pas udah diatur-atur gitu, si doi gak juga merespon dan tak kunjung berangkat ke lab.

Hingga akhirnya sebulan telah berlalu, setelah berkali-kali aku mengatur jadwal buat dia ke lab. Tepatnya saat itu adalah pertengahan bulan Syawal, dia setuju untuk berangkat ke lab. Lab pertama yang kami tuju tentu saja di RS.Semen Gresik, alasannya karena kita tahunya Dr.maksum itu dinasnya di situ, selain itu suami sahabatku dulu juga tes analisis sperma di situ.

Berangkat dari rumah menjelang Maghrib, kita sholat maghrib di masjid di pinggir jalan, setelah itu langsung menuju RS.Semen Gresik. Setelah mencari-cari tempat pendaftaran laboratoriumnya, eeee ternyata eh ternyata kata mbak-mbaknya sudah tutup lab-nya, selain itu menurut perhitungan dia ‘puasa berhubungan’ kita masih kurang 1 hari lagi. Nah loh??? Perasaan sudah sesuai dengan instruksi dokter deh. Akhirnya kita melenggang keluar RS tanpa hasil. Namun karena sudah terlanjur jauh-jauh berangkat dari rumah, masa’ iya gak dapet apa-apa. Akhirnya masih di parkiran RS si mas coba-coba cari alamat Lab.Parahita terdekat melalui mbah Google. Setelah ditelpon ternyata masih buka dan masih melayani tes. Tanpa banyak cing-cong kita langsung cap-cus meluncuurrr….

Sampai di TKP, si mas langsung registrasi dan gak lama petugasnya memberikan pengarahan dalam pengambilan sampel. Kurang dari 1 jam kami sudah keluar dari Parahita dan meluncur pulang. Sesampainya di rumah malam sudah cukup larut, dan setelah makan malam aku sudah merebahkan diri di kasur, tampak si mas masih melakukan ini itu di depan TV, waktu aku pamit untuk tidur duluan si mas mempersilahkan. Tapi gak lama dia nyusul ke kamar, saat itu lampu kamar sudah kumatikan meskipun aku belum terlelap, kulirik si mas di sampingku yang rebahan namun matanya masih melek, tampak wajahnya sangat gelisah, aku tidak ingin menerka-nerka, namun tiba-tiba saja si mas membuka pembicaraan, “Halah, ternyata di parahita aja simple, di RS.Semen kok pake ribet gitu”. Aku tidak menanggapi topiknya melainkan justru ‘menembaknya’, “Lho, kok tiba-tiba ngomongin parahita?? Masih kepikiran yang tadi ya??”. Si mas mengangguk pelan, dan akhirnya kami terlibat dalam pembicaraan serius malam itu hingga hampir pagi.

Hal yang tak pernah kusangka sebelumnya bahwa kejadian malam tadi diiringi dengan pergolakan psikologis yang sangat besar dalam diri si mas. Malam itu, ia mencurahkan semuanya, mulai dari kenapa ia dulu sangat malas diajak memulai program hamil, kemudian bagaimana gejolak hatinya ketika harus melangkahkan kaki untuk melakukan tes sperma. Baginya, ia yakin bahkan telah mem-vonis dirinya sendiri bahwa  dirinya-lah yang ‘bermasalah’ sehingga kami tak kunjung diberikan momongan, sebab menurutnya selama ini aku sudah melakukan berbagai upaya baik medis maupun non medis dan hasilnya tetap nihil, begitu juga beberapa kali di USG dokter semua menyatakan aku dalam keadaan baik. Makanya si mas berkesimpulan bahwa dirinya-lah yang bermasalah, karena ia belum pernah diperiksa sama sekali dan belum pernah melakukan terapi medis atau non medis apapun.

Semakin larut, pembicaraan kami semakin emosional, mas mengutarakan kemungkinan-kemingkinan jika ternyata hasil lab menunjukkan ia tidak bisa memiliki anak. Kami menangis berdua, si mas bahkan sampai mengikhlaskan aku untuk memilih melanjutkan pernikahan atau memilih menghentikannya demi memperoleh keturunan. Aku pun histeris, bagaimana mungkin si mas memiliki pemikiran seperti itu, bukannya biasanya yang punya pemikiran seperti itu adalah istri, jika istri yang dinyatakan sulit untuk bisa memiliki keturunan. Kami pun berpelukan dengan erat, janji-janji pun kita perkuat tentang ikatan pernikahan kami, bahwa apapun yang terjadi kita akan terus mengarungi bahtera ini bersama, selamanya.

Seminggu berlalu, saatnya hasil lab bisa diambil. Saat itu kami berangkat dengan penuh kepasrahan, tak ada pembicaraan khusus mengenai hal ini lagi. Sampai Parahita aku turun dari motor dan langsung mengambil hasil labnya dan kemudian meluncur ke tempat praktek Dr.Maksum untuk menyerahkan hasil lab itu. Selama mengantre dokter, tanpa sepengetahuan si mas aku membuka segel amplop hasil lab itu, kulihat kesimpulan pemeriksaan yang tertera di sana, “Terratozoospermia”, alisku berkerut, gak ngerti. Yah sudahlah, karna kucari-cari istilah itu di internet juga tak ada yang membuatku yakin akhirnya aku pun bersabar sampai bertemu dengan Dr.maksum. Di dalam ruangan dokter, kamipun menyerahkan amplop tersebut, dokter membacanya dengan seksama, tak tampak ekspresi yang mencolok dari raut muka dokter maksum, beliau tampak tenang dan santai. Hingga akhirnya beliau membka pembicaraan “Hmm… insyaAllah gak papa, hanya ada sedikit masalah saja, diobati sebentar nanti sehat lagi” Alhamdulillah… kami berdua saling berpandangan dan si mas tersenyum lega.

Dokter menjelaskan bahwa jumlah sperma si mas jumlahnya sudah cukup banyak (tidak kurang), namun yang aktif dan bentuknya bagus hanya 17%, sementara normalnya untuk bisa membuahi adalah 44-50%, ada banyak factor yang menyebabkan kondisi ini, diantaranya kesibukan dan asupan makanan, kterangan selengkapnya nanti bisa ditanyakan pada doter spesialis andrologi. Okelah kalau begitu, kami mengerti. Dan di akhir sesi konsultasi dokter maksum memberikan surat rujukan keepada kami untuk menemui dokter spesialis andrologi untuk mengatasi kondisi yang dialami si mas, yakni Dr.Ryantono, Sp.And.

Tak mau menyia-nyiakan waktu, si mas sekalian bertanya ke dokter maksum dimana lokasi praktek dokter Ryan dan apakah malam ini masih buka prakteknya karena waktu sudah pukul 8 malam. Setelah diberitahu arah menuju tempat prakteknya dan dipastikan bahwa jam segini masih buka, si mas mengajakku langsung meluncur ke sana menemui sang dokter andrologi malam itu juga.