4 Maret 2013

PROGRAM HAMIL (Part.1) Dari sini cerita PROGRAM HAMIL Bermula


Cerita ini kumulai dari sejak sebelum bulan Ramadhan tahun 2012 lalu. Saat itu, aku yang biasanya melepaskan gundah soal pengen momongan kepada sahabatku Barir (yang juga sedang menantikan hal yang sama), tiba-tiba mendapatkan kabar bahagia atas kehamilan sahabatku tersebut. Aku sungguh ikut bahagia, mengingat curhatan kita setiap saat, kegalauan saat mendapat pertanyaan-pertanyaan menyudutkan soal momongan dari keluarga dan kerabat terdekat, beban-beban psikologis yang kami rasakan melihat suami yang sudah sangat menginginkan punya anak, hingga tingkat sensitifitas batin yang semakin tinggi seiring sikap-sikap suami yang tampak begitu care dengan keponakan-keponakannya hingga diri sendiri merasa terabaikan dan tidak berdaya.

Ikut bahagia sudah tentu, tapi tak dapat dipungkiri bahwa rasa iri dan cemburu itu dengan halus menelusup dalam hati. Iya, aku cemburu karena teman “securhatanku” terlebih dulu diberikan kebahagiaan itu. Iya, aku cemburu karena teman “securhatanku” kuanggap setelah ini akan menjadi tidak se-mengerti dulu dengan keadaan yang masih kualami. Namun aku sangat bersyukur, ia adalah sahabat yang sebenar-benar sahabat. Ia tidak meninggalkanku, justru ia mendorongku untuk tetap bersemangat dan tidak berhenti berusaha.

Awal Ramadhan 2012
Ramadhan tahun ini, aku merasa sangat beruntung karena Allah tidak membiarkan aku melewatkan salah satu episode tausiyah Ustadz Yusuf Mansur. Saat itu, sang ustadz membuka hari pertama bulan Ramadhan dengan menyerukan bahwa bulan ini adalah bulan bonus bagi semua umat Islam, dan secara spesifik beliau menyerukan kepada para jomblowan-jomblowati yang belum juga mendapatkan jodoh, kepada para pasangan yang ingin punya anak, dst. Bahwa bulan ini adalah SAATNYA. Saat dimana kita bersungguh-sungguh berdoa, ber-riyadhoh, bermunajat, meminta dengan segenap kemampuan beribadah agar segera terkabul keinginannya. Fiuuhh…. Seolah mendapat dorongan yang luar biasa, maka saat itu pula kuputuskan aku akan ber-riyadhoh sekuat tenaga untuk meminta kepada-Nya.

Maka mulai hari pertama bulan Ramadhan, aku pending doa-doa dan permintaan yang lain. Hanya doa minta anak, anak, dan anak. Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan di setiap usai sholat sunnat, lagi-lagi minta anak, anak, dan anak. Aku tidak mau menyia-nyiakan bulan besar ini, karena aku yakin, bahwa inilah SAATNYA meneroboskan doaku menuju ‘Arsy yang sedang dibuka selebar-lebarnya bagi seluruh umat islam yang beribadah dan berdoa serta bertaubat.

Pertengahan Ramadhan
Aku lupa dalam rangka apa aku dan suami main ke rumah sahabatku di Gresik, yang jelas saat itu bertepatan dengan hari dimana sahabatku sedang ada jadwal periksa kandungan. Nah, dari sinilah cerita bermula. Usai buka puasa bersama di rumahnya, aku dan sahabatku berbisik-bisik merencanakan sesuatu, dan akhirnya dia sepakat untuk membujuk suamiku untuk ikut serta ke dokter. Awalnya suami nggak mau, alasannya “mau ngapain, bengong nungguin orang periksa”, sahabatku tak habis pikir, ia bilang “ya dari pada diem di rumah, mending ikutan, nanti pas kita periksa, kalian bisa jalan-jalan sambil wisata kuliner, kan di sekitar tempat praktek dokterku banyak makanan enak-enak”. Akhirnya suami setuju. Yes!!

Memasuki tempat praktek dokter Spog, ternyata suasananya tidak begitu ramai, mungkin karena bulan puasa dan baru lepas Maghrib, jadi antreannya belum terlalu panjang. Nah, lagi-lagi sahabatku menawari aku (tapi cuman pura-pura, soalnya emang dah rencana dari awal) dan suami untuk ikut mengantre. Suami pun menolak, atau lebih tepatnya tidak terlalu merespon. Sahabatku kembali membujuk, “Ayolah, iseng-iseng aja periksa, mumpung gak antre”, akupun menimpali “Yuk say! Coba-coba..”. Setelah beberapa saat lamanya, keluarlah kata sakti dari mulut suamiku “yo wes, sembarang” (ya udah, terserah). Yes!! Kalo udah keluar kata ‘terserah’ itu artinya suamiku setuju.

Setelah menunggu, tibalah giliran kami. Kami ditanya sudah berapa lama menikah, sudah pernah ikut program hamil di dokter kandungan sebelumnya atau belum, obat apa saja yang pernah dikonsumsi, bagaimana siklus haid-ku, apakah selalu disertai nyeri haid, dst. Setelah itu aku di-USG. Alhamdulillah menurut pantauan dokter kondisi rahimku sejauh ini baik. Barulah setelah itu dokternya menjelaskan step-step yang harus dilalui. Mulai dari si istri minum vitamin (asam folat), paling tidak selama 3 bulan, kemudian jika belum hamil dilanjutkan minum obat penyubur 3 bulan, dan jika belum hamil juga maka akan dilakukan HSG (USG vagina / USG dalam) yang akan dilihat apakah ada penyumbatan yang mengharuskan dilakukan operasi atau tidak, dan step-step selanjutnya yang akan bisa diusahakan bila belum kunjung hamil juga.

Setelah bicara tentang istri, barulah untuk suami. Menurut pak dokter, kalo untuk suami simple aja, yang pertama harus dilakukan tes analisis sperma. Katanya, dari situ akan dilihat kondisi sperma suami sehat atau tidak, jika kurang sehat maka harus diterapi hingga normal kembali. Sudah!! Yups, memang hanya itu saja stepnya, tidak seperti step-nya istri yang ada banyak. Nah, malam itu juga dokter memberi surat pengantar ke laboratorium untuk melakukan tes analisis sperma, dengan dijelaskan aturan-aturannya sebelum melakukan tes tersebut (yaitu puasa ‘berhubungan’ beberapa hari sebelum tes).

Oke deh pak Dr.Maksum, Sp.Og. makasih….

New Labels, New Story


Tulisan ini kutulis saat kehamilanku memasuki usia hampir 20 minggu. Ada beberapa alasan yang membuat akhirnya aku ingin mendokumentasikan semua proses yang kami jalani beberapa bulan terakhir ini. Diantaranya;
  • Supaya bisa dijadikan kenang-kenangan suatu saat nanti, coz aku percaya bahwa tulisan adalah dokumentasi paling abadi dan mudah dimengerti.
  • Selama menantikan datangnya kehamilan, aku banyak membaca tulisan di blog-blog pribadi wanita-wanita di luar sana, so aku ngerasa terbantu sekali sekaligus termotivasi untuk tidak berhenti berharap dalam penantian menunggu buah hati yang saat itu telah lewat dari 2 tahun dari pernikahan kami. Makanya, aku juga berharap tulisan ini akan menambah masukan, referensi, dan motivasi bagi wanita-wanita  cantik di luar sana yang juga sedang mengalami hal yang serupa
  • Harapannya sih bisa konsisten nulis terus dokumentasinya (alias nggak angot-angotan), sehingga ceritanya bisa runtut dan kelak bisa dibaca oleh si kecil yang tidak lain adalah salah satu tokoh utama dalam tulisan-tulisan ini ke depannya.
  • Semoga juga bisa ketulis terus mulai dari proses program hamilnya sampai kelahiran, hari-hari bersamanya, hingga kelak ia besar. Aamiin…
  • Dst.
Dan akhirnya, dengan ini resmi saya mulai tulisan tentang kami (aku, suami, si dedek kecil), yang tentunya akan muncul label-label baru tentang semua itu. Selamat menikmati!! :)